Survei Pilkada Jakarta Dianggap Tak Kredibel, Poltracking Pilih Keluar dari Persepi
Poltracking Indonesia mengumumkan keluar dari Persepi karena keberatan dengan hasil dewan etik Persepi soal perbedaan hasil survei dengan LSI di Pilkada Jakarta
Poltracking Indonesia mengumumkan keluar dari Persepi karena keberatan dengan hasil dewan etik Persepi soal perbedaan hasil survei dengan LSI di Pilkada Jakarta. Poltracking menilai, keputusan dewan etik tidak adil karena tidak proporsional dan akuntabel dalam proses pemeriksaan terhadap Poltracking dan LSI.
"Sejak hari ini kami telah memutuskan keluar dari keanggotaan Persepi. Kami keluar dari Persepi bukan karena melanggar etik," kata Direktur Poltracking Indonesia Masduri Amrawi dalam keterangannya, Selasa (5/11).
- Beda Hasil Survei Poltracking Vs LSI Pilkada Jakarta, Persepi Ungkap Hasil Investigasinya Beri Sanksi Tegas
- Ini yang Digali Dewan Etik Persepi Terkait Perbedaan Hasil Survei Pilkada Jakarta LSI dan Poltracking
- Survei Poltracking Pilkada Jakarta: RK-Suswono 47,5%, Pramono-Rano 31,5%, Dharma-Kun 5,1%
- Survei Poltracking Pilkada Jabar: Dedi Mulyadi-Erwan 65,9%, Syaikhu-Ilham 11,8%, Jeje-Ronal 2,9%
Masduri mengatakan, Persepi hanya menjelaskan pemeriksaan metode dan implementasi dari LSI dapat dianalisis dengan baik. Akan tetapi, dia menganggap tidak dijelaskan bagaimana, kenapa metode dan implementasinya dapat dianalisis dengan baik.
"Hasil analisis tersebut juga tidak disampaikan ke publik. Bagi kami ini penting juga untuk disampaikan ke publik, tetapi dewan etik Persepi tidak melakukan ini," ujar dia.
Salah satu pembahasan yang muncul pada pertemuan dewan etik pertama, adalah cerita tentang LSI melakukan penggantian beberapa PSU, sekitar 60 PSU (50%) PSU Survei LSI di Pilkada Jakarta.
"Kami berpandangan ini penting juga disampaikan kepada publik, karena penggantian PSU memiliki konsekuensi terhadap kualitas data," papar Masduri.
Dalam survei Pilkada Jakarta terakhir, Masduri mengungkapkan Poltracking telah menyerahkan 2.000 data yang telah diolah. Sayangnya, Dewan Etik malah meminta bahan 'mentah' survei Poltracking yang sudah dikirimkan 3 November 2024.
Data Poltracking yang dikirimkan tersebut tidak ada bedanya dengan data awal yang dikirim. "Kami memenuhi apa yang diminta oleh dewan etik mengenai raw data dari dashboard. Tidak ada perbedaan antara dua data tersebut," tutur Masduri.
Menurut dia, Dewan etik merasa tidak bisa memverifikasi data Poltracking. Padahal jelas, pihaknya sudah menyerahkan seluruh data yang diminta dan memberikan penjelasan secara detail.
"Raw data sudah dikirimkan. Hanya dewan etik meminta raw data dari dashboard supaya dapat dibandingkan dengan data yang sudah dikirimkan sejak awal. Itu sudah kami serahkan semua," kata dia.
Sejak awal, Poltracking sudah menjelaskan survei Pilkada Jakarta itu sepenuhnya memakai aplikasi bukan manual kuesioner kertas. Untuk itu, Masduri merasa tidak bisa disamakan dengan survei LSI yang membandingkan kuesioner cetak dengan raw data.
"Kemudian jadi tolak ukur penyelidikan yang dilakukan oleh dewan etik," kata dia.
Selama proses dewan etik berjalan, lanjut Masduri, Poltracking tidak mendapatkan penjelasan tentang hal yang dipermasalahkan soal banyaknya perbedaan antara data awal dan data terakhir.
Poltracking Disanksi
Diketahui, Persepi memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia karena adanya perbedaan signifikan hasil survei Pilkada Jakarta 2024. Poltracking dilarang mempublikasikan hasil survei berikutnya, tanpa persetujuan dan pemeriksaan Dewan Etik.
Adapun sanksi ini diberikan usai Dewan Etik Persepi melakukan pemeriksaan kepada Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Poltracking terkait perbedaan signifikan hasil survei. Dari hasil pemeriksaan, LSI dinilai telah melakukan survei sesuai SOP berlaku.
"Dewan Etik memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia untuk ke depan tidak diperbolehkan mempublikasikan hasil survei tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik. Kecuali bila Poltracking Indonesia tidak lagi menjadi anggota Persepi," demikian siaran pers Persepi, Senin (4/11).
Persepi menjelaskan, pemeriksaan pada LSI dan Poltracking Indonesia menggunakan parameter dan ukuran yang sama. Pemeriksaan pada LSI dilakukan pada Senin, 28 Oktober 2024. Sedangkan, pemeriksaan terhadap Poltracking Indonesia pada Selasa, 29 Oktober 2024.
Hasil Pemeriksaan
Setelah pemeriksaan tatap muka, Dewan Etik meminta kedua lembaga untuk menyampaikan keterangan tambahan secara tertulis yang dikirimkan pada 31 Oktober 2024.
Dewan Etik meminta kembali keterangan lanjutan dari Poltracking Indonesia pada Minggu, 2 November 2024 pukul 19.00 WIB. Hal ini dikarenakan keterangan tatap muka dan tertulis yang telah disampaikan belum cukup memenuhi standar pemeriksaan.
"Terhadap Lembaga Survei Indonesia tidak dilakukan permintaan keterangan ulang karena keterangan yang disampaikan dan bahan-bahan yang telah dikirimkan ke Dewan Etik sudah memenuhi standar penyelidikan survei," jelas Persepi.
Dari hasil pemeriksaan secara tatap muka dan dari jawaban tertulis, LSI dinyatakan telah melakukan survei sesuai dengan SOP survei opini publik.
Persepi menilai, pemeriksaan metode dan implementasi yang dilakukan LSI dapat dianalisis dengan baik.