Sekjen DPR mangkir, MKD simpulkan kasus Novanto tanpa klarifikasi
Junimart tak terima dengan alasan Sekjen DPR yang mangkir karena harus melakukan rapat dengan pimpinan DPR.
Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Junimart Girsang geram dengan sikap Sekjen DPR Winanungtyastiti yang mangkir dari panggilan pihaknya. Winanungtyastiti dipanggil terkait kasus dugaan pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang menghadiri kampanye bakal calon Presiden AS, Donald Trump.
Terlebih, Junimart tak terima dengan alasan Sekjen DPR yang mangkir karena harus melakukan rapat dengan pimpinan DPR.
"Saya sampaikan kepada Ketua MKD, dengan tidak hadirnya Sekjen pada hari ini dengan alasan rapat konsultasi antara sekjen dengan pimpinan DPR. Saya bilang ke ketua MKD, saya keberatan dengan surat dari sekjen ini. Kenapa demikian? berarti MKD itu tidak independen, ketergantungan. Sementara yang mau kita periksa pimpinan DPR," kata Junimart di Gedung DPR, Jakarta, Rsbu (15/9).
Junimart mengaku telah mendapatkan informasi bahwa pimpinan DPR harus terlebih dahulu meminta izin dari Sekjen DPR untuk menghadiri pemanggilan dari MKD. Padahal, kata dia, hal tersebut tidak dapat dibenarkan.
"Saya dapat info bahwa pimpinan DPR harus jemput bola ke sekjen untuk penyelidikan ini," kata dia.
Politikus PDIP ini menuturkan, akan memproses sejumlah dokumen yang telah ada untuk menyelidiki kasus ini walaupun sekjen DPR maupun pimpinan DPR tak hadir sekalipun. Sebab, pemanggilan tersebut hanya untuk sebagai wadah klarifikasi apabila dokumen tersebut tidak diterima oleh Sekjen maupun pimpinan DPR.
"Bagi saya datang tidak datang tidak jadi persoalan bagi saya. Yang pasti hak mereka sudah diberikan untuk mengklarifikasi dokumen yang kita terima. Itu mereka tidak mau datang, saya anggap bahwa ini sah dan saya bisa menyimpulkan dokumen ini, saya pikir itu saja," tegasnya.
Dalam dokumen yang telah terkumpul tersebut, Junimart membeberkan bahwa keberangkatan dewan ke Amerika Serikat diikuti sekitar 20 orang dengan menghabiskan anggaran sekitar Rp 2,5 miliar.
"Rp 2, 5 miliar lebih untuk 20 orang. Ini harus kita klarifikasi (ke Sekjen). Jangan salahkan MKD juah kalau kita menyimpulkan dokumen itu," katanya.