Penundaan 5G Jadi Ancaman Perkembangan Digital
Ada indikasi bila pemerintah tidak segera melelang frekuensi 5G, maka digitalisasi akan terganggu.
Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Sigit Puspito Wigati Jarot, mengaku khawatir tentang lambatnya implementasi teknologi 5G di Indonesia. Menurutnya, itu merupakan ancaman besar bagi kemajuan negara.
Dia beranggapan konektivitas yang berkualitas bukan hanya kepentingan operator, tetapi juga kebutuhan negara untuk mendukung perkembangan ekonomi dan generasi masa depan.
“Digelarnya 5G itu bukan berarti untuk operator saja, tapi kepentingan negara. Karena negara yang butuh konektivitasnya bagus dan berkualitas, dan itu nanti akan memberikan kesempatan kepada talenta digital generasi berikutnya untuk berkembang,” kata Sigit dalam forum diskusi Indotelko di Jakarta, Kamis (12/12).
Penundaan ini, lanjut dia, akan berdampak terhadap sektor-sektor lain, termasuk industri kreatif seperti pengembangan game.
“Kemarin ketika saya buat kajian dengan teman-teman di Kominfo (Sekarang Komdigi-red), gara-gara tidak ada 5G, ternyata inovasi terhambat. Contohnya adalah pembangunan game. Indonesia itu punya komunitas game yang luar biasa tumbuh. Tapi ketika saya tanya, apakah ada yang mengembangkan game hardcore? Enggak, Pak. Kenapa? Konektivitasnya belum sampai,” tambahnya.
Sigit juga menyoroti bahwa negara-negara tetangga yang sudah lebih maju dalam pengembangan teknologi.
“Mudah-mudahan yang sekarang lagi di-input ini jadi lebih cepat digelar 5G. Karena khawatiran nanti 3 tahun lagi orang sudah mulai ngomongin 6G, kita masih bilang perlu 5G atau tidak,” katanya.
Dirinya menegaskan bahwa lambatnya implementasi 5G bisa mengorbankan generasi muda Indonesia. “Yang dikorbankan adalah generasi Z, generasi milenial yang harusnya bisa menikmati konektivitas yang berkualitas,” pungkasnya.
Frekuensi 5G Tak Kunjung Dilelang
Sebagaimana diketahui, saat ini Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) belum memutuskan kapan melelang 3 frekuensi andalan 5G yakni 700 Mhz, 2,6 Ghz, dan 26 Ghz.
Sebelumnya, pemerintah pernah menyebut akan melelang tiga spektrum frekuensi sekaligus yakni 700 Mhz, 2,6 Ghz, dan 26 Ghz pada awal 2025. Rencana tersebut, kata Dirjen Sumber Daya Perangkat dan Pos dan Informatika (SDPPI) Kominfo, Ismail, merupakan usulan dari operator seluler.
“Para operator menyampaikan surat kepada kami seperti itu. Mereka meminta agar spektrum itu dilelangnya secara bersamaan. Karena menurut mereka, economic skill-nya buat operator itu lebih nendang. Daripada lelang satu-satu,” ujar Ismail saat ditemui di acara GSMA, Jakarta, Kamis (12/9).
Meski dilelang secara bersamaan, lanjut Ismail, tidak lantas menjadikan harganya jauh lebih murah. Pemerintah akan tetap menghitung sesuai dengan kalkulasi harga. Kendati begitu, akan ada kebijakan khusus berupa insentif yang diterapkan.
“Jadi bukan memurahkan harga spektrum, tapi memberikan sebuah kebijakan insentif kepada operator, seperti metode pembayarannya bisa dicicil. Sehingga cash flow itu tetap terjaga untuk pembangunannyakan,” ungkapnya.
Reporter magang: Nadya Nur Aulia