Benarkah Bahan Utama Susu Nabati Meningkatkan Risiko Kanker Usus Besar? Begini Penjelasan Lengkapnya
Kandungan pengemulsi dan aditif dalam susu nabati bisa mengganggu mikrobioma usus, yang berpotensi meningkatkan risiko kanker usus besar.
Dalam beberapa tahun terakhir, Amerika mengalami penurunan yang signifikan dalam tingkat konsumsi susu sapi. Banyak konsumen beralih ke susu nabati sebagai solusi untuk intoleransi laktosa, serta didorong oleh kepedulian terhadap lingkungan dan isu etika dalam peternakan sapi perah. Namun, susu nabati juga memiliki masalah tersendiri. Sejumlah pakar memperingatkan risiko dari konsumsi susu nabati lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi.
Seperti yang dilansir oleh NY Post pada Selasa, 29 Oktober 2024, penelitian menunjukkan produk susu berbasis tanaman tidak selalu menawarkan kandungan gizi yang setara dengan susu dari peternakan sapi perah. Menariknya, sekitar sepertiga dari susu berbasis tanaman mengandung kadar gula yang mirip dengan susu cokelat atau stroberi. Selain itu, sebagian besar produk susu ini juga mengandung zat aditif dan pengemulsi, yang menjadikannya sebagai makanan ultra-olahan (UPF).
-
Bagaimana gaya hidup tidak sehat bisa menyebabkan kanker? Kanker dapat disebabkan oleh berbagai faktor, dan salah satunya bisa berasal dari gaya hidup tidak sehat.Meski berakibat buruk, namun nyatanya, masih banyak orang yang mengadopsi gaya hidup tidak sehat ini. Dan tentu saja, gaya hidup ini harus segera diubah untuk meminimalisir munculnya masalah kesehatan di masa depan.
-
Apa saja gaya hidup yang bisa meningkatkan risiko terkena kanker? Beberapa gaya hidup yang bisa meningkatkan risiko kanker adalah: Tidak berolahraga secara teratur. Olahraga dapat membantu menjaga berat badan ideal, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan mengurangi peradangan. Tidak berolahraga dapat menyebabkan obesitas, yang merupakan faktor risiko untuk beberapa jenis kanker, seperti kanker payudara, usus besar, dan rahim.Terpapar sinar ultraviolet (UV) secara berlebihan. Sinar UV dari matahari atau sumber buatan, seperti lampu solarium, dapat merusak DNA sel kulit dan menyebabkan mutasi gen. Mutasi gen dapat memicu kanker kulit, seperti melanoma dan karsinoma sel basal. Mengonsumsi makanan yang tidak sehat. Makanan yang tinggi lemak jenuh, gula, garam, dan bahan pengawet dapat meningkatkan risiko kanker. Makanan yang digoreng, diasap, atau diasinkan juga dapat mengandung zat karsinogenik, yaitu zat yang dapat merangsang pertumbuhan sel kanker. Sebaliknya, makanan yang kaya serat, antioksidan, dan fitonutrien, seperti buah-buahan dan sayuran, dapat membantu mencegah kanker. Mengonsumsi alkohol dalam jumlah banyak. Alkohol dapat merusak sel-sel hati, mulut, kerongkongan, tenggorokan, dan lambung. Alkohol juga dapat meningkatkan kadar estrogen, yang dapat memicu kanker payudara. Mengonsumsi alkohol secara berlebihan dapat meningkatkan risiko kanker hati, pankreas, kolorektal, dan payudara. Merokok atau terpapar asap rokok. Rokok mengandung ribuan zat kimia berbahaya, termasuk nikotin, tar, dan karbon monoksida. Zat-zat ini dapat merusak DNA sel-sel paru-paru dan organ lain, serta menyebabkan peradangan kronis. Merokok atau terpapar asap rokok dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru, mulut, kerongkongan, pankreas, ginjal, dan kandung kemih.
-
Kapan gejala kanker paru biasanya terasa? Paru kita itu tidak memiliki saraf perasa, tapi saraf perasa ada di lapisan dalam, sehingga kalau sudah kena sampai sana maka sudah stadium empat," kata Sita lagi.
