Pakar Ungkap Potensi Bahaya BPA Terhadap Reproduksi Pria, Wajib Diwaspadai!
Paparan BPA, terutama saat janin masih dalam kandungan, bisa menyebabkan kelainan pada organ reproduksi pria.
Kekhawatiran mulai timbul dari praktik industri air minum dalam kemasan (AMDK) di tanah air. Kemasan galon yang didistribusikan kepada konsumen seringkali dibawa menggunakan transportasi tanpa penutup di atasnya. Hal ini tentu sangat memprihatikan, mengingat galon-galon tersebut bisa terpapar langsung pada suhu ekstrem, terutama saat panas matahari menerjang.
Perlu diketahui bahwa paparan panas matahari bisa memicu pelepasan senyawa BPA dari dinding kemasan galon ke dalam air yang diwadahinya. Risiko ini pun juga akan meningkat apanila galon melalui proses pencucian berulang.
-
Kenapa BPA berbahaya untuk kesehatan reproduksi? Sebagai informasi, dr. Oka Negara memiliki kompetensi di bidang kesehatan seksual dan reproduksi. Hingga saat ini, ia juga aktif di Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Bali. Dengan kompetensinya, ia menegaskan bahwa paparan senyawa BPA terutama saat masih janin di dalam kandungan, bisa menyebabkan kelainan pada organ reproduksi baik pada perempuan maupun laki-laki."BPA ini masuk dalam konteks Endocrine Disrupting Chemicals (EDCs) atau bahan-bahan kimia yang mengganggu hormon.
-
Apa bahaya BPA bagi kesehatan janin? Zat kimia seperti BPA ini nyatanya dapat memberikan berbagai bahaya bagi tumbuh dan kembangnya janin di dalam kandungan. Misalnya saja seperti risiko perkembangan otak abnormal, masalah perilaku, gangguan sistem kekebalan tubuh, hingga meningkatkan risiko keguguran dan persalinan prematur pada perempuan hamil.
-
Apa bahaya dari BPA yang terlepas ke air? Paparan inilah yang memicu pelepasan senyawa Bisfenol A (BPA) dari dinding kemasan galon ke dalam air yang diwadahinya."Galon ini menjadi masalah pada waktu akan ditransport atau didistribusikan, mulai dari yang kosong mau diisi, maupun yang sudah diisi dan (dikirim) ke distributor-distributornya, itu saya lihat dan beberapa data menyebutkan bahwa walaupun mereka tidak panas, tapi dalam distribusinya bisa terpapar panas, karena ditaruh di truk-truk terbuka,"
-
Mengapa BPOM mendorong labelisasi bahaya BPA pada galon guna ulang? Penny menegaskan, seperti dikutip Antara (17/7), kebijakan labelisasi bahaya BPA pada galon guna ulang berbahan polikarbonat didasari atas isu global serta penelitian secara saintifik.
-
Kenapa BPOM mewajibkan pencantuman potensi bahaya BPA pada kemasan galon polikarbonat AMDK? Ya, diketahui bahwa aturan tersebut dibikin untuk mengurangi kekhawatiran para konsumen akan risiko Bisfenol A (BPA) pada air minum dalam kemasan.
-
Bagaimana BPOM mengantisipasi bahaya BPA pada galon air minum? Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sebagai bentuk tanggung jawab dan kepeduliannya terhadap permasalahan ini, membuat rencana untuk pelabelan risiko senyawa kimia berbahaya BPA pada galon air minum bermerek. "Rencana regulasi tersebut menunjukkan negara hadir dalam melindungi kesehatan masyarakat. Pelaku usaha pastinya memahami rencana pelabelan ini dan kami berharap dukungan semua pemangku kepentingan”
“Galon ini menjadi masalah pada waktu akan ditransport atau didistribusikan, mulai dari yang kosong mau diisi, maupun yang sudah diisi dan dikirim ke distributor-distributornya, itu saya lihat dan beberapa data menyebutkan bahwa walaupun mereka tidak panas, tapi dalam distribusinya bisa terpapar panas, karena ditaruh di truk-truk terbuka,” kata dr. I Made Oka Negara dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, di sela Seminar BPA Free bertema ‘Perilaku Sehat, Reproduksi Sehat, Keluarga Sejahtera’, di Hotel Amarossa Cosmo, Jakarta (5/9).
“Jadi, paparan panas dan paparan sinar ultraviolet (UV) akan menyebabkan BPA-nya terlepas. Kalau bisa, saran saya, truk-truk pengangkutnya berataplah, jadi tidak ada pengaktifan BPA-nya yang tergelontor lepas,” katanya menambahkan.
“Dalam konteks kandungan senyawa kimia BPA, beberapa penelitian sudah sangat masif menjelaskan bahwa BPA berbahaya secara akumulatif untuk kesehatan,” katanya lagi.
