Mengikuti Ritual Nyobeng, Tradisi Mencuci Tengkorak Manusia Suku Dayak
Mencuci tengkorak merupakan ritual adat yang biasa dilakukan Suku Dayak Bidayuh. Tengkorak yang mereka cuci berasal dari tubuh manusia yang dipenggal. Tengkorak inilah yang menjadi bukti musuh mereka yang kalah dalam peperangan. Namun kini tengkorak yang tersisa menjadi simbol perdamaian antar Suku Dayak di perbatasan.
Tengkorak manusia tersusun rapi bersanding dengan berbagai sesaji. Pemangku adat menjaganya sembari mengucapkan beberapa mantra. Suasana mistis begitu kental terasa dalam upacara Nyobeng. Sebuah ritual memandikan tengkorak manusia dalam rangka menyongsong musim tanam. Nyobeng dilakukan oleh Suku Dayak Bidayuh, Dusun Sebujit, Kecamatan Siding, Bengkayang, Kalimantan Barat, yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
Siapa sangka, tengkorak manusia untuk ritual berasal dari sisa-sisa peperangan masa lampau. Sebelum ada perdamaian, Suku Dayak Bidayuh di wilayah Indonesia dan Malaysia kerap berperang. Kini sisa tengkorak peperangan disimpan dan selalu dilibatkan dalam ritual Nyobeng. Bukan dengan sembarang air, namun tengkorak juga dicuci dengan darah hewan yang telah dibacakan mantra.
-
Apa yang ditemukan di Kalimantan? Sisa-sisa kuno bagian bumi yang telah lama hilang ditemukan di Kalimantan. Penemuan lempeng Bumi yang diyakini berusia 120 juta tahun.
-
Kapan Ritual Adat Laluhan dilakukan? Pada peringatan hari jadi ke-218 Kota Kuala Kapuas, Acara Adat Laluhan khas Suku Dayak kembali digelar.
-
Bagaimana cara masyarakat Dayak melakukan Ritual Laluhan? Acara tersebut diawali dengan sejumlah kapal yang salah satunya ditumpangi Pejabat Bupati Kapuas, berlayar mengarungi Sungai Kapuas dari Dermaga Sei Pasah menuju Dermaga Danumare. Sementara pejabat dan masyarakat lainnya menunggu di Dermaga Danumare dengan batang suli yang siap dilemparkan. Saat kapal melintas, perangpun dimulai. Penumpang kapal dan masyarakat yang berada di dermaga saling melempar tombak dari batang suli.
-
Kapan ritual Seblang Bakungan diselenggarakan? Seblang Bakungan digelar setiap 17 Dzulhijjah atau sepekan setelah hari raya Idul Adha atau lebaran haji.
-
Apa yang ditemukan di Kalimantan Utara? Lempeng tektonik berumur 120 juta tahun dengan ukuran seperempat dari Samudera Pasifik terungkap berada di Kalimantan Utara setelah sebagian besar bagian kerak Bumi masuk ke dalam lapisan dalam Bumi.
-
Mengapa ritual Tirto Mukti Rekso Bumi dianggap penting? “Sebenarnya ritual Tirto Mukti Rekso Bumi ini tak ada bedanya dengan ritual nenek moyang di masa lalu. Memberikan sesaji di tempat-tempat suci, di hutan-hutan yang dianggap angker dan sebagainya. Bukan berarti kita ingin membangkitkan hal-hal berbau kontroversi. Tapi lebih bagaimana mengemas bahwa ini adalah daya tarik yang berlatar belakang perilaku nenek moyang,”
Upacara Nyobeng merupakan sebuah ritual meminta restu para leluhur sebelum masa tanam padi. Jika dulunya merupakan tengkorak sisa peperangan, kini tengkorak menjadi sebuah ajang mempererat tali persaudaraan.
©2021 Merdeka.com/Elyana Dasuki
Uniknya, tengkorak yang dikumpulan ialah tengkorak musuh. Saat peperangan, kepala musuh dipenggal oleh tetua adat. Penggalan kepala ini menjadi simbol peperangan yang berubah menjadi perdamaian Dayak Bidayuh Serumpun di daratan Indonesia dan Malaysia. Puluhan tengkorak ini mereka jaga dengan baik. Dikumpulkannya ke dalam bangunan khas Dayak bernama Rumah Balug.
Di sinilah tengkorak musuh selama ratusan tahun tersimpan dengan aman. Rumah Balug memiliki tinggi 15 meter yang berbentuk rumah panggung. Atapnya sederhana, terbuat dari daun rumbia.Tengkorak yang sudah usang karena dimakan usia ini secara beriringan diturunkan dari Rumah Balug. Sorak-sorak nyanyian dan tabuhan genderang bernama Simlog dengan gong dan kenong turut mengiringi ritual.
©2021 Merdeka.com/Elyana Dasuki
Ritual Nyobeng diikuti oleh seluruh masyarakat Dayak Bidayuh. Sembari menunggu upacara, para wanita biasanya menyajikan tuak atau minuman keras khas Dayak. Tuak ketan, tuak ubi, tuak enau dan tuak beras yang saling ditukarkan satu sama lain. Ritual Nyobeng dilaksanakan selama 3 hari berturut-turut pada tanggal 15 hingga 17 Juni setiap tahunnya.
Mencuci tengkorak menjadi puncak acara dalam Ritual Nyobeng. Namun sebelumnya, para tokoh adat akan menyiapkan berbagai sesaji. Sesaji ini harus diolesi dengan darah dari sayap ayam. Tetua adat kemudian melemparkan seekor anjing putih dan menebasnya di udara. Suasana sontak berubah menjadi mencengangkan. Orang Dayak Bidayuh menggunakan ayam sebagai persembahan, sedangkan anjing sebagai sesaji untuk menolak bala.
©2021 Merdeka.com/Elyana Dasuki
Tengkorak manusia berjajar dengan tengkorak beberapa rusa. Air dari tempayan yang sudah dibacakan mantra kemudian diguyur satu persatu pada tengkorak. Mereka menggunakan gelas dari bambu dan mengoleskannya dengan air bermantra.
Setelahnya, seekor babi akan disembelih dan darahnya akan ditampung pada mangkuk kecil. Darah inilah yang akan melumuri tiap tengkorak kepala manusia Suku Dyak. Peti kotak dari kayu berisi beberapa tengkorak dikeluarkan. Satu-persatu tengkorak disapukan dengan darah babi. Tak hentinya mantra diucapkan selama prosesi mencuci tengkorak.
Selepasnya, tengkorak akan disimpan kembali ke dalam peti kayu. Tak lupa, peti kayu juga dibersihkan dari kotoran. Perlahan, kotak kayu berisi tengkorak akan disimpan kembali ke dalam Rumah Balug untuk dimandikan lagi di tahun yang akan datang.
©2021 Merdeka.com/Elyana Dasuki
Darah juga dioleskan pada wajah para tetua adat Dayak. Setelah semua ritual selesai dilakukan, tibalah saatnya menyantap sajian makanan. Nasi dan sayur disuguhkan kepada peserta ritual, termasuk para tamu yang datang dari luar daerah. Tak hanya orang Indonesia, orang Malaysia juga turut datang dan menyaksikan Ritual Nyobeng.
Bagi orang Dayak kepala manusia merupakan simbol harga diri dan penjaga desa. Roh kepala manusia akan menghalau hantu yang membawa hama penyakit, lalu mendatangkan hujan, serta menghindari desa dari bahaya. Ritual unik khas Kalimantan Barat ini telah menjadi destinasi agenda Kepariwisataan Negara yang rutin digelar.
(mdk/Ibr)