-
Bagaimana cara mencegah kanker usus? Cara mencegah kanker usus adalah dengan mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat dan melakukan pemeriksaan usus secara berkala. Berikut adalah beberapa tips yang bisa Anda lakukan untuk mencegah kanker usus: Perbanyak konsumsi sayur, buah, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Makanan-makanan ini kaya akan serat, vitamin, mineral, dan antioksidan yang bisa membantu melindungi usus dari kerusakan sel dan peradangan. Serat juga bisa membantu membersihkan usus dari sisa makanan yang bisa menjadi sumber toksin.Batasi konsumsi daging merah, daging olahan, dan makanan yang dibakar. Makanan-makanan ini mengandung zat karsinogenik, yaitu zat yang bisa merusak DNA sel dan menyebabkan kanker. Daging merah juga bisa meningkatkan kadar zat besi dalam tubuh, yang bisa merangsang pertumbuhan sel kanker. Berhenti merokok dan batasi konsumsi alkohol. Rokok dan alkohol juga mengandung zat karsinogenik yang bisa meningkatkan risiko kanker usus. Alkohol juga bisa mengganggu penyerapan folat, yaitu vitamin yang penting untuk menjaga kesehatan sel.Berolahraga secara rutin. Olahraga bisa membantu menjaga berat badan ideal, meningkatkan metabolisme, dan mengurangi peradangan di usus. Olahraga juga bisa merangsang gerakan usus, sehingga mencegah penumpukan sisa makanan di usus. Jalani skrining kanker usus secara berkala. Skrining kanker usus adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi adanya polip atau tumor di usus besar.Polip adalah benjolan yang bisa menjadi kanker jika tidak diangkat. Skrining kanker usus bisa dilakukan dengan kolonoskopi, sigmoidoskopi, tes darah samar, atau tes DNA tinja.
-
Apa saja contoh gaya hidup barat yang meningkatkan risiko kanker? Pada masa lampau, pola makan yang lebih sehat dengan konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan segar lebih umum. Namun, di zaman modern, makanan cepat saji yang kurang bergizi lebih mudah diperoleh. Perubahan pola makan yang mencakup lebih banyak makanan olahan dan cepat saji mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
-
Apa saja kebiasaan yang bisa mengurangi risiko kanker? Kebiasaan-kebiasaan ini tidak sulit untuk dilakukan, tetapi bisa memberikan manfaat besar bagi kesehatan Anda.
Penggunaan emulsi seperti gelatin, protein whey, gom xantan, dan karboksimetilselulosa umumnya ditambahkan ke dalam susu nabati untuk mencegah pemisahan serta menciptakan tekstur yang halus dan lembut. Namun, makanan ultra-olahan ini dapat mengganggu sistem mikroba dalam tubuh. Zat tambahan tersebut berpotensi mengubah komposisi bakteri usus dan memicu peradangan. Seperti diketahui ketahui, peradangan kronis dapat merusak DNA dan meningkatkan risiko kanker.
Para ahli juga meyakini bahwa paparan berlebihan terhadap UPF dapat menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya kasus kanker usus besar di kalangan generasi muda. Data menunjukkan pada tahun 2019, 20 persen kasus kanker kolorektal terjadi pada individu berusia di bawah 55 tahun, meningkat dari 11 persen pada tahun 1995. Lebih mengkhawatirkan lagi, kelompok usia yang lebih muda cenderung terdiagnosis pada stadium lanjut, sehingga menyulitkan proses pengobatan dan penyembuhan.
Meningkatnya Kasus Kanker Kolorektal
Menurut para ahli medis, diprediksi bahwa kanker usus besar akan menimbulkan sekitar 53.000 kematian di Amerika Serikat pada tahun ini. Penelitian sebelumnya telah menghubungkan penggunaan pengemulsi makanan seperti karboksimetilselulosa (CMC) dan polisorbat 80 dengan terjadinya kanker usus besar pada hewan percobaan, khususnya tikus. Di sisi lain, sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2021 menunjukkan ketika pengemulsi ini diperkenalkan ke dalam koloni bakteri yang mirip dengan di usus manusia. Pengemulsi tersebut dapat menyebabkan kematian atau gangguan pada bakteri tersebut. Mikrobioma usus, yang terdiri dari berbagai jenis bakteri, virus, dan jamur dalam sistem pencernaan, diyakini memiliki peran krusial dalam perkembangan dan progresi kanker kolorektal.
