Sutan: SBY jadi ketum, apa kata mertua?
Menurutnya, masyarakat Indonesia sebagian besar pasti menolak.
Ketua DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana menilai sebuah hal yang di luar kepatutan apabila seorang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga didaulat sebagai ketua umum partai. Menurutnya, masyarakat Indonesia sebagian besar pasti menolak.
Sutan mengatakan, desakan para kader Demokrat untuk menjadikan SBY seorang ketua umum memang merupakan sebuah proses Demokrasi demi perbaikan partai ke depan. Karena, SBY merupakan tokoh penggagas dan pendiri partai.
Namun, kata dia, sebagai seorang presiden, SBY telah dimiliki oleh jutaan orang Indonesia. Jabatan ketua umum tidak patut jika disematkan oleh SBY yang menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia.
"Saya kira, itu sangat sangat wajar. Mereka mengkhawatirkan, kalau yang lain (jadi Ketum) nanti pasti ada pro-kontra. Tapi dalam kewajaran berdemokrasi ini, ada juga azas kepatutan yah. Apakah SBY mau menerima Ketua Umumnya? Sudah itu Sekjennya mas Ibas. Apa kata dunia, apa kata mertua kalau begitu?" kata Sutan saat dihubungi, Rabu (27/3).
Ketua Komisi VII DPR ini pun menjamin, rakyat Indonesia tidak akan terima jika presidennya menjadi ketua umum partai yang secara tidak langsung akan berdampak pada proses politik jelang Pemilu 2014.
"Dan kalau pun ada kalau saya tanya kira-kira kalau Pak SBY jadi Ketua Umum Partai Demokrat, sebagai rakyat Indonesia, Anda terima enggak? Saya yakin, dalam hati anda menolak. Masa harus dia? Masa enggak ada yang lain? Saya pun demikian," tegas dia.
Namun demikian, dia pun tidak serta merta menyalahkan para kader yang ingin SBY jadi ketua umum. Jadi atau tidaknya SBY menjadi ketua umum, lanjut dia, semua itu akan terjadi dalam Kongres Luar Biasa (KLB) akhir Maret mendatang.
Selain itu, tambah dia, bisa saja wacana ini digulirkan sebagai sebuah simbol jika di dalam KLB sepakat dan satu suara tidak ada faksi-faksi. Sehingga tidak terjadi politik uang seperti kongres sebelumnya di Bandung.
"Tetapi, apa yang disampaikan kawan-kawan itu menurut saya, semacam tes. Supaya ini adalah kata sandi atau simbol, bahwa ini nanti semua diserahkan kepada Pak SBY sebagai simbol agar KLB berjalan aklamasi. Supaya lagi tidak bertaburan lagi money-money politik itu. Kan begitu. Kita kan belum siap berdemokrasi jujur, secara terbuka," tandasnya.