Peristiwa 30 Desember: Kenang Wafatnya Gus Dur, Pelindung Minoritas dan Kemanusiaan
Selama hidupnya terutama kala menjabat sebagai Presiden, Gus Dur kerap melempar guyonan untuk menanggapi berbagai persoalan maupun sekadar mengungkapkan apa yang sedang beliau tangkap dari realitas negeri ini.
30 Desember 2009 silam, Gus Dur atau yang bernama lengkap Abdurrahman Wahid wafat pada umur 69 tahun. Mantan presiden Republik Indonesia keempat tersebut tutup usia setelah mengidap penyakit stroke selama bertahun-tahun.
Selama hidupnya terutama kala menjabat sebagai Presiden, Gus Dur kerap melempar guyonan untuk menanggapi berbagai persoalan maupun sekadar mengungkapkan apa yang sedang beliau tangkap dari realitas negeri ini.
-
Dimana Suku Haloban tinggal? Di Kabupaten Aceh Singkil tepatnya di Kecamatan Pulau Banyak Barat, terdapat sebuah kelompok suku yang keberadaannya cukup jarang terkespos oleh media yaitu Suku Haloban.
-
Apa yang terjadi saat serangan harimau di Sukabumi? Biasanya warga yang menjadi korban harimau akan diterkam tiba-iba, diseret ke hutan dan keesokan hari jasadnya sudah dalam bentuk tulang belulang.
-
Apa yang terjadi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada Minggu (12/5)? Baru-baru ini Kabupaten Agam, Sumatera Barat baru saja tertimpa musibah bencana alam banjir bandang lahar dingin pada Minggu (12/5) kemarin.
-
Kapan Hari Lebah Sedunia diperingati? Setiap tahun pada tanggal 20 Mei, dunia merayakan Hari Lebah Sedunia, sebuah peringatan yang mengingatkan kita semua tentang makhluk kecil yang memiliki peran besar dalam kelangsungan hidup planet kita.
-
Kapan Hari Sirkus Sedunia diperingati? Hari Sirkus Sedunia yang diperingati setiap tanggal 17 April, adalah sebuah perayaan internasional yang didedikasikan untuk menghormati dan mengapresiasi seni pertunjukan sirkus serta para pemain dan seniman yang terlibat di dalamnya.
-
Kapan Hari Bersyukur Sedunia diperingati? Hari Bersyukur Sedunia (World Gratitude Day) diperingati setiap tanggal 21 September.
Sosoknya cukup kontroversial sebab melakukan banyak hal yang bahkan tidak dilakukan Presiden Indonesia lainnya, salah satunya yaitu meminta maaf pada korban tragedi 1965, meski banyak yang menentangnya kemudian. Gus Dur pernah menyampaikan permintaan maaf terkait peristiwa 1965 saat bertemu Pramoedya Ananta Toer pada tahun 1999. Gus Dur juga sempat meminta Tap MPRS XXV 1966 untuk dihapuskan.
Di samping itu, banyak hingga kini masyarakat Indonesia yang terus meneladani dan menyebarkan pemikiran Gus Dur yang menjunjung tinggi kemanusiaan. Mereka tergabung dalam Gusdurian, jaringan non formal yang fleksibel yang terus melestarikan nilai-nilai toleransi yang otentik terinspirasi dari Gus Dur. Tentu saja di luar tersebut, banyak masyarakat Indonesia yang mengagumi sosoknya.
Berikut merdeka.com merangkum peristiwa 30 Desember, mengenang sosok Gus Dur yang menjunjung kemanusiaan:
Gus Dur yang Melindungi Kaum Minoritas
Indonesia merupakan negara dengan beragam suku, ras, agama, dan budaya, oleh sebab itu tanpa kesadaran toleransi dari setiap orang, sukar untuk menjaga stabilitas perdamaian kehidupan antar golongan. Tak jarang ada benturan antar golongan sehingga mengakibatkan pertikaian, Gus Dur paham hal tersebut, oleh sebab itu ia selalu mengingatkan untuk melindungi minoritas.
Pada tahun 2008 lalu, ketika mulai ramai berita menyangkut pembubaran jamaah Ahmadiyah. Ketika banyak ormas Islam yang memusuhi jamaah ini, Gus Dur yang waktu itu menjabat sebagai Ketua Dewan Syuro PKB mempertahankan sikapnya, yakni melindungi Ahmadiyah.
Menurut dia, jamaah Ahmadiyah merupakan warga negara Indonesia. Menurut Gus Dur, pembelaan terhadap Ahmadiyah merupakan perwujudan dari nilai-nilai Pancasila yang telah disepakati sejak dulu kala sebagai dasar negara.
Pada waktu itu, kata dia, ada 7 orang perwakilan, di antaranya Serikat Islam, Muhammadiyah, Partai Arab Indonesia dan Masyumi. Mereka menyetujui bahwa Pancasila adalah dasar negara, karena Pancasila menjadi semangat kebangsaan. Pancasila bermula dari pemahaman diri dan menyatakan hak untuk kebebasan berpikir.
Gus Dur Sebagai Bapak Tionghoa
Diakui atau tidak, Gus Dur adalah pemimpin negara yang pertama kali memperjuangkan kewarganegaraan kelompok keturunan Tionghoa di Indonesia dalam posisi yang semestinya, yakni sebagai warga negara yang setara dengan etnis lainnya. Masih segar ingatan kita, bagaimana Gus Dur tampil pada masa-masa sulit etnis ini di Indonesia pada 1998.
Waktu itu, langkah yang diambil Gus Dur dianggap sulit dinalar, bahkan dianggap bertentangan dengan pendapat umum yang menimpakan kesalahan pada orang-orang Tionghoa sebagai penyebab krisis ekonomi pada waktu itu.
Beberapa saat setelah tragedi Mei 1998, Gus Dur (yang waktu itu masih menjabat Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama) menyerukan kepada keturunan China yang berada di luar negeri untuk segera kembali ke Indonesia dan menjamin keselamatan mereka.
Itulah salah satu bentuk keseriusan Gus Dur membela kelompok ini. Maka wajar bila kemudian Gus Dur disanjung, dan belakangan diangkat sebagai Bapak Tionghoa Indonesia.
Pada era Gus Dur, komunitas Tionghoa bebas kembali menjalankan kepercayaan dan adat budayanya sepeti halnya menggelar pentas kesenian barongsai dan liong.
Gus Dur pun juga dikenal dekat dengan masyarakat dari kalangan lintas iman. Gus Dur misalnya kerap blusukan masuk ke gereja-gereja. Dia juga membuka dialog dengan siapa saja.