Beberapa penelitian menunjukkan bakteri yang berada di saluran pencernaan memiliki fungsi penting dalam melawan kanker, dan jika terjadi gangguan pada mikrobioma maka kemungkinan terjadinya kanker kolorektal dapat meningkat. Profesor Kedokteran, Mikrobiologi, dan Imunologi di Universitas Miami, Dr. Maria Abreu, menghebohkan publik dengan pernyataannya tahun lalu. Ia mengatakan kecurigaannya bahan kimia dan bakteri yang terdapat dalam makanan olahan dapat menyebabkan enzim di usus menjadi tidak stabil, yang pada gilirannya dapat memicu peradangan dan kanker.
"Bahkan makanan yang kita anggap baik untuk kita pun bisa menjadi masalah. Hal-hal seperti pengemulsi yang ditambahkan, hal-hal yang lembut, seperti yogurt tanpa lemak dan semua hal ini, benar-benar dapat mengubah mikrobioma usus secara signifikan," jelas Abreu
Peningkatan Kadar Gula
Masalah yang perlu diwaspadai tidak hanya terletak pada zat aditif dan pengemulsi dalam susu nabati, tetapi juga lonjakan gula darah yang mungkin terjadi. Jessica Cording, seorang ahli diet terdaftar dan penulis, menyoroti pentingnya pengelolaan gula darah dalam kesehatan.
"Saya sangat fokus pada manajemen gula darah dalam pekerjaan saya, yang penting untuk banyak aspek kesehatan fisik dan mental kita," ungkap Jessica Cording dalam wawancaranya dengan DailyMail.
Ia menjelaskan susu gandum memiliki kandungan protein yang lebih rendah dan karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan susu sapi atau susu dari kacang-kacangan. Ketika tubuh mencerna karbohidrat ini, lonjakan kadar gula darah dapat terjadi.
Seiring berjalannya waktu, siklus lonjakan ini dapat menyulitkan pengelolaan berat badan dan meningkatkan risiko penyakit terkait gaya hidup, seperti diabetes. Mengacu pada laporan CNN pada Selasa, 25 Juli 2023, sebuah studi terbaru yang dipresentasikan dalam konferensi Nutrition 2023 yang diselenggarakan oleh American Society for Nutrition di Boston pada 24 Juli 2023, mencatat hanya 28 jenis susu nabati yang memiliki kandungan protein dan vitamin D yang setara atau lebih tinggi dibandingkan susu sapi. Temuan ini menyoroti pentingnya pemilihan susu nabati yang tepat untuk memastikan asupan gizi yang memadai.
Susu Nabati Kurang Nutrisi Dibanding Susu Sapi
Tim peneliti dari University of Minnesota telah menciptakan sebuah database yang mencakup hampir 20.000 label nutrisi, termasuk 233 produk susu nabati dari 23 produsen yang berbeda. Dari total produk tersebut, sekitar setengahnya diperkaya dengan vitamin D, dua pertiga mengandung kalsium, dan sekitar 20 persen memiliki kandungan protein yang setara dengan susu sapi. Abigail Johnson, Ph.D., yang merupakan penulis utama studi dan seorang ahli diet, menjelaskan masyarakat tidak perlu khawatir secara berlebihan, karena nutrisi yang dibutuhkan dapat diperoleh dari sumber lain. Dia juga menegaskan susu sapi bukanlah pilihan yang sempurna.
“Namun, jika konsumen beranggapan bahwa susu nabati dapat menggantikan susu sapi sepenuhnya, banyak dari mereka yang salah,” ujar Abigail.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa hanya 38 dari 223 pengganti susu yang memiliki kandungan protein 8 gram atau lebih, yang merupakan jumlah sama dengan yang terdapat dalam segelas susu berukuran 8 ons. Sebagian besar susu nabati umumnya hanya mengandung sekitar 2 gram protein, meskipun susu yang terbuat dari kedelai, kacang polong, dan beberapa kombinasi lainnya terbukti mengandung antara 6 hingga 10 gram protein. Mengenai kalsium dan vitamin D, studi tersebut mencatat bahwa 170 dari 233 jenis susu alternatif diperkaya dengan kadar yang mirip dengan yang ditemukan dalam segelas susu biasa.