Menyambangi Warung Mbok Yem di Gunung Lawu, Kedai Tertinggi di Indonesia
Warung Mbok Yem kokoh berdiri di Gunung Lawu. Letaknya yang berada 3.150 mdpl, membuat Warung Mbok Yem dinobatkan menjadi kedai tertinggi di Indonesia. Lebih dari sekedar warung, kedai sederhana ini bak rumah bagi para pendaki di Gunung Lawu.
Umumnya warung berada di pinggir jalan, di lokasi yang strategis agar mudah terjangkau pembeli. Namun, lain halnya dengan warung legendaris yang satu ini. Warung Mbok Yem justru kokoh berdiri di Gunung Lawu. Dimana penuh perjuangan ekstra untuk menyambangi Warung Mbok Yem ini.
Letaknya yang berada 3.150 mdpl, membuat Warung Mbok Yem dinobatkan menjadi kedai tertinggi di Indonesia. Dari batu-batu yang tersusun, dan dinding-dinding kayu warung ini berdiri. Bagian depan warung terlihat penuh dengan stiker dari pendaki. Di atap warung terpasang benda persegi panjang berwana hitam dengan corak kotak-kotak sebagai panel surya.
-
Apa merek motor pertama di Indonesia? Apa merek motor pertama di Indonesia? Motor pertama di Indonesia merupakan buatan Hildebrand & Wolfmüller, yang dimiliki oleh seorang berkebangsaan Inggris yang bernama John C. Potter.
-
Kapan motor pertama tiba di Indonesia? Setelah menunggu satu tahun, akhirnya motor pertama tersebut tiba di Pelabuhan Semarang pada tahun 1893.
-
Apa yang digambarkan foto pertama di koran? Foto ini menggambarkan jalan-jalan Paris yang dibarikade akibat aksi mogok kerja.
-
Dimana motor pertama di Indonesia ditemukan? Pada tahun 1932, bangkai sepeda motor pertama di Hindia Belanda kembali ditemukan. Menurut Abdul Hakim, bagian-bagian kendaraan tersebut tersebar di sudut bengkel milik Potter.
-
Kapan Tari Lawet pertama kali ditampilkan? Dilansir dari Budaya-Indonesia.org, kemunculan Tari Lawet berawal dari keinginan Bupati Kebumen pada tahun 1989 untuk menampilkan pentas tari massal khas Kebumen untuk membuka acara Jambore Daerah Jawa Tengah yang diadakan di bukit perkemahan Widoro, Kebumen.
-
Dari mana motor pertama di Indonesia dipesan? John melakukan pemesanan langsung untuk sepeda motor tersebut ke sebuah pabrik di München, Jerman.
Meski sederhana dan kecil, namun kedai ini menjadi primadona pendaki yang kelaparan di atas puncak Gunung Lawu, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur. Menyantap satu piring pecel lele dengan minuman hangat di tengah dinginnya udara Gunung Lawu.
©2021 Merdeka.com/Dede Bondan
Sejak pagi wanita dengan nama asli Wakiyem ini sudah berjibaku di balik bilik dapurnya, melawan dingin udara Gunung Lawu merasuk tubuh. Tangannya sibuk membuat adonan gorengan, telur, sayur mayur, menyiapkan kuah soto dan merebus air hangat. Melayani pendaki yang sedang keroncongan.
Minuman-minuman segar, satu baskom yang berisi gorengan, sayur rebus untuk pecel terhidang di warung ini. Tak perlu khawatir, aneka minuman hangat juga ada di warung ini. Siap menjadi teman tatkala dingin merasuk tubuh.
©2021 Merdeka.com/Dede Bondan
Salah satu menu andalan dari warung Mbok Yem adalah nasi pecel telur ceploknya, harga seporsi dari nasi pecel komplit tersebut adalah Rp 15 ribu. Selain itu ada juga menu andalan lainnya yakni nasi soto. Menikmati satu piring nasi pecel atau satu mangkok soto hangat dengan pemandangan menakjubkan di Gunung Lawu tentu menjadi kenangan yang tak terlupakan.
Menjadi warung satu-satunya di Gunung Lawu tentu saja warung Mbok Yem tak pernah sepi pengunjung. Para pendaki harus sabar mengantre untuk mendapatkan sajian dari Mbok Yem.Lokasinya Warung Mbok Yem juga terbilang strategis, tepat berada di pertemuan tiga jalur pendakian via Cemoro Sewu, Comoro Kandang, dan Cetho. Para pendaki yang berbeda jalur pun bisa bertemu di warung berusia 3 dekade lebih ini.
©2021 Merdeka.com/Dede Bondan
Di sela-sela kesibukannya, Mbok Yem terkadang melayani pendaki yang meminta foto bersama. Sebagai tanda kenangan telah menginjakkan kaki di warung legendaris ini. Ya, Mbok Yem dan kedai sederhananya ini memang membekas di hati para pendaki Gunung Lawu.
Bagaimana tidak, wanita lanjut usia ini sudah mendirikan warung ini sejak 1980-an silam. Dulunya, pemilik nama asli Wakiyem seorang peracik jamu tradisional yang mencari bahan-bahan di puncak Lawu.Namun hatinya tersentuh setelah bertemu dan berinteraksi dengan pendaki.
Ia memutuskan untuk tinggal di kawasan Argo Dalem tepat dibawah puncak Gunung Lawu. Membuka warung untuk membantu kebutuhan logistik pendaki yang kekurangan. Memilih menghabiskan sebagian besar hidupnya di gunung. Ia bahkan hanya turun gunung setahun sekali saja saat lebaran.
©2021 Merdeka.com/Dede Bondan
Meski berada di Gunung Lawu, namun fasilitas di warung ini terbilang lengkap. Tanpa ada jaringan listrik PLN yang sampai di puncak, warung Mbok Yem ada televisi, kulkas, penanak nasi, dan lampu yang menyala. Ya, panel surya lah yang panel surya membuat listrik ada di warung ini. Membantu Mbok Yem dalam kebutuhan sehari-hari.
Warung Mbok Yem lebih dari sekedar warung, kedai sederhana ini bak rumah bagi para pendaki di Gunung Lawu. Tempat para pendaki saling bertukar cerita. Bercengkrama dengan kawan pendaki lainnya.