Asal Usul ICJ Putuskan Pendudukan Israel Atas Tanah Palestina Ilegal & Sejarah Pencaplokannya
ICJ juga menyatakan kebijakan dan praktik Israel di wilayah Palestina yang diduduki merupakan pencaplokan sebagian besar wilayah tersebut.
Asal Usul ICJ Putuskan Pendudukan Israel Atas Tanah Palestina Ilegal & Sejarah Pencaplokannya
Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan pendudukan Israel atas tanah Palestina melanggar hukum dan kebijakan pemukiman Israel melanggar Konvensi Jenewa yang menyatakan bahwa "Kekuatan Pendudukan tidak boleh mendeportasi atau memindahkan sebagian penduduk sipilnya sendiri ke wilayah yang didudukinya".
- Survei: Warga Yahudi Israel Setuju Militer Tak Perlu Patuhi Hukum Internasional dan Nilai Moral Saat Berperang di Gaza
- Mahkamah Internasional Tetapkan Pendudukan Israel di Palestina Melanggar Hukum, Perintahkan Para Pemukim Segera Angkat Kaki
- Ini yang Bakal Dilakukan Indonesia agar Israel Bisa Dihukum di Mahkamah Internasional karena Penjajahan di Palestina
- Ikuti Langkah Afrika Selatan, Indonesia Gugat Israel ke Mahkamah Internasional Atas Penjajahan Palestina
Pengadilan tertinggi PBB itu juga menyatakan kebijakan dan praktik Israel di wilayah Palestina yang diduduki merupakan pencaplokan sebagian besar wilayah tersebut. Israel secara sistematis melakukan diskriminasi terhadap warga Palestina yang tinggal di sana.
Pengadilan juga menyatakan bahwa praktik dan kebijakan Israel melanggar hak Palestina untuk menentukan nasib sendiri.
"Penyalahgunaan Israel yang terus-menerus atas posisinya sebagai kekuatan pendudukan melalui aneksasi dan penegasan kendali permanen atas wilayah Palestina yang diduduki dan terus-menerusnya frustrasi atas hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri melanggar prinsip-prinsip dasar hukum internasional dan menjadikan kehadiran Israel di wilayah Palestina yang diduduki melanggar hukum," kata Presiden ICJ Nawaf Salam saat membacakan putusan Jumat lalu dikutip dari middle east eye, Minggu (21/7/2024).
Dikutip dari reuters, Mahkamah Internasional juga berpendapat Dewan Keamanan PBB, Majelis Umum dan semua negara memiliki kewajiban untuk tidak mengakui pendudukan Israel atas tanah Palestina sebagai tindakan yang sah atau "memberikan bantuan" untuk mempertahankan kehadiran Israel di wilayah yang diduduki.
Israel pun langsung bereaksi atas putusan Mahkamah Internasional itu. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak pendapat tersebut sebagai "salah secara mendasar" dan sepihak.
"Bangsa Yahudi tidak bisa menjadi penjajah di tanahnya sendiri," kata kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam sebuah pernyataan dilansir Reuters.
Putusan Mahkamah Internasional itu juga membuat marah para pemukim Israel di Tepi Barat serta politisi seperti Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang partainya berhaluan keagamaan nasionalis dekat dengan gerakan pemukim yang tinggal di Tepi Barat.
"Jawaban untuk Den Haag - Kedaulatan sekarang," tulisnya di platform media sosial X, yang tampaknya merupakan seruan untuk secara resmi mencaplok Tepi Barat.
Israel Gantz, kepala Dewan Regional Binyamin, salah satu dewan pemukim terbesar, mengatakan pendapat ICJ "bertentangan dengan Alkitab, moralitas, dan hukum internasional".
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Palestina menyebut pendapat itu "bersejarah" dan mendesak negara-negara di dunia untuk mematuhinya.
"Tidak ada bantuan, tidak ada pendampingan, tidak ada keterlibatan, tidak ada uang, tidak ada senjata, tidak ada perdagangan, tidak ada tindakan apa pun untuk mendukung pendudukan ilegal Israel," kata utusan Palestina Riyad al-Maliki di luar pengadilan di Den Haag.
Putusan Mahkamah Internasional ini merupakan tanggapan atas permintaan pendapat hukum yang diminta Majelis Umum PBB, yang diajukan pada Desember 2022 dan didukung oleh 87 negara. Tentu saja hal itu ditentang oleh AS, Inggris, Jerman, dan Israel.
Dalam perang enam hari pada 1967, Israel telah merebut Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur, wilayah bersejarah yang diinginkan Palestina untuk berdirinya negara Palestina merdeka. Sejak saat itu Israel membangun pemukiman di Tepi Barat dan terus memperluasnya.
Para pemimpin Israel berargumen wilayah tersebut tidak diduduki secara hukum karena berada di tanah yang disengketakan, tetapi PBB dan sebagian besar masyarakat internasional menganggapnya sebagai wilayah yang diduduki.
Pada Februari lalu, lebih dari 50 negara menyampaikan pandangan mereka di hadapan pengadilan internasional, dengan perwakilan Palestina meminta pengadilan untuk memutuskan bahwa Israel harus menarik diri dari semua wilayah yang diduduki dan membongkar pemukiman ilegal.
Israel tidak berpartisipasi dalam sidang tersebut tetapi mengajukan pernyataan tertulis yang berisi dalih ke pengadilan mengeluarkan pendapat penasihat akan "merugikan" upaya penyelesaian konflik Israel-Palestina.
Mayoritas negara peserta meminta pengadilan untuk menyatakan pendudukan itu illegal. Sementara segelintir negara, termasuk Kanada dan Inggris, berpendapat pengadilan harus menolak memberikan pendapat penasihat.
Amerika Serikat telah meminta pengadilan untuk tidak memerintahkan penarikan tanpa syarat pasukan Israel dari wilayah Palestina.
AS berdalih posisinya yakni pengadilan tidak boleh mengeluarkan keputusan yang dapat merugikan negosiasi menuju solusi dua negara berdasarkan prinsip "tanah untuk perdamaian".
Pada tahun 2004, ICJ mengeluarkan putusan yang menyatakan bahwa tembok pemisah Israel di sebagian besar wilayah Tepi Barat adalah ilegal dan pemukiman Israel dibangun dengan melanggar hukum internasional. Israel menolak putusan tersebut.