Waspada! Pewarna Makanan Berbahaya yang Perlu Dihindari untuk Kesehatan Anda
Berikut adalah beberapa jenis pewarna makanan berbahaya yang perlu dihindari untuk kesehatan Anda dan dampaknya.
Penggunaan pewarna makanan sintetis kini menjadi perhatian dunia, termasuk di Indonesia. Pewarna ini pertama kali dibuat dari tar batu bara pada tahun 1856, dan saat ini sebagian besar berasal dari petroleum. Artinya, ketika seseorang mengonsumsi makanan yang mengandung pewarna sintetis, mereka sebenarnya mengonsumsi produk yang berasal dari minyak mentah, yang juga digunakan untuk bahan bakar dan aspal.
Pewarna ini sering dipakai untuk menarik perhatian konsumen dan memberikan daya tarik visual pada makanan, serta menstabilkan warna. Namun, keberadaannya dalam produk makanan sehari-hari dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat. Meskipun penggunaannya telah dilarang, penting bagi masyarakat untuk tetap memahami risiko yang terkait agar dapat mencegah penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
-
Apa saja zat pewarna makanan yang berbahaya? Meskipun banyak pewarna makanan yang aman, ada 11 jenis yang perlu dihindari.
-
Bagaimana cara menghindari pewarna makanan berbahaya? Penting bagi orangtua untuk mengambil langkah-langkah pencegahan agar anak-anak terhindar dari pewarna makanan berbahaya.
-
Dimana zat pewarna makanan berbahaya biasa digunakan? Allura Red (Red 40)Mengandung benzidin, yang dikaitkan dengan karsinogen. Berpotensi menyebabkan alergi, intoleransi makanan, dan kerusakan otak. Di restoran cepat saji, allura red banyak digunakan untuk campuran bahan pembuatan es krim, gelato, jus, kue, dan makanan manis lainnya.
-
Bagaimana cara pengawetan makanan dilakukan? Pengawetan makanan telah mengalami perkembangan pesat, terutama dalam hal jenis dan fungsi zat kimia yang digunakan.
-
Kenapa Pecel Semanggi jadi makanan khas Surabaya? Pecel Semanggi tercipta dari kebiasaan warga memanfaatkan tanaman di sekitar rumah untuk dimasak menjadi Semanggi Suroboyo.
-
Kapan jaring-jaring makanan terbentuk? Setiap habitat tentu mempunyai jaring makanan yang diciptakan dengan cara berbeda pula.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Indonesia telah melarang sejumlah zat berbahaya dalam makanan, seperti rhodamin B dan metanil kuning. Pewarna makanan ini dapat menyebabkan efek samping yang merugikan, termasuk reaksi alergi, asma, urtikaria, gangguan perilaku, dan bahkan kanker.
Jenis-jenis Pewarna Makanan Sintetis
Pewarna makanan sintetis memberikan makanan terlihat lebih menarik secara visual. Namun, pewarna makanan ini tidak memiliki kandungan gizi yang baik. Dilansir dari Center for Science in the Public Interest, berikut adalah beberapa jenis pewarna makanan sintetis yang berbahaya apabila dikonsumsi.
- Blue 1: Pewarna ini sering digunakan dalam minuman, permen, dan produk roti. Beberapa penelitian menunjukkan adanya potensi risiko kanker yang kecil dan kemungkinan pengaruh negatif terhadap neuron. Meskipun mungkin aman bagi orang yang tidak alergi, perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap Blue 1.
- Red 3: Pewarna ini digunakan dalam permen dan produk roti, dengan bukti yang menunjukkan bahwa ia dapat menyebabkan tumor tiroid pada tikus. Meskipun FDA merekomendasikan pelarangan penggunaannya, tekanan dari industri cherry membuat pewarna ini tetap diperbolehkan dalam beberapa produk, meskipun sekarang telah digantikan oleh pewarna yang lebih tidak kontroversial, yaitu Red 40.
- Yellow 5: Pewarna ini sering ditemukan dalam makanan penutup gelatin, permen, dan makanan kucing. Yellow 5 diketahui dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas serta memicu hiperaktivitas pada beberapa anak. Pewarna ini juga berpotensi terkontaminasi zat karsinogenik seperti benzidin.
- Yellow 6: Umumnya digunakan dalam minuman, permen, dan produk roti, pewarna ini dapat menyebabkan tumor pada kelenjar adrenal dan ginjal. Meskipun FDA menganggap Yellow 6 tidak berisiko signifikan bagi manusia, pewarna ini masih dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang kadang-kadang serius.
- Red 40: Pewarna ini merupakan yang paling banyak digunakan dan dapat ditemukan dalam soda, permen, dan berbagai produk makanan lainnya. Meskipun telah melalui berbagai pengujian, bukti yang ada menunjukkan hasil yang tidak konsisten terkait dampaknya bagi kesehatan.
Adapun pewarna makanan sintetis berbahaya lainnya. Dilansir dari Regal Springs, berikut dua jenis pewarna makanan sintetis rhodamin B dan metanil kuning:
Rhodamin B: Pewarna ini sering digunakan dalam industri tekstil dan makanan, tetapi penggunaannya dalam produk pangan dapat menimbulkan risiko kesehatan yang serius. Zat ini dapat terakumulasi dalam lemak tubuh dan memiliki ikatan yang kuat dengan protein. Penelitian menunjukkan bahwa paparan jangka panjang terhadap rhodamin B dapat menyebabkan disfungsi hati dan bahkan kanker hati. Oleh karena itu, Badan POM melarang penggunaan rhodamin B dalam produk makanan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia karena mengandung logam berat. Penggunaan pewarna ini dalam makanan dilarang keras karena dapat merusak fungsi hati dan berpotensi menyebabkan kanker hati. Di Eropa, rhodamin B telah dilarang sejak tahun 1984.
- Jangan Dianggap Remeh, ini Dampak Buruk Sering Sarapan Makanan Pedas Setiap Hari
- Waspada! Ini 5 Kesalahan Sepele saat Memasak yang Bisa Bikin Berat Badan Melonjak
- 18 Pewarna Alami Makanan, Tak Hanya Aman Dikonsumsi Tapi juga Bikin Badan Sehat
- 6 Jenis Makanan yang dapat Merusak Otak, Kenali Cara Menguranginya
Metanil kuning: Pewarna sintetis ini digunakan di berbagai industri, termasuk tekstil dan cat. Namun, saat digunakan dalam makanan, metanil kuning dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Gejala yang mungkin muncul akibat konsumsi metanil kuning meliputi mual, muntah, dan nyeri perut. Dalam jangka panjang, zat ini juga dapat meningkatkan risiko kanker kandung kemih. Mengingat potensi bahaya tersebut, Badan POM telah melarang penggunaan metanil kuning dalam produk makanan.
Dampak Pewarna Makanan Sintetis untuk Kesehatan
Dilansir dari Peaceful Mountain Medicine, Dampak negatif dari pewarna makanan sintetis terhadap kesehatan tubuh telah meningkat secara signifikan. Dalam 50 tahun terakhir, konsumsi pewarna makanan meningkat hingga 500%, dengan anak-anak menjadi kelompok konsumen terbesar. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dapat mengonsumsi hingga 100 mg pewarna makanan per hari, padahal hanya 30 mg sudah cukup untuk memicu masalah perilaku. Sayangnya, tingkat konsumsi ini belum pernah diuji untuk memastikan keamanannya.
Studi-studi yang ada sebagian besar dilakukan oleh perusahaan kimia itu sendiri, yang menciptakan potensi bias. Penelitian ini hanya menilai keselamatan dari pewarna makanan yang terisolasi, tanpa mempertimbangkan kombinasi pewarna dalam makanan olahan. Efek sinergis dari kombinasi ini mungkin jauh lebih berbahaya dibandingkan pewarna yang diuji secara terpisah.
Berbagai penelitian independen menunjukkan bahwa pewarna makanan dapat menyebabkan masalah kesehatan serius. Sebuah studi yang diterbitkan di The Lancet pada tahun 2007 menemukan bahwa kombinasi pewarna makanan dan pengawet natrium benzoat dapat meningkatkan hiperaktivitas pada anak-anak. Selain itu, penelitian dari North Shore Hospital-Cornell Medical Center pada tahun 1994 menunjukkan bahwa 73% anak dengan ADHD mengalami perbaikan setelah menghindari pewarna makanan sintetis.
Beberapa pewarna, seperti Yellow 5, telah dikaitkan dengan perubahan perilaku, termasuk peningkatan mudah marah dan kesulitan tidur. Penelitian lain juga mengindikasikan bahwa pewarna ini dapat menyebabkan reaksi alergi dan gejala asma. Pewarna yang paling umum digunakan, seperti Red 40, Yellow 5, dan Yellow 6, merupakan yang paling berisiko menyebabkan reaksi alergi sistemik. Selain itu, pewarna ini juga mengandung kontaminan karsinogenik yang berbahaya.