UU Pilkada dinilai sebuah kemunduran dan mengancam independensi KPU
Ketua KPU DKI menilai UU Pilkada rawan konflik kepentingan dan intervensi ke KPU.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta Sumarno menilai Undang-Undang Pilkada yang telah disahkan DPR, merupakan sebuah kemunduran. Kemunduran tersebut, Sumarno menyatakan terdapat dalam dua poin dalam UU Pilkada yang terkait konsultasi pembuatan Peraturan KPU dan verifikasi faktual. Sebab, dua poin tersebut dapat mengganggu independensi KPU sebagai sebuah lembaga yang mandiri, netral dan tidak partisan.
"Lembaga KPU disebutkan dalam UUD sebagai lembaga netral dan tidak partisan. Ini menganggu independensi KPU," kata Sumarno dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (11/6).
Sumarno menyatakan KPU yang merupakan lembaga mandiri mempermasalahkan pasal 9B dalam revisi UU Pilkada yang telah disahkan DPR, yaitu KPU perlu berkonsultasi dengan pemerintah dan DPR dalam membuat peraturan KPU. Bahkan hasil rapat konsultasi tersebut bersifat mengikat.
"UU sebelumnya tak mencantumkan kata 'mengikat' dari hasil konsultasi antara KPU, DPR dan pemerintah. Ini dianggap mengganggu independensi karena rawan konflik kepentingan dan intervensi," katanya.
Dalam Revisi UU Pilkada juga mengatur terkait pengetatan verifikasi faktual calon perseorangan. Pengetatan terkait batas waktu bagi pendukung calon perseorangan yang tidak dapat ditemui petugas verifikasi dari KPU.
Sumarno menjelaskan dalam undang-undang sebelumnya mengatur pendukung calon perseorangan memiliki waktu sampai 14 hari batas akhir verifikasi faktual, untuk mendatangi Panitia Pemungutan Suara. Namun dalam UU Pilkada yang baru menetapkan hanya membatasi tiga hari dalam melakukan verifikasi faktual.
"Jika tidak hadir dinyatakan tidak memenuhi syarat," ujarnya.