Bahaya BPA Terhadap Gangguan Reproduksi
Dalam momen bincangnya, Dr. Oka Negara yang juga dikenal sebagai ahli di bidang kesehatan dan reproduksi menegaskan bahwa paparan BPA, terutama saat janin masih dalam kandungan, bisa menyebabkan kelainan pada organ reproduksi pria. Salah satunya micropenis, yaitu kondisi di mana ukuran penis lebih kecil dari biasanya.
- Terbukti Tak Bersalah Atas Kasus Pembunuhan, Pria Ini Dapat Hadiah Rp206 Miliar Setelah 27 Tahun Dipenjara
- Pria Ini Buktikan Hidup di Perkotaan Bisa Bisnis Peternakan hingga Omzet Rp5 Miliar
- Pakar Kesehatan Ajak Masyarakat Lebih Kritis Soal Informasi yang Mengesampingkan Bahaya BPA
- Mengapa Pria Juga Harus Diperiksa Jika Ingin Memiliki Momongan? Pemeriksaan Apa Saja yang Mungkin Dilakukan
“Bila BPA Dikonsumsi terus menerus, maka bisa menimbulkan gangguan estrogen. Sementara untuk laki-laki bisa berpotensi mengalami micropenis dan gangguan kesuburan. Kalau pada perempuan, cenderung mengalami debut seksual lebih awal, payudaranya dan panggulnya lebih besar lebih awal,” katanya melanjutkan.
Adapun bahaya kontaminasi BPA pada AMDK galon polikarbonat ini sudah dibuktikan oleh penelitian lapangan yang dilakukan BPOM. Dalam hasilnya, diungkapkan bahwa air kemasan dari galon berbahan polikarbonat di enam daerah Indonesia menunjukkan tingkat kontaminasi BPA yang mengkhawatirkan. Kadar BPA dalam air kemasan pun terdeteksi melebihi batas aman, sehingga memicu revisi regulasi BPOM.
Tekankan Urgensi Regulasi Pelabelan AMDK
Adanya kekhawatiran ini kemudian mendorong berbagai pihak untuk kembali menekankan urgensi regulasi pelabelan pada kemasan bahan plastik. Salah satunya yakni Yeni Restiani, Direktorat Standardisasi Pangan Olahan yang juga hadir di forum yang sama.
“Sejak 5 April 2024, semua AMDK yang beredar di Indonesia wajib mengikuti ketentuan dalam Peraturan BPOM No. 6 tahun 2024,” kata Yeni.
Yeni menjelaskan bahwa ada dua poin penting yang terdapat pada perubahan kedua peraturan BPOM No 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Salah satunya yaitu penambahan pasal 61A yang isinya mewajibkan pencantuman label peringatan risiko BPA pada semua galon air minum bermerek yang menggunakan kemasan polikarbonat.
Menurutnya, proses migrasi atau perpindahan BPA dari kemasan ke dalam pangan bisa terjadi karena beberapa hal. Penyebabnya antara lain, proses pencucian yang tidak tepat, penggunaan air pada suhu tinggi di atas 75 derajat celcius, terdapat residu detergen, dilakukannya pembersihan yang mengakibatkan goresan, penyimpanan tidak tepat, hingga paparan sinar matahari langsung atau karena lamanya terpapar sinar matahari.
Sahnya Regulasi Pelabelan pada AMDK
Regulasi pelabelan pada kemasan AMDK polikarbonat kini sudah sah diberlakukan dengan tenggat waktu empat tahun kepada produsen untuk berbenah. BPOM mendasari urgensi pelabelan ini berkat temuan lapangan yang menemukan adanya kandungan BPA pada air minum kemasan galon polikarbonat di enam daerah di Indonesia.
Dalam temuan tersebut, sejumlah AMDK memiliki kadar BPA yang melebihi ambang batas (0,9 ppm per liter) pada periode 2021-2022. Padahal ambang batas yang ditentukan adalah sebesar 0,6 bagian per sejuta (ppm) per liter. Keenam daerah yang AMDK galonnya diduga tercemar paparan BPA, di antaranya Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tenggara.
Setidaknya, ada 3,4 persen AMDK dengan tinggi BPA yang ditemukan pada sarana distribusi dan peredaran. Sedangkan hasil uji migrasi BPA yang mengkhawatirkan (0,05-0,6 ppm per liter) ada sekitar 46,97 persen dan ditemukan di sarana distribusi dan peredaran, serta 30,19 persen ditemukan di sarana produksi. Sementara itu, uji kandungan BPA pada AMDK yang melebihi 0,01 ppm, 5 persen ditemukan di sarana produksi serta 8,6 persen ditemukan di sarana distribusi dan peredarannya.
Data ini membuktikan bahwa kontaminasi BPA berlebih terhadap AMDK galon terjadi akibat proses pasca produksi. Dari proses penyaluran hingga penyimpanan AMDK galon di berbagai suhu dan ruang diduga tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“Nah, sekarang kita lihat apakah semua bukti ini mau dianggap nggak apa-apa? Atau kita mau lihat generasi berikutnya adalah generasi yang benar-benar lebih sehat” kata dr. Oka Negara.
(*)