Warga Jakarta Ini Kecewa Berat Laporannya soal Pencatutan KTP Dukung Dharma-Kun Dihentikan Polisi
Samson mengaku enggan untuk melanjutkan perkara ini sebagaimana dijelaskan kepolisian untuk ditangani ke pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Samson, warga Jakarta Pusat (Jakpus), Samson mengaku kecewa dengan keputusan dari Polda Metro Jaya yang menghentikan laporannya. Sebelumnya, Samson melaporkan dugaan pencatutan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) miliknya sebagai dukungan untuk cagub-cawagub independen Jakarta, Dharma-Kun.
“Saya secara pribadi kecewa, saya kecewa. Tapi apakah saya akan meneruskan kasus ini ke saluran hukum lain tidak cukup,” kata Samson saat dihubungi, Selasa (20/8).
- Bawaslu Nyatakan Dharma Pongrekun-Kun Wardana Tak Terbukti Catut NIK KTP Warga Jakarta
- Gaduh KTP Warga Jakarta Dicatut, Dharma-Kun Dilaporkan ke Bawaslu: Terancam 6 Tahun Penjara
- Polisi Minta Warga yang Dicatut KTP Dukung Pasangan Dharma-Kun Lapor Bawaslu Jakarta
- Polisi Mulai Selidiki Kasus Dugaan Pencatutan KTP untuk Dukung Dharma-Kun di Pilkada Jakarta
Meski kecewa, Samson mengaku enggan untuk melanjutkan perkara ini sebagaimana dijelaskan kepolisian untuk ditangani ke pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sebab, dalam kasus pencatutan datanya ini bukan terkait pemilu.
Sekadar informasi dalam kasus pencatutan NIK KTP, sempat dilaporkan seorang warga Jakarta Pusat atas nama Samson (45). Laporannya tercatat nomor: LP/B/4830/VIII/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 16 Agustus 2024.
“Karena sejak awal saya tidak mau ini direalisasi dengan pemilunya. Tapi saya mau ada perjuangan hak-hak perlindungan data pribadi saya yang melekat kepada diri saya,” kata dia.
Di sisi lain, Samson meluruskan terkait laporan yang dilayangkan ke Polda Metro Jaya bukan dalam artian menggagalkan pencalonan pasangan Independen Dharma Pongrekun dan Kun Wardana (Dharma-Kun).
“Gini, saya tidak pernah ada soal dengan Dharma dan Kun, kenal saja enggak. Apakah saya punya niatan menggagalkan mereka untuk maju, saya tidak pernah bersoal dengan dia. Apakah saya tertarik dengan Dharma- Kun, saya gak tertarik. Gitu ya,” tambah dia.
Dihentikan Polisi
Sebelumnya, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya telah menghentikan penyelidikan laporan dugaan pencatutan NIK pada KTP yang dipakai mendukung pasangan Independen Dharma Pongrekun dan Kun Wardana (Dharma-Kun) pada Pilgub Jakarta.
Keputusan itu disampaikan, Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan penyelidik pada Senin, 19 Agustus 2024.
“Forum gelar sepakat untuk menghentikan penyelidikan atas penanganan perkara aquo,” kata Ade Safri dalam keteranganya, Senin (19/8).
Sementara itu, Ade Safri menyampaikan penghentian penyelidikan dilakukan berdasarkan pertimbangan dalam pasal 185 A Undang Undang RI nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang Undang.
Di mana dalam pasal itu turut berbunyi; “(1) Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 dan paling banyak Rp72.000.000,00.”
Karena telah diatur dalam Pasal 185A sebagai tindak pidana pemilihan, maka dalam penerapan penegakan hukumnya berlaku asas hukum ‘lex consumen derogate legi consumte’ yang diterapkan kepolisian.
“Dimaknai perbuatan yang memenuhi unsur delik yang terdapat pada beberapa ketentuan hukum pidana khusus. Maka yang digunakan adalah hukum pidana yang khusus yang faktanya lebih dominan sehingga mengabsorbsi ketentuan pidana yang lain,” kata dia .
Mengacu ketentuan itu, polisi menilai kasus pencatutan NIK warga DKI seperti yang dilaporkan sebaiknya dilaporkan dulu Bawaslu dari tingkat pusat sampai daerah.
Jika nantinya putusan Bawaslu menemukan ada tindak pidana, maka sesuai aturan bisa diteruskan kepada kepolisian paling lama 1 x 24 sejak diputuskan Bawaslu.
“Terhadap ketentuan penanganan Tindak Pidana Pemilihan. Maka satu-satunya lembaga yang berwenang menerima laporan pelanggaran Pemilihan adalah Badan Pengawas Pemilu. Sedangkan Polri adalah lembaga yang menerima penerusan laporan dari Badan Pengawas Pemilu,” jelasnya.