Ini Daftar Kekejaman Tentara Myanmar, Bantai & Perkosa Muslim Rohingya
Militer Myanmar juga tercatat atas kekejamannya terhadap etnis muslim Rohingnya. Simak ulasannya berikut ini.
Negeri tanah emas Myanmar, saat ini tengah dalam kondisi mencekam dan menjadi perhatian masyarakat di seluruh dunia. Hal ini disebabkan, adanya manuver dari pihak militer yang melakukan kudeta terhadap pemerintah. Pengambilalihan kekuasaan terjadi, setelah pihak militer Myanmar menganggap adanya kecurangan dalam pemilihan umum yang dilakukan pada bulan November 2020 lalu.
Kanselir Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint bahkan telah ditangkap dan ditahan di ibu kota Naypyidaw. Pihak militer Myanmar saat ini dikabarkan sudah menguasai kota Yangon, dan menunjuk pimpinan tertingginya, Jenderal Senior Min Aung Hlaing untuk mengambil alih kekuasaan sementara.
-
Apa itu Kue Mayit? Walaupun namanya terbilang seram, rasa kue ini begitu enak dan bikin nagih. Kue ini memang melegenda di wilayah asalnya. Sudah sejak lama, masyarakat Kota Intan itu menyajikan kue mayit di acara-acara kebudayaan lokal.
-
Kenapa Kue Tapel mirip Kue Leker? Cita rasa gurih, harum dan sedikit manis berpadu jadi satu di tiap porsinya. Belum lagi teksturnya cukup unik, yakni renyah di luar dan lembut di dalam, membuat Kue Tapel mirip kue leker.
-
Apa ciri khas burung Cendet Madura? Mengutip Instagram @jatimpemprov, burung Cendet Madura memiliki tubuh yang ramping, panjang, dan proporsional. Burung ini memiliki bulu dominan hitam sampai ke tengkuk. Bulunya yang dominan berwarna hitam menyebabkan burung ini juga dikenal dengan sebutan Cendet Blangkon. Burung ini juga memiliki ekor lebih panjang dibandingkan Cendet jenis lain.
-
Kapan HUT Kodam Jaya diperingati? Setiap tanggal 24 Desember diperingati HUT Kodam Jaya.
-
Di mana Kue Mayit ini terkenal? Kue ini memang melegenda di wilayah asalnya. Sudah sejak lama, masyarakat Kota Intan itu menyajikan kue mayit di acara-acara kebudayaan lokal.
-
Apa itu Kue Tetu? Kue Tetu merupakan sebuah kudapan berbahan dasar tepung terigu dan santan kelapa.
Posisi militer atau tentara di Myanmar memang cukup vital. Militer masih memiliki peran besar dalam kehidupan bernegara di Myanmar.
Tak cuma itu, militer Myanmar juga tercatat atas kekejamannya terhadap etnis muslim Rohingnya. Simak ulasannya berikut ini.
Kekejaman Militer Myanmar kepada Rakyat Rohingya
Memang sudah puluhan tahun lamanya, penduduk muslim Rohingya hidup dalam bayang-bayang ketakutan pasukan militer Myanmar yang disebut dengan Tatmadaw. Penduduk Rohingya tinggal di wilayah Arakan, bagian dari Rakhine- di Myanmar Barat yang berbatasan langsung dengan Bangladesh.
Sudah sejak tahun 1942, mereka mengalami upaya pengusiran dari wilayah Arakan. Sejak Myanmar merdeka pada 1948, Muslim Rohingya dikucilkan dalam hal pembangunan bangsa. Pada 1962 Jenderal Ne Win mensistematiskan penindasan terhadap Rohingya dengan membubarkan organisasi politik dan sosial mereka.
Pasukan pemerintah Birma (saat ini Myanmar), bahkan mengusir ribuan Muslim Rohingya secara brutal disertai pembakaran pemukiman, pembunuhan dan pemerkosaan lewat pasukan militernya.
Penyiksaan Muslim Rohingya Bukan Rahasia Lagi
Kejahatan genosida yang dilakukan oleh pasukan bersenjata Myanmar itu bahkan sudah menjadi rahasia umum. Misi pencari fakta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar mengatakan, pemerkosaan oleh pasukan militer dan bentuk kekerasan seksual lainnya begitu rutin terjadi.
Kabarnya, kekerasan seksual yang dilakukan bertujuan untuk meneror etnis minoritas. PBB menemukan, di Negara Bagian Rakhine, di mana minoritas muslim Rohingya menetap, praktik kekerasan seksual begitu meluas selama operasi "pembersihan" oleh pemerintah, pada tahun 2017 lalu.
Dalam laporan setebal 61 halaman dari PBB, disebutkan jika kekerasan seksual digunakan militer Myanmar sebagai strategi untuk mengintimidasi, meneror, dan menghukum penduduk sipil. Disebutkan juga bahwa hal tersebut sengaja dilakukan untuk memaksa mereka pergi dari wilayah Myanmar.
©REUTERS/Mohammad Ponir Hossain
Mengutip dari kantor berita Anadolu, Ketua Misi Pencari Fakta Marzuki Darusman mengatakan, baik perempuan dewasa atau anak-anak menjadi sasaran dalam sebagian besar serangan oleh militer Myanmar. Selain dipukul, disulut rokok, dan diiris pisau, perempuan Myanmar juga diperkosa oleh pasukan militer. Bahkan, dalam laporan pencari fakta itu, PBB juga menemukan bahwa para perempuan dijadikan budak seksual di pangkalan Tatmadaw.
"Komunitas internasional harus meminta militer Myanmar untuk memperhitungkan rasa sakit dan penderitaan luar biasa yang ditimbulkan," ujar Ketua Misi Pencari Fakta, Marzuki Darusman, seperti yