6 Mitos Penyakit Alzheimer, Ternyata Tak Hanya Menyerang Lansia
Terdapat berbagai mitos penyakit Alzheimer yang sering menyesatkan karena tak memiliki dasar penjelasan ilmiah.
Alzheimer adalah penyakit neurodegeneratif yang menyebabkan penurunan fungsi otak secara progresif, terutama memengaruhi ingatan, kemampuan berpikir, dan perilaku seseorang. Penyakit ini biasanya menyerang orang lanjut usia.
Meski begitu, bukan berarti penyakit Alzheimer hanya menyerang lansia saja. Penyakit ini bisa menyerang orang yang lebih muda. Selain itu, terdapat berbagai mitos penyakit Alzheimer lainnya yang perlu dipahami. Berikut, kami rangkum berbagai mitos penyakit Alzheimer dan penjelasan faktanya, bisa disimak.
-
Apa yang dimaksud dengan mitos? Mite atau mitos adalah sebuah istilah yang berasal dari bahasa Yunani muthos yang secara harfiah bermakna sebagai cerita atau sesuatu yang dikatakan orang. Dalam arti yang lebih luas bisa bermakna sebagai suatu pernyataan, di samping itu mitos juga dipadankan dengan kata mythology dalam bahasa Inggis yang memiliki arti sebagai suatu studi atas mitos atau isi mitos.
-
Siapa yang menemukan Penyakit Alzheimer? Penyakit ini dinamai berdasar nama dokter Jerman, Alois Alzheimer, yang pertama kali mendeskripsikannya pada tahun 1906.
-
Apa itu mitos? Mitos adalah kepercayaan yang diceritakan secara turun temurun. Mitos, sebagai warisan kultural yang telah melintasi generasi dan peradaban, tetap menjadi elemen tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Fenomena ini telah menciptakan narasi-narasi yang kaya akan simbolisme, makna, dan pandangan dunia.
-
Mengapa penyakit ini dinamai Alzheimer? Nama Alzheimer diberikan untuk menghormati Alois Alzheimer, yang telah mengidentifikasi salah satu kasus demensia.
-
Bagaimana kunyit membantu mengurangi risiko Alzheimer? Kurkumin dalam kunyit membantu meningkatkan respons makrofag dalam membasmi plak beta-amyloid di otak, sehingga mengurangi risiko Alzheimer.
1. Alzheimer Sama dengan Demensia
Mitos penyakit Alzheimer yang pertama dianggap sama dengan demensia. Sering kali, Alzheimer dan demensia dianggap sama, namun sebenarnya keduanya memiliki klasifikasi yang berbeda.
Alzheimer adalah salah satu jenis demensia, yaitu gangguan otak yang menyebabkan penurunan fungsi kognitif, seperti ingatan dan kemampuan berpikir. Sementara demensia adalah istilah umum yang mencakup sejumlah kondisi yang mempengaruhi memori, perilaku, dan kemampuan sehari-hari.
Perbedaan ini penting untuk dipahami agar kita bisa menghilangkan mitos yang umum beredar. Tidak semua demensia disebabkan oleh Alzheimer; ada jenis demensia lainnya seperti demensia vaskular, demensia Lewy body, dan frontotemporal. Setiap tipe memiliki penyebab, gejala, dan perawatan yang berbeda-beda.
Dengan mengetahui bahwa Alzheimer adalah bagian dari kategori yang lebih luas yaitu demensia, kita dapat lebih tepat dalam mendukung mereka yang mengalami gangguan kognitif. Kesadaran akan klasifikasi ini akan membantu membangun pemahaman yang lebih baik dan mengurangi stigma yang mungkin ada terhadap orang dengan kondisi ini.
2. Alzheimer Hanya Menyerang Lansia
Mitos penyakit Alzheimer berikutnya dianggap hanya menyerang lansia. Mitos bahwa Alzheimer hanya menyerang lansia tidaklah benar. Meskipun penyakit ini memang umum terjadi pada individu berusia di atas 65 tahun, terdapat juga kasus Alzheimer dini yang menyerang orang-orang berusia antara 30 hingga 60 tahun. Alzheimer dini merupakan kondisi langka yang mempengaruhi kurang dari 10 persen penderita Alzheimer.
- 3 Mitos Tanda Putih di Kuku yang Sering Dipercaya, Ketahui Penyebab Medisnya
- 5 Mitos Penyakit GERD yang Sering Disalahpahami, Dapat Memicu Kanker
- 5 Mitos Penyakit Cacar Air yang Sering Disalahpahami, Hanya Menyerang Sekali Seumur Hidup
- 5 Mitos Penyakit Jantung yang Sering Dipercaya, Simak Penjelasan Medisnya
Gejala Alzheimer biasanya meliputi kehilangan memori, kesulitan dalam berkomunikasi, dan perubahan perilaku. Bagi mereka yang didiagnosis dengan Alzheimer dini, tantangan yang dihadapi bisa jauh lebih kompleks, karena mereka sering kali masih menjalani tanggung jawab sehari-hari seperti pekerjaan dan keluarga.
Faktor genetik juga dapat berperan dalam peningkatan risiko Alzheimer dini. Penelitian menunjukkan bahwa beberapa gen dapat mempengaruhi kemungkinan seseorang mengalami penyakit ini pada usia muda. Oleh karena itu, penting untuk mengedukasi masyarakat tentang Alzheimer dalam semua rentang usia, dan tidak menganggap sepenuhnya bahwa penyakit ini hanya menyerang lansia.
3. Alzheimer Bagian Normal dari Proses Penuaan
Mitos penyakit Alzheimer selanjutnya dianggap bagian dari proses penuaan. Alzheimer bukanlah bagian normal dari proses penuaan. Ini adalah kondisi serius yang berpengaruh pada kemampuan berpikir, berbicara, dan melakukan aktivitas sehari-hari. Meskipun kehilangan ingatan sering terjadi seiring bertambahnya usia, hal ini berbeda dengan gejala Alzheimer yang lebih parah dan progresif.
Pada kasus Alzheimer, kehilangan ingatan tidak hanya bersifat ringan, melainkan dapat mengarah pada ketergantungan pada orang lain untuk menjalani rutinitas harian. Penderita sering kesulitan dalam mengenali orang terdekat, berkomunikasi, dan mengambil keputusan.
Di Amerika Serikat, Alzheimer menjadi salah satu penyebab utama kematian. Penderita biasanya memiliki rentang hidup antara 4 hingga 20 tahun setelah diagnosis, dengan kondisi yang semakin memburuk seiring berjalannya waktu. Penting untuk memahami bahwa Alzheimer adalah kondisi yang memerlukan perhatian serius, bukan sekadar bagian dari penuaan yang wajar.
4. Penderita Alzheimer Sering Bersikap Kasar
Mitos penyakit Alzheimer lainnya dikaitkan dengan sikap kasar. Penderita Alzheimer sering mengalami perubahan kepribadian dan suasana hati yang signifikan. Meskipun ada kalanya mereka menunjukkan perilaku yang tampak kasar, penting untuk memahami bahwa ini bukanlah gambaran keseluruhan dari kondisi mereka.
Perubahan ini bisa disebabkan oleh frustrasi akibat kehilangan kemampuan kognitif, yang membuat mereka merasa bingung atau tertekan.
Dalam proses pengobatan, sangat penting bagi kita untuk tetap tenang dan terlibat secara aktif. Menjadi pendengar yang baik sangat membantu mereka merasa didengar dan dihargai, sehingga dapat mengurangi ketegangan yang mereka alami. Ketika kita menunjukkan dukungan, kita memberi mereka ruang untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran tanpa takut dihakimi.
Menyadari bahwa perubahan perilaku ini sering kali merupakan respons terhadap situasi yang sulit, kita dapat lebih empatik dan sabar. Dengan pendekatan yang penuh pengertian, kita dapat membantu penderita Alzheimer menjalani proses pengobatan dengan lebih baik, sekaligus mengurangi potensi konflik yang dapat muncul.
5. Alzheimer Dapat Dicegah dengan Suplemen
Mitos penyakit Alzheimer yang kelima yaitu dikatakan bisa dicegah dengan suplemen. Hingga saat ini, belum ada penelitian yang secara meyakinkan membuktikan bahwa vitamin, produk herbal, atau obat-obatan lain dapat mencegah penyakit Alzheimer, meskipun banyak orang sering menganggap suplemen bisa membantu. Penelitian yang ada belum berhasil menunjukkan efek signifikan dari suplemen ini dalam pencegahan Alzheimer.
Penting untuk ditekankan bahwa penerapan gaya hidup aktif dan sehat adalah cara yang lebih efektif untuk menurunkan risiko Alzheimer. Aktivitas fisik rutin, seperti olahraga, serta diet seimbang yang kaya akan buah, sayuran, dan biji-bijian dapat berkontribusi besar terhadap kesehatan otak.
Selain itu, kontrol terhadap kondisi kronis, seperti hipertensi dan diabetes, juga sangat berperan penting dalam mencegah perkembangan penyakit ini. Dengan mengadopsi gaya hidup sehat dan menjaga kondisi kronis dengan baik, dapat mengurangi risiko Alzheimer secara signifikan. Sebagai kesimpulan, lebih baik fokus pada kebiasaan sehari-hari yang sehat daripada bergantung pada suplemen yang belum terbukti efektif.
6. Alzheimer Tidak Menyebabkan Kematian
Mitos penyakit Alzheimer lainnya yaitu dipercaya tidak menyebabkan kematian. Mitos bahwa penyakit Alzheimer tidak menyebabkan kematian sering kali menyesatkan. Meskipun Alzheimer tidak berkembang secepat penyakit kanker, efek dari kondisi ini pada fungsi dasar seperti makan dan minum dapat berujung pada kematian.
Banyak pasien dengan Alzheimer dapat bertahan antara 8 hingga 10 tahun setelah diagnosis, namun kekurangan nutrisi dan perubahan perilaku selama perjalanan penyakit dapat memperburuk prognosis mereka.
Seiring berjalannya waktu, kemampuan pasien untuk merawat diri sendiri berkurang, sehingga risiko terjadinya komplikasi serius, seperti infeksi atau dehidrasi, meningkat. Hal ini menegaskan pentingnya memahami bahwa Alzheimer dapat berakibat fatal, meskipun sering dianggap bukan penyakit mematikan. Kesadaran tentang risiko ini penting untuk memberikan dukungan dan perawatan yang tepat bagi pasien dan keluarganya. Mempelajari dan berbagi informasi ini dapat membantu menghapus stigma seputar Alzheimer dan meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan pasien.