Kenalan dengan Maleo Senkawor, Burung Unik dan Terancam Punah yang Hanya Ditemukan di Pulau Sulawesi
Satwa endemik yang satu ini memiliki ciri fisik menyerupai ayam dengan bulu berwarna hitam dan kini populasinya terus bekurang akibat ulah manusia.
Berbicara soal satwa endemik, negara Indonesia adalah salah satu rumah atau habitat dari fauna unik dan langka yang ada di dunia. Tak tanggung-tanggung, beberapa jenisnya bahkan hanya ditemukan di Indonesia saja.
Di Pulau Sulawesi, banyak sekali persebaran jenis satwa yang unik namun jumlahnya kini kian berkurang, yaitu Maleo Senkawor atau disebut dengan Panua oleh masyarakat sekitar. Satwa ini adalah sejenis burung berwarna hitam berukuran sedang dan tergolong satwa endemik.
-
Hewan endemik apa yang ada di Sumatra? Harimau Sumatra adalah subspesies harimau Asia yang hanya ditemukan di Sumatra, sebuah provinsi di barat daya Indonesia.
-
Dimana burung maleo hidup? Burung Maleo adalah burung endemik Sulawesi yang terkenal dengan telurnya yang ditelurkan di pasir hangat pantai.
-
Hewan langka apa yang ditemukan di Papua? Para ilmuwan baru-baru ini menemukan kembali spesies mamalia yang sudah lama hilang di Pegunungan Cyclops di Indonesia.
-
Satwa langka apa saja yang ada di hutan lereng Gunung Slamet? Kawasan hutan di lereng Gunung Slamet merupakan rumah bagi banyak satwa, termasuk di antaranya satwa langka. Beberapa satwa langka itu masih dapat dijumpai walau keberadaan mereka terancam oleh para ulah pemburu liar.
-
Kenapa Ayam Kukuak Balenggek jadi maskot fauna di Solok? Pemerintah Kabupaten Solok pun begitu antusias dan senang dengan respons dan ketertarikan orang asing terhadap Ayam Kukuak Balenggek. Hingga pada akhirnya unggas ini dijadikan maskot fauna di Solok.
-
Dimana burung Honeycreeper langka ini ditemukan? Honeycreeper hijau 'setengah betina, setengah jantan' ini diamati antara Oktober 2021 dan Juni 2023 di sebuah stasiun pemberian makan di Villamaría, di departemen Caldas, Kolombia.
Maleo atau Macrocephalon maleo ini hidup dan berkembang biak di beberapa hutan kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL), termasuk di Desa Tuva dan Saluki, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Sayangnya, hewan cantik ini kini sudah mulai terancam punah.
Ingin mengetahui lebih mendalam soal satwa endemik asal Sulawesi ini? Simak informasi selengkapnya yang dirangkum merdeka.com dari berbagai sumber berikut.
Ciri-Ciri Utama Maleo Senkawor
Maleo Senkawor memiliki ukuran yang relatif sedang dengan ukuran sekitar 55 cm. Burung ini berwarna hitam, sedangkan bagian luarnya berwarna pink keputihan. Kulit di area sebelah mata berwarna kuning, paruhnya berwarna jingga serta kulit pada bagian kakinya berwarna abu-abu.
Burung ini juga memiliki jambul atau benjolan berwarna hitam yang berfungsi untuk mengukur suhu liang tempat mengerami telur-telurnya. Jambul ini akan selalu digunakan ketika sedang mengerami telur hingga waktunya menetas.
Keunikan dari Burung Maleo adalah saat baru menetas, tak perlu waktu lama anak-anak burung ini sudah bisa terbang. Ukuran telur Maleo bersikar 11 cm atau 5 sampai 8 kali lipat ukuran telur ayam. Beratnya pun dikisaran 240 gram hingga 270 gram.
Hewan Monogami
Selain anak Maleo yang sudah sanggup terbang pasca menetas, keunikan lain dari burung ini adalah mereka termasuk dalam golongan hewan yang setia atau disebut Monogami. Tidak seperti manusia, burung Maleo menjadi bukti nyata jika ia sangat setia dengan pasangannya.
Meski salah satu pasangannya sudah mati, ia tetap setia serta tidak akan mencari pasangan lain. Jika si pejantan yang mati, maka si betina juga tidak akan mencari pejantan lain dan tidak akan bertelur lagi. Sebuah hal yang wajar dan lumrah bagi hewan-hewan semacam ini.
Maleo tergolong burung yang bisa terbang, tetapi ia cenderung memilih untuk berjalan ketimbang menggunakan sayapnya. Dari sinilah banyak yang menyebut Maleo mirip dengan ayam. Selain itu, makanan utama mereka kebanyakan berada di permukaan tanah.
Bertelur Sebutir Semusim
Maleo berkembang biak dengan cara bertelur yang hanya hadir dalam satu musim saja. Mereka menetaskan telurnya tidak dengan dierami, melainkan dikubur di dalam pasir. Hal ini berkaitan dengan ukuran telurnya yang lebih besar ketimbang tubuh induknya.
Tak heran jika Maleo betina butuh tenaga dan energi lebih ketika bertelur. Tak jarang dari mereka banyak yang pingsan karena kelelahan ditambah dengan waktu penetasan yang sangat lama yaitu berkisar 62 sampai 85 hari.
Ketika sudah menetas, anak-anak Maleo ini sudah bisa langsung terbang. Hal ini dikarenakan kandungan nutrisi di dalam telurnya lebih banyak ketimbang telur biasa. Anak Maleo pun sudah harus belajar mencari makan dan menghindari para pemangsa primer.
Populasinya Terancam
Maleo banyak hidup di kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) dan di beberapa desa lainnya. Namun, angka populasi dari Maleo sudah kritis dan terancam. Semua ini disebabkan oleh ulah manusia dengan maraknya pembukaan lahan di habitat aslinya, yaitu kawasan pantai berpasir panas.
Faktor lainnya adalah para pencuri alami seperti babi hutan dan biawak yang mengambil telur-telur Maleo yang dikubur di permukaan berpasir. Dikutip dari situs indonesia.go.id, kini sudah mulai dilakukan sistem penangkaran untuk menyelamatkan dan melindungi mereka dari kepunahan.