Titi Anggraini soal Putusan MK: Pemilih Tidak Harus Berhadapan dengan Calon dari Koalisi Obesitas
Anggota Dewan Pembina Perludem ini mengatakan, putusan MK tersebut langsung berlaku di Pilkada serentak 2024.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora terhadap UU Pilkada pada Selasa (20/8) kemarin.
Dalam putusannya, MK menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak memiliki kursi DPRD.
Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengatakan, dengan putusan itu, masyarakat tidak akan disajikan dengan pasangan calon kepala daerah (cakada) tunggal hingga yang diusung banyak partai koalisi.
"Tentu harapannya partai politik mengambil peluang ini dan tidak menyiasiakannya, sehingga kader terbaik partai bisa dicalonkan dan pemilih juga tidak harus berhadapan dengan fenomena calon tunggal atau calon yang diusung oleh koalisi yang obesitas," kata Titi kepada merdeka.com, Rabu (21/8).
"Sehingga melemahkan fungsi dan peran kontrol partai politik di parlemen yang juga bisa melemahkan efektivitas parlemen kita," sambungnya.
Pengajar Hukum Pemilu Fakultas Hukum UI ini menyebut, putusan MK tersebut langsung berlaku di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024.
"Selain itu juga dari sisi pemberlakuan putusan, putusan ini langsung berlaku di Pilkada serentak 2024, sebab putusan MK ini tidak mengatur soal syarat pengecualian baru bisa berlaku di 2029," sebutnya.
"Berbeda dengan misalnya putusan MK soal ambang batas parlemen nomor 116/PUU-XXI/2023 yang menyatakan pemberlakuan rekonstruksi ambang batas parlemen atau parliamentary threshold itu baru di 2029 itu di Putusan 116 tahun 2023," tambahnya.
Dia pun menilai putusan MK tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan Putusan 90 Tahun 2023 tentang syarat usia pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, yang kemudian menjadi tiket dalam pencalonan Gibran Rakabuming Raka.
"Jadi ini berlaku langsung di 2024 ya. Putusan 60 ini apalagi pendaftaran calon kan baru akan dilakukan pada tanggal 27 sampai 29 Agustus 2024. Jadi waktunya masih sangat memadai untuk dilakukan penyesuaian," paparnya.
"Tentu KPU harus menindaklanjuti putusan ini dengan segera dan jangan sampai kemudian hak konstitusional partai politik menjadi tercederai akibat tidak dilaksanakannya putusan ini. Apalagi putusan MK kan bersifat erga omnes, final dan mengikat dan serta merta berlaku di dalam pelaksanaannya," pungkasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora terkait Undang-Undang Pilkada. Hasilnya, sebuah partai atau gabungan partai politik dapat mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD, tentunya dengan syarat tertentu.
Putusan atas perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut telah dibacakan majelis hakim dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8). MK menyatakan, Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada inkonstitusional.
Adapun isi Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada adalah, “Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.”
Hakim MK Enny Nurbaningsih menyampaikan, esensi dari Pasal tersebut sebenarnya sama dengan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang 32 Tahun 2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional sebelumnya.
"Pasal 40 ayat (3) UU 10 Tahun 2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan, sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945," tutur Enny dalam persidangan.