Deretan produk yang dianggap 'go-green' tapi malah rusak lingkungan
Deretan produk yang dianggap 'go-green' tapi malah rusak lingkungan. Lingkungan adalah hal yang paling penting, karena kita semua tinggal di dalamnya dan kita tak akan bisa berbuat apa-apa jika ini rusak. Tak heran mengapa banyak orang yang sangat peduli terhadap lingkungan dan ingin membantu melestarikannya.
Lingkungan adalah hal yang paling penting, karena kita semua tinggal di dalamnya dan kita tak akan bisa berbuat apa-apa jika ini rusak. Tak heran mengapa banyak orang yang sangat peduli terhadap lingkungan dan ingin membantu melestarikannya.
Para ilmuwan pun banyak sekali membuat terobosan baru yang dianggap sebagai ramah lingkungan. Hal ini biasanya disebut sebagai produk 'hijau', go green,' atau 'eco-friendly.' Meski demikian, ternyata tak semua produk tersebut bisa lestarikan lingkungan.
-
Siapa ilmuwan terbaik di Universitas Gadjah Mada berdasarkan AD Scientific Index 2024? Universitas Gadjah Mada Jumlah ilmuwan dalam indeks : 497Ilmuwan terbaik dalam institusi : Abdul Rohman
-
Di mana daftar ilmuwan paling berpengaruh di dunia ini diumumkan? Peringkat tersebut didasarkan pada analisis dampak sitasi di berbagai disiplin ilmu yang diambil dari database Scopus. Setiap tahun, lembaga ini memilih 100.000 ilmuwan dari seluruh dunia yang aktif di berbagai institusi akademik.
-
Bagaimana AD Scientific Index menentukan peringkat universitas terbaik di Indonesia? AD Scientific Index menggunakan sistem pemeringkatan yang unik dengan menganalisis sebaran ilmuwan dalam suatu institusi menurut persentil 3, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, dan 90.
-
Mengapa penelitian ini penting? Selain membantu memahami lebih lanjut tentang sistem cuaca unik di planet es, temuan ini juga dapat membantu menjelaskan mengapa medan magnet Neptunus dan Uranus berbeda dengan medan simetris yang dimiliki Bumi.
-
Kapan kata pengantar dianggap penting dalam karya ilmiah? Meski bukan bagian dari isi, namun dalam suatu karya ilmiah, kata pengantar bukan sebuah formalitas.
Berikut adalah beberapa produk hijau yang mungkin tak seramah lingkungan yang Anda bayangkan, dan memiliki dampak lingkungan yang patut dipertanyakan lebih jauh.
Mobil listrik
Mobil listrik adalah salah satu alternatif hijau pengganti mobil berbahan bakar. Dalam rentang waktu 2019 hingga 2025 nanti, semua produsen mobil sudah akan memproduksi dan mengganti lini mobil berbahan bakarnya dengan mobil listrik.
Tentu kita akan kaget jika sebenarnya mobil listrik tak seberapa ramah lingkungan. Memang mobil listrik tidak menghasilkan emisi karbon, namun banyak sekali CO2 yang dihasilkan oleh mobil berbaterai tersebut.
Sebuah studi yang dihelat oleh IVL Swedish Inveronmental Research Institute menyebutkan bahwa produksi baterai mobil listrik melepaskan karbon dioksida dalam jumlah besar.
Ambil contoh mobil Tesla Model S yang memiliki baterai 100 kilowatt jam. Tiap produksi sebuah baterai per kilowatt jamnya, menghasilkan 150 hingga 200 kilogram karbon dioksida. Jadi, satu buah mobil Tesla Model S sudah memproduksi 15 hingga 20 ton karbon dioksida bahkan sebelum dibeli.
Panel surya
Serupa dengan baterai di mobil listrik, aspek tidak ramah lingkungan dari panel surya juga dari aspek produksi. Proses produksi bahan penghemat listrik ini butuh bahan kimia korosif yang keras seperti sodium hidroksida dan asam hidrofluorik.
Belum lagi di beberapa kasus panel surya di mana konsumsi airnya cukup tinggi dan limbah yang terbuang begitu saja.
Beberapa logam langka juga dimanfaatkan di panel surya, seperti telurium dan indium. Hal ini membuat panel surya mustahil didaur ulang.
Kain bambu
Kain bambu sempat tren jadi bahan untuk pakaian yang ramah lingkungan. Pasalnya bambu tumbuh dengan cepat dan tak perlu pupuk dan pestisida, sehingga jadi tumbuhan yang sangat mudah diperbaharui. Namun banyak yang tidak sadar bahwa dalam prosesnya mengubah bambu menjadi kain, memerlukan banyak sekali bahan kimia yang keras.
Sementara kapas hanya membutuhkan pembuangan biji dan pengeringan untuk dipintal jadi benang, bambu harus dihancurkan, dimasak dengan larutan alkali, menjadi larutan tebal, dijadikan benang, dan dicelupkan dalam asam sebelum benar-benar menjadi sebuah benang yang dapat diubah jadi kain.
Produk go-green yang dijual di supermarket
Kita semua tentu tahu bahwa banyak sekali produk pembersih rumah tangga konvensional yang mengandung bahan kimia yang merusak lingkungan seperti amonia dan klorin. Konsep pembersih rumahan yang non-toxic dan berbahan yang bisa diperbaharui dengan label "go-green", kini sudah banyak kita temui di supermarket.
Namun menurut sebuah studi oleh Melbourne School of Engineering, ditemukan banyak produk berlabel semacam itu cuma sekedar iklan saja, dan tetap saja mengandung senyawa beracun. Menurut para peneliti, alternatif pembersih rumah tangga yang 'hijau' adalah yang menggunakan bahan alami seperti cuka, serta baking soda.
Popok yang bisa dipakai berkali-kali
Popok bayi sekali pakai mungkin bisa merusak lingkungan karena pencemaran material yang digunakan untuk membuat popok tersebut. Namun jika kita menanggulanginya dengan menggunakan popok yang bisa dicuci, ternyata itu sama saja.
Menurut studi yang dihelat Environmental Agency, popok yang bisa dicuci bahkan bisa memperparah pemanasan global. Pasalnya, untuk mencucinya, digunakan listrik dan jumlah air yang juga banyak. Penanggulangannya, hanya dengan mencucinya dengan mesin cuci hemat energi yang bisa menghemat listrik, jumlah air, dan karbon yang dihasilkan. Atau dengan mencucinya menggunakan tangan dengan air sesedikit mungkin.
Bahan makanan organik
Memproduksi makanan secara organik memang lebih sehat. Namun dalam aspek go-green, ternyata tidak begitu. Hal ini dikarenakan produksinya menggunakan lahan yang 40 persen lebih banyak dari pertanian tradisional.
Selain itu, meskipun aneka ragam tanaman berlabel organik telah diatur sedemikian rupa untuk bebas pestisida kimia dan insektisida sintetis, beberapa penelitian menunjukkan bawa pestisida 'organik' ternyata lebih beracun.
Terlebih lagi, jika bahan organik diproduksi makin jauh dari tempat Anda membeli dan mengonsumsinya, makin tinggi jejak karbonnya.
(mdk/idc)