Nasib Burung Maleo di Tengah Pandemi, Hewan Endemik yang Kini Dijaga Ketat Petugas
Ada cerita unik di tengah pandemi Covid-19 yang masih merebak di Tanah Air hingga kini. Di tengah pandemi ini, burung-burung Maleo di Suaka Margasatwa (SM) Pinjan Tanjung Matop Tolitoli, Sulawesi Tengah masih “menikmati” musim bertelurnya.
Ada cerita unik di tengah pandemi Covid-19 yang masih merebak di Tanah Air hingga kini. Di tengah pandemi ini, burung-burung Maleo di Suaka Margasatwa (SM) Pinjan Tanjung Matop Tolitoli, Sulawesi Tengah masih “menikmati” musim bertelurnya.
Musim bertelur burung endemik Sulawesi ini, dimulai sejak April lalu. Hingga pertengahan Juni, sudah ada sebanyak 306 telur telah ditanam dalam kandang penetasan semi alami.
-
Bagaimana burung puter di Sumut dapat dianggap sebagai penanda datangnya cuaca buruk? Konon, jika burung puter sering kali bernyanyi pada malam hari, itu adalah pertanda adanya cuaca buruk yang akan datang.
-
Apa yang tumbuh di pekarangan Sutawi di Desa Bitingan? Pohon kurma itu berbuah sangat lebat di pekarangan Sutawi (64), seorang warga Desa Bitingan, Kecamatan Sale, Kabupaten Rembang.
-
Kapan pohon kurma milik Sutawi berbuah lebat? Pohon tersebut tumbuh dengan sendirinya dan baru berbuah lebat tahun 2024 ini.
-
Di manakah kepercayaan tentang burung puter sebagai pertanda keberuntungan di Sumut umumnya muncul? Masyarakat sering kali mencari makna dalam fenomena alam, termasuk suara burung-burung pada malam hari, untuk memberikan interpretasi tentang kehidupan dan nasib mereka.
-
Apa yang dikeluarkan oleh burung sebagai kotoran? Namun, kotoran burung terdiri dari bagian tengah berwarna gelap yang dikelilingi oleh zat berwarna putih yang merupakan asam urat.
-
Apa itu Surat Batak? Aksara Batak ini biasa disebut dengan Surat Batak atau Surat na Sampulu Sia yang artinya kesembilan belas huruf atau bisa juga disebut Si Sia-sia.
Burung Maleo adalah burung yang memiliki panjang sekitar 50 sentimeter dengan jambul hitam keras di kepalanya. Burung ini memiliki bulu warna putih di dada dan hitam yang dominan.
Sebanyak 306 Telur Siap Ditetaskan
Sumber: liputan6.com ©2020 Merdeka.com
Hingga pertengahan Juni, petugas BKSDA di suaka margasatwa itu telah mengumpulkan ratusan telur untuk dipindah dan ditetaskan di kandang semi alami, sebelum nantinya dilepasliarkan.
“Sampai 18 Juni 2020 kami telah menanam telur dalam kandang penetasan semi alami sebanyak 306 butir,” kata Kasi Konservasi Wilayah I BKSDA Sulteng, Haruna dilansir dari liputan6.com.
Telur-Telur Didapat dari Area Pinggir Pantai
Telur-telur Maleo di kandang semi alami itu didapat petugas dari area nesting ground atau area bertelur alami maleo seluas 1,5 kilometer di pinggiran pantai di suaka marga satwa tersebut.
Butuh waktu hampir tiga bulan lamanya telur-telur itu berada dalam kandang penetasan untuk menetas. Penjagaan juga dilakukan petugas untuk mencegah pencurian.
Tujuh Ekor Telah Menetas
Haruna mengatakan, dari jumlah ratusan telur yang telah dipindah dan ditanam kembali itu, sudah ada yang menetas dan terus dipantau perkembangannya oleh petugas.
“Baru tujuh ekor yang menetas dan sedang dipelihara di kandang pemeliharaan anakan Maleo. Telur yang ditanam dalam kandang penetasan membutuhkan waktu 65 sampai 85 hari untuk menetas,” katanya.
Musim Bertelur Masih Berlangsung hingga September
Jumlah butir telur yang ditanam kembali dan menetas dalam kandang penetasan semi alami dimungkinkan akan terus bertambah. Sebab, musim bertelur bagi Maleo di SM Pinjan Tanjung Matop Tolitoli masih akan terjadi hingga tiga bulan ke depan.
“Kemungkinan masih akan terus bertambah, karena musim bertelur dari bulan April hingga September,” katanya.
Hewan Endemik yang Dilindungi
Hewan ini di Indonesia dilindungi dengan PP Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Status endemik juga membuat upaya konservasi dan perlindungan terus dilakukan untuk menjaga populasinya, meski di tengah pandemi Covid-19.