Mantan Karyawan Google Ini Kaget Dapat Penghargaan Nobel Prize Fisika
Geoffrey Hinton dan John Hopfield menerima Nobel Fisika 2023 atas kontribusi mereka dalam pembelajaran mesin dan neural networks.
Penghargaan Nobel Fisika telah diberikan kepada dua ilmuwan, Geoffrey Hinton dan John Hopfield, atas kontribusi mereka dalam pengembangan pembelajaran mesin. Profesor Hinton, yang dikenal sebagai "Godfather of AI", menyatakan terkejut atas penghargaan ini.
Hinton, yang juga pernah bekerja di Google sebelum mengundurkan diri pada 2023, sering memperingatkan tentang bahaya mesin yang bisa melampaui kecerdasan manusia. Pengumuman penghargaan ini disampaikan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia di sebuah konferensi pers di Stockholm, Swedia.
- Ilmuwan Penerima Nobel Ini Bangga Muridnya Pernah Pecat Sam Altman Open AI, Dendam yang Dipendam Akhirnya Terlampiaskan
- Penemuan Besar yang Belum Mendapatkan Nobel Prize, Padahal Bermanfaat Bagi Manusia
- Sosok ini Bukan Orang Sembarangan, Google Sampai Rela Keluarkan Duit Rp 40 Miliar Buat Merekrutnya
- Ilmuwan Peraih 2 Nobel Prize Ini Dulu Hidupnya Miskin hingga Terima Pekerjaan Pengasuh Bayi, Einstein Sampai Kagum
Profesor John Hopfield, 91 tahun, adalah seorang profesor di Universitas Princeton, AS, sedangkan Profesor Hinton, 76 tahun, adalah profesor di Universitas Toronto, Kanada.
Pembelajaran mesin adalah inti dari kecerdasan buatan karena memungkinkan komputer melatih dirinya sendiri untuk menghasilkan informasi. Teknologi ini mendorong banyak teknologi yang kita gunakan saat ini, dari pencarian internet hingga pengeditan foto di ponsel.
"Saya tidak menduga hal ini akan terjadi. Saya sangat terkejut," kata Hinton dikutip BBC, Rabu (9/10).
Penelitian pionir Hinton tentang jaringan saraf buatan telah membuka jalan bagi sistem AI saat ini seperti ChatGPT. Dalam kecerdasan buatan, jaringan saraf adalah sistem yang meniru cara otak manusia belajar dan memproses informasi. Ini memungkinkan AI belajar dari pengalaman, mirip seperti manusia.
Proses ini disebut pembelajaran mendalam (deep learning). Hinton menyebut karyanya tentang jaringan saraf buatan sebagai revolusi.
"Ini akan seperti Revolusi Industri - tetapi alih-alih meningkatkan kemampuan fisik kita, ini akan melebihi kemampuan intelektual kita," katanya.
Namun, ia juga mengungkapkan kekhawatirannya tentang masa depan. Ia ditanya apakah menyesali pekerjaannya, seperti yang disampaikan kepada jurnalis tahun lalu. Hinton menjawab bahwa ia akan tetap melakukan pekerjaan yang sama, namun ia khawatir bahwa konsekuensi dari ini bisa berupa sistem yang lebih cerdas dari kita yang mungkin akhirnya mengambil alih kendali.
Hinton juga menyebut ia menggunakan chatbot AI, ChatGPT4, untuk banyak hal, meskipun mengetahui bahwa chatbot tersebut tidak selalu memberikan jawaban yang benar. Profesor John Hopfield mengembangkan jaringan yang mampu menyimpan dan mereproduksi pola. Ini menggunakan fisika yang menggambarkan karakteristik material berdasarkan putaran atomnya.
Dalam cara yang mirip dengan otak yang berusaha mengingat kata-kata dengan asosiasi kata yang tidak lengkap, Hopfield mengembangkan jaringan yang dapat menggunakan pola yang tidak lengkap untuk menemukan pola yang paling mirip. Komite Nobel menyatakan bahwa karya kedua ilmuwan ini telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kita, termasuk dalam pengenalan wajah dan penerjemahan bahasa.
Namun, Ellen Moons, ketua Komite Nobel untuk Fisika, mengatakan bahwa perkembangan cepat ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang masa depan kolektif kita. Para pemenang berbagi hadiah sebesar 11 juta kronor Swedia (sekitar £810,000 atau Rp 13 miliar). Ketika Hinton mengundurkan diri dari Google tahun lalu, ia mengatakan kepada BBC bahwa beberapa bahaya dari chatbot AI "cukup menakutkan".
Ia juga mengatakan usianya mempengaruhi keputusannya untuk meninggalkan raksasa teknologi tersebut. Hinton memperkirakan bahwa dalam lima hingga 20 tahun mendatang, ada kemungkinan 50 persen manusia akan dihadapkan dengan masalah AI yang mencoba mengambil alih kendali.