Bruce Willis Alami Demensia Frontotemporal Hingga Kesulitan Berkomunikasi, Mengungkap Fakta Tentang Penyakitnya
Bruce Willis, aktor berusia 68 tahun, telah dihadapkan pada tantangan yang sulit setelah didiagnosis menderita demensia frontotemporal.
Bruce Willis Alami Demensia Frontotemporal Hingga Kesulitan Berkomunikasi, Mengungkap Fakta Tentang Penyakitnya
Teman lama Willis, pencipta serial televisi Moonlighting Glenn Gordon Caron, memberikan gambaran tentang keadaan aktor tersebut.
Bruce Willis, aktor berusia 68 tahun, telah dihadapkan pada tantangan yang sulit setelah didiagnosis menderita demensia frontotemporal.
Dalam wawancara terbaru dengan New York Post, Caron mengungkapkan bagaimana Willis mengalami kesulitan dalam perilaku dan bahasa, khususnya gejala afasia yang mempengaruhi kemampuan berkomunikasi akibat kerusakan di bagian depan dan samping otak.
- Susi Pudjiastuti jadi Rebutan, Diklaim Tim Prabowo dan Dipuji Setinggi Langit oleh Kubu Anies
- Fakta Sosok Demas Brian Wicaksono, Politisi yang Dikabarkan Gugat KPU Rp70,5 Triliun
- Didoakan Ibunda Cak Imin, Anies Baswedan Berulangkali Ucapkan 'Amin'
- Tiga Ilmuwan Ini Ngotot Suatu Saat Manusia Bisa Melintas Galaksi dalam Hitungan Detik
Caron menyatakan bahwa meskipun Willis masih bisa dikenali, semangat dan kebahagiaan hidupnya mulai memudar. "Namun, kebahagiaan hidupnya hilang," ujar Caron. Meskipun demikian, mereka tetap menjaga hubungan persahabatan mereka meski Willis tidak lagi dapat berkomunikasi secara verbal seperti dulu.
Kehilangan Kebahagiaan Hidup
Meskipun menghadapi kondisi sulit, Willis masih dapat merasakan kebahagiaan melalui prestasi masa lalunya. Caron memberitahu bahwa serial televisi Moonlighting, yang dibintangi oleh Willis dari 1985 hingga 1989, akan tayang kembali di platform streaming Hulu.
Moonlighting Kembali ke Layar Kaca
Meskipun Willis tidak dapat menyampaikan rasa senangnya secara langsung, Caron merasa Willis bersyukur bahwa karyanya akan dinikmati kembali oleh penonton.
Diagnosis dan Progresi Penyakit
Awal tahun ini, keluarga Willis mengumumkan bahwa penyakitnya dimulai dengan diagnosis afasia sebelum berkembang menjadi demensia frontotemporal.
Penyakit ini memengaruhi lobus frontal dan temporal otak, menyebabkan perubahan dalam kepribadian, perilaku, dan kemampuan berbahasa.
Menurut University of Navarra, gejala demensia frontotemporal melibatkan perubahan kepribadian, perilaku tidak pantas, impulsivitas, apatis, kehilangan empati, perilaku berulang atau kompulsif, dan perubahan pola makan.
Gejala yang Diperhatikan
Keunikan penyakit ini adalah kemungkinan menyerang orang yang lebih muda, antara usia 40 hingga 65 tahun, dibandingkan dengan jenis demensia lainnya yang biasanya muncul pada usia 65 tahun ke atas.
Jenis-Jenis Demensia Frontotemporal
John Hopkins Medicine membedakan beberapa jenis demensia frontotemporal, termasuk FTD varian depan yang lebih memengaruhi perilaku dan kepribadian, afasia progresif primer dengan kesulitan berkomunikasi, dan tipe lain yang sangat langka yang memengaruhi gerakan tubuh.
Tanda dan Gejala Demensia Frontotemporal
Gejala umum demensia frontotemporal melibatkan perubahan perilaku, seperti kehilangan empati, kurangnya penilaian, perilaku kompulsif, dan perubahan kebiasaan makan. Pasien juga mungkin tidak peduli dengan kebersihan diri dan cenderung memasukkan benda-benda yang bukan makanan ke dalam mulut.
1. Perubahan Perilaku
2. Kesulitan Berbahasa
Kesulitan berbahasa juga merupakan gejala umum, termasuk kesulitan menemukan kata yang tepat dan berbicara terbata-bata.
3. Masalah pada Sistem Gerak
Beberapa pasien mengalami masalah pada sistem gerak, termasuk koordinasi tubuh yang memburuk, kesulitan menelan, tremor, otot kaku, dan kejang.
Penyebab utama demensia frontotemporal tidak diketahui secara pasti, tetapi ada kaitan dengan penyusutan otak di bagian frontal dan temporal, serta penumpukan zat tertentu di otak. Faktor risiko utamanya adalah genetik, terutama jika ada riwayat keluarga dengan penyakit serupa.
Penyebab dan Faktor Risiko
Tidak ada tes spesifik untuk mendiagnosis demensia frontotemporal. Diagnosis didasarkan pada pengamatan gejala dan pemeriksaan yang membantu menyingkirkan kemungkinan penyebab lainnya.
Diagnosis dan Pengobatan
Tes darah, pengamatan gejala tidur, pengujian neuropsikologis, dan pemindaian otak seperti MRI dan FDG-PET dapat membantu dalam proses diagnosis.
Tes Kesehatan yang Dilakukan
Pengobatan yang Dilakukan
Hingga saat ini, tidak ada obat atau pengobatan khusus untuk menyembuhkan demensia frontotemporal. Pengobatan melibatkan manajemen gejala, seperti penggunaan antidepresan atau antipsikotik, terapi wicara, dan dukungan pengasuh.
Kehidupan dengan Demensia Frontotemporal
Pasien membutuhkan bantuan dalam menjalani aktivitas harian. Olahraga rutin, konsumsi makanan sehat, dan menciptakan lingkungan rumah yang aman dan nyaman dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
Tidak ada tindakan pencegahan yang dapat menurunkan risiko demensia frontotemporal. Kaitannya dengan faktor genetik membuat sulit untuk mencegah penyakit ini.
Pencegahan
Demensia frontotemporal adalah tantangan yang kompleks, memengaruhi kepribadian, perilaku, dan kemampuan berbahasa seseorang. Dalam kasus Bruce Willis, penyakit ini telah merubah kehidupannya secara drastis.
Semoga artikel ini memberikan wawasan yang bermanfaat dan dukungan untuk mereka yang terkena dampak demensia frontotemporal.