Tak hanya manusia, ikan paus pun juga 'bicara' gunakan dialek
Bagaimana mengidentifikasi logat yang dikatakan ikan paus?
Ada ratusan logat yang kita miliki di Indonesia. Belum lagi logat di tiap suku atau ras yang kadang berbeda di tiap daerah. Itu hanya di Indonesia, belum di seluruh dunia, tentu ada puluhan ribu banyaknya.
Namun menurut studi terbaru, tidak hanya manusia saja yang berbicara menggunakan logat yang berbeda-beda. Binatang pun ada yang melakukan hal tersebut.
-
Dimana tempat penelitian ini dilakukan? Bukti ini ditemukan lewat studi yang dipimpin oleh Gaia Giordano dari Universitas Milan, Italia.
-
Kapan penelitian ini dilakukan? Studi ini didasarkan pada National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) 1999–2018, yang melibatkan lebih dari 17.000 wanita berusia 20 hingga 65 tahun.
-
Apa yang diamati oleh para ilmuwan? Para ilmuwan berhasil menyaksikan dua pasang lubang hitam supermasif yang hampir bertabrakan. Dua fenomena alam itu terletak jutaan hingga miliaran tahun cahaya dari Bumi.
-
Apa julukan internasional Jakarta? Istilah ini agaknya masih asing di telinga masyarakat Indonesia, terlebih bagi warga Jakarta itu sendiri. Padahal, kepopulerannya sudah lama melekat di kalangan internasional. Menariknya, sematan kata “The Big Durian” membuatnya sering disamakan dengan Kota New York di Amerika.
-
Apa yang ditemukan di Universitas Prima Indonesia (UNPRI) Kota Medan? Kepolisian menemukan lima mayat di Universitas Prima Indonesia (UNPRI) Kota Medan usai menggeledah kampus swasta tersebut.
-
Di mana penelitian ini dilakukan? Tim peneliti dari Universitas Yonsei di Seoul, Korea Selatan, berhasil mengembangkan varietas beras hibrida yang dipadukan dengan protein daging sapi dan sel lemak.
Dilansir dari Daily mail (7/3), peneliti mendeteksi adanya perbedaan dialek yang digunakan oleh Paus, sama seperti yang dilakukan oleh manusia. bahkan, ikan paus juga menggunakan kosa kata, tata bahasa, dan pelafalan yang juga berbeda-beda, berdasarkan daerah asal si paus.
Tim peneliti terdiri dari Ocean Sounds dari Norwegia, Max Planck Institute dari Jerman, dan peneliti dari Universitas Gottingen yang juga dari Jerman. Mereka mengembangkan metode statistik obyektif untuk menganalisis suara ikan paus.
Tim tersebut dibagi menjadi enam kelompok kecil untuk meneliti ikan paus pilot sirip panjang, di perairan lepas pantai Norwegia. Mereka merekam ratusan bentuk komunikasi dari setiap kelompok. Setiap tim menganalisis rekaman dari paus yang berkelompok, sekaligus meneliti karakteristik suara yang mungkin berubah di tiap waktu.
Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa tiap kelompok paus, bahkan dialeknya sudah berbeda satu sama lain. Dari penelitian tersebut, peneliti dapat mengungkapkan sebab mengapa ikan paus mengembangkan dialek untuk berkomunikasi.
"Sangat penting untuk mengenali para anggota grup dari sebuah kelompok untuk perlindungan keturunan, proteksi terhadap predator, perilaku makan serta sosial kooperatif," tulis para peneliti di jurnal yang dipublikasikannya.
Konservasi paus dan lumba-lumba memang menggunakan komputer untuk menganalisa cara komunikasi mereka. Dari sini diketahui bahwa cara berkomunikasi mereka berbasis siulan, lalu berkembang menjadi berbagai pola komunikasi yang beragam.
Kultur komunikasi mereka pun dibangun sebagaimana manusia membangun kultur komunikasi. Yakni diawali dari orang tua, lalu lingkungan.
Namun ikan paus bukan satu-satunya hewan yang menggunakan dialek dalam komunikasinya. Lumba-lumba pun melakukan hal serupa. Dialek yang digunakan oleh lumba-lumba pun juga berbeda dalam setiap kelompok. Bahkan, lumba-lumba mengembangkan pola komunikasi yang berbeda di tiap individu dalam mencari makan, beistirahat, bersosialisasi dan berkomunikasi kepada anak atau lumba-lumba yang lebih muda.
Baca juga:
Mengapa sipitkan mata bisa perjelas penglihatan?
Dari mana datangnya suara di kepala saat kita baca dalam hati?
Baru ditemukan, 'gurita hantu' misterius ini mirip 'Casper'
Mengapa kita tertawa di atas penderitaan orang lain?
5 Binatang ekstrem ini miliki cara kawin paling 'nyeleneh'
Derita astronot setelah setahun di luar angkasa