Sosok ini Bukan Orang Sembarangan, Google Sampai Rela Keluarkan Duit Rp 40 Miliar Buat Merekrutnya
Google menghabiskan Rp 40 miliar untuk merayu Noam Shazeer yang dianggap penting bagi mereka. Terutama untuk pengembangan AI.
Google dilaporkan mengeluarkan USD2,7 miliar atau setara Rp 40 miliar untuk merekrut kembali Noam Shazeer. Dia merupakan ahli kecerdasan buatan (AI) yang meninggalkan perusahaan tersebut pada 2021.
Shazeer, yang mendirikan startup Character.AI, adalah salah satu otak di balik revolusi model bahasa besar yang mendominasi teknologi AI saat ini. Kesepakatan ini dilihat sebagai langkah strategis Google untuk mendapatkan keunggulan dalam persaingan global di sektor AI.
-
Siapa yang digambarkan AI? Berikut adalah penggambaran capres menggunakan teknologi artificial intelligence (AI).
-
Siapa yang membuat AI ini? Malas menemukan Project December–sebuah alat AI yang dirancang untuk 'mensimulasikan orang yang telah meninggal'.
-
Dimana AI Google digunakan? Teknologi ini dirancang agar dapat digunakan di ponsel pintar, terutama di wilayah pedesaan yang memiliki akses terbatas terhadap layanan kesehatan.
-
Siapa yang mengembangkan AI ini? Para peneliti di Denmark menggunakan data dari jutaan individu untuk membangun model yang dapat memprediksi berbagai peristiwa kehidupan, mulai dari kesehatan hingga kehidupan sosial.
-
Siapa yang membuat Google Bard AI? Google Bard merupakan mesin chatbot bertenaga AI yang dirancang dan dikeluarkan oleh Google.
-
Siapa yang Google ajak kerjasama? Dalam upaya implementasinya, Google menggandeng perusahaan asal India, Salcit Technologies, yang berfokus pada AI di bidang kesehatan pernapasan.
Menurut Wall Street Journal via Futurism, Senin (30/9), kesepakatan ini dilakukan melalui lisensi teknologi dari Character.AI, tetapi alasan utama di balik investasi besar ini adalah untuk membawa kembali Shazeer.
Meskipun angka tersebut mencengangkan, WSJ menyebut Shazeer sebagai sosok kunci yang sangat diinginkan Google di tengah persaingan AI yang semakin ketat.
Shazeer dikenal sebagai salah satu perintis AI di Google, termasuk karyanya yang berpengaruh pada model bahasa besar sejak 2017. Keputusannya untuk meninggalkan Google muncul setelah perusahaan menolak untuk merilis chatbot bernama Meena karena kekhawatiran keamanan, meski kemudian chatbot seperti ChatGPT dirilis oleh OpenAI setahun setelahnya.
Namun, meski Google mengeluarkan dana besar untuk mendapatkan kembali Shazeer, hal ini juga memunculkan pertanyaan di kalangan investor. Banyak yang khawatir bahwa perusahaan teknologi seperti Google, Microsoft, dan Amazon sedang menggelontorkan dana miliaran dolar tanpa kepastian pengembalian yang signifikan.
Bahkan, seorang profesor dari Universitas Florida, Jay Ritter, menyebut perusahaan-perusahaan ini mungkin membayar terlalu mahal untuk bakat AI tanpa jaminan keuntungan di masa depan. Di sisi lain, kesepakatan seperti ini juga menggarisbawahi betapa pentingnya bakat-bakat top dalam industri teknologi saat ini.
Selain Google, Amazon juga dilaporkan telah merekrut para eksekutif dari startup AI Adept melalui perjanjian serupa. Persaingan untuk mengamankan talenta terbaik dalam AI terus meningkat, dan investasi besar ini menjadi strategi utama dalam memastikan posisi perusahaan-perusahaan teknologi raksasa di garis depan perkembangan AI.
Kesepakatan dengan Shazeer, serta banyak kesepakatan serupa, menandai babak baru dalam perang dingin teknologi AI, di mana perusahaan-perusahaan besar berlomba-lomba untuk merebut talenta terbaik.
Namun, hanya waktu yang akan menunjukkan apakah pengeluaran miliaran dolar ini benar-benar sepadan dengan hasil yang diharapkan.