Kisah inspiratif Papa Udon, CEO Marugame, Tak Pernah Mengeluh Saat Berjuang Lawan Kanker Kandung Kemih
Kisah Papa Udon yang berjuang melawan kanker dan keteguhan Fanny Kondoh sangat menginspirasi dan menyentuh perasaan banyak orang.
Dalam suasana haru di pemakaman Hajime Kondoh, yang lebih dikenal sebagai Papa Udon, CEO Marugame Udon Indonesia, istri tercintanya, Fanny Kondoh, menyampaikan pesan yang sarat makna mengenai perjalanan hidup dan perjuangan suaminya melawan kanker.
Papa Udon, yang telah memeluk agama Islam dan menjadi inspirasi bagi banyak orang, menghembuskan napas terakhir setelah bertahan selama lima tahun melawan kanker kandung kemih.
- Cerita Menarik Ustaz Abdul Somad saat Kuliah di Maroko: Gak Ada Beras, Otak Gak Jalan
- Profil Hajime Kondoh CEO Marugame Udon Indonesia, Pria Asal Jepang Mualaf yang Meninggal Dunia
- Cegah Kanker dengan Cara Hindari Kandungan Karsinogenik pada Makanan Cepat Saji
- 50 Ucapan Hari Kanker Anak Sedunia 2024, Sebarkan Semangat & Motivasi Penuh Makna
Dalam sambutannya, Fanny mengenang berbagai momen berharga yang mereka lalui bersama, terutama bagaimana suaminya menghadapi sakit tanpa mengeluh meskipun kondisinya semakin memburuk setiap tahunnya.
"Saya ingin berterima kasih kepada semua yang hadir di sini, terutama kepada Pak Alwin dan Marugame. Kalau bukan karena Pak Alwin memperkenalkan saya pada Kondosan (panggilan sayang untuk Hajime Kondoh), mungkin saya tidak akan bertemu dengan belahan jiwa saya," ungkap Fanny dengan suara bergetar, sambil menahan air mata.
Fanny juga menceritakan perjuangan panjang yang dijalani suaminya dalam melawan penyakit ini. Ia menggambarkan Papa Udon sebagai sosok yang sangat kuat. Meskipun harus menghadapi rasa sakit yang luar biasa, Papa Udon tidak pernah menunjukkan keluhan atau kelemahan di depan keluarganya.
Fanny merasa sangat mengagumi keteguhan hati suaminya. "Beliau 5 tahun tidak pernah mengeluh sakit. 'Kenapa kok aku kanker?' dan 'Kenapa kok ujian ini menimpa kepada saya', tidak pernah," ujarnya, menirukan ketenangan dan ketabahan suaminya selama masa sakit.
Selain itu, Fanny mengungkapkan bahwa setiap kali ia merasa khawatir, Papa Udon selalu memberikan respons yang menenangkan.
"Kondosan cuma bilang, 'Ini adalah ujian saya. Tuhan memberi saya ujian. Aku baik-baik saja,'" kata Fanny Kondoh, menggambarkan sikap optimis suaminya meski dalam kondisi yang sulit.
Kisah ini menunjukkan betapa kuatnya ikatan antara Fanny dan Hajime, serta bagaimana ketabahan dan sikap positif Papa Udon menjadi inspirasi bagi banyak orang di sekitarnya.
Fanny Kondoh Mengandalkan Kata-Kata Papa Udon
Setiap kali Fanny merasa cemas, Papa Udon selalu menenangkannya dengan ucapan, "Sayang, aman? Aman." Kalimat tersebut telah menjadi pegangan Fanny selama lima tahun mereka menghadapi berbagai tantangan yang luar biasa.
"Di depan saya, dia tidak pernah menunjukkan kelemahan sebagai suami, meskipun fisiknya tidak sekuat dahulu," ungkap Fanny sambil menahan air mata.
Fanny, yang dibesarkan dalam lingkungan Muslim, menjelaskan bahwa meskipun Papa Udon seorang mualaf, ia banyak belajar tentang kebaikan dan sikap positif terhadap orang lain dari suaminya. Walaupun Papa Udon berjuang melawan penyakit yang berat, ia selalu berusaha untuk tetap kuat dan tegar demi keluarganya.
"Setiap tahun Kondosan semakin drop, semakin drop," kenang Fanny. "Namun, beliau selalu berusaha mengatur segala sesuatunya. Meskipun jalannya goyah dan tubuhnya lumpuh sebagian, dia tidak pernah menyerah."
Kehadiran Papa Udon yang penuh kasih dan pengabdian telah meninggalkan jejak yang mendalam di hati Fanny. Meskipun suaminya kini telah tiada, Fanny yakin bahwa Hajime akan selalu melindunginya dari tempat yang lebih baik.
Pidato Fanny pun menjadi viral di berbagai platform media sosial, khususnya TikTok, di mana banyak pengguna merasakan keharuan dari kisah cinta mereka. Perjuangan dan keteguhan Hajime Kondoh, bersama cinta sejati yang mereka jalin, telah menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang yang sedang menghadapi cobaan dalam hidup.
Fanny Kondoh Membeli Makam untuk Suami dan Istri Sebelum Ayah Udon Meninggal
Fanny Kondoh membagikan sebuah cerita yang sangat menyentuh dan bermakna di TikTok beberapa bulan sebelum kepergian suaminya. Tepat empat bulan sebelum Papa Udon meninggal dunia akibat kanker pada Rabu, 16 Oktober 2024, Fanny mengunggah video yang mengisahkan keputusan unik mereka: membeli makam untuk suami-istri secara tunai, meskipun mereka belum memiliki rumah sendiri.
Dalam video yang diunggah pada 6 Juni 2024, Fanny dengan nada bercanda namun tulus menyatakan, "Orang gila mana yang rumah aja masih ngontrak, malah prioritasin beli kuburan suami-istri dan malah dibayar cash? Ya, orang gila itu adalah aku."
Keputusan ini tidak hanya mengejutkan banyak orang, tetapi juga mencerminkan pandangan hidup yang dalam. Fanny menjelaskan bahwa harga rumah sangat tinggi, dan mereka berdua berusaha untuk menghindari utang riba.
"Kalau rumah kan miliaran, dan aku sangat menghindari hutang riba. Jadi, belum berani dulu. Kalau kuburan kan masih terjangkau dan bisa dibayar cash," ungkapnya.
Bagi Fanny dan Papa Udon, membeli tanah makam adalah langkah yang bijak karena pada akhirnya, setiap orang pasti akan menghadapi kematian. Mereka merasa lebih tenang dengan mempersiapkan 'rumah terakhir' mereka, yaitu liang lahat, daripada harus berhutang demi membeli rumah di dunia.
"Nggak papa tinggalnya ngontrak dulu, yang penting enggak pakai hutang riba. Rumah terakhir kita itu ya liang lahat kita," tuturnya dengan penuh keyakinan.
Dengan keputusan ini, Fanny dan Papa Udon menunjukkan bahwa mereka lebih memilih untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan setelah mati, ketimbang terjebak dalam utang yang bisa membebani hidup mereka. Mereka percaya bahwa persiapan untuk 'rumah terakhir' adalah hal yang lebih penting dan realistis, mengingat segala sesuatu di dunia ini bersifat sementara.
Pembicaraan Mengenai "Rumah Terakhir" dengan Papa Udon
Keputusan ini bukan sekadar tentang membeli tempat peristirahatan. Fanny juga membagikan momen berharga ketika mereka membahas detail-detail kecil yang mengharukan mengenai posisi mereka di makam nanti. Saat mereka mengunjungi lokasi pembangunan makam, Fanny bertanya kepada Papa Udon, “Nanti honey mau di kanan atau di kiri gitu, kan?” Papa Udon menjawab, “Samain aja deh sama posisi kita tidur. Kamu di kanan, aku di kiri,” katanya.
Meskipun terdengar agak ekstrem dan sarkastis, Fanny menegaskan bahwa merenungkan tentang kematian dan kehidupan setelah mati adalah hal yang sangat penting.
“Hidup ini sebentar, kita enggak akan lama-lama di dunia ini,” tambahnya dengan penuh kesadaran.
Fanny juga menyatakan bahwa memiliki makam untuk suami dan istri memberikan ketenangan batin.
“Sejak aku punya kuburan suami-istri sama Papa Udon, jauh di dalam lubuk hati aku, aku tuh selalu ngerasa tenang karena aku selalu inget kematian,” ungkapnya.
Kesadaran akan kematian ini mendorong Fanny untuk terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik setiap hari. Dia berkomitmen untuk menjadi istri yang taat, rajin bersedekah, berdoa, dan beribadah.
“Jadi, apapun amalan yang bisa berpahala dan bisa menemani aku nanti di alam kubur, di akhirat nanti, itu pasti bakalan aku lakuin,” tuturnya.
Fanny percaya bahwa dengan mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah mati, dia dapat menjalani hidup dengan lebih bermakna. Dia merasa bahwa setiap tindakan baik yang dilakukan di dunia ini akan berkontribusi pada kebahagiaan di akhirat.
Selain itu, diskusi mengenai kematian dan makam ini juga mempererat hubungan mereka sebagai pasangan, karena mereka saling memahami pentingnya saling mendukung satu sama lain dalam perjalanan hidup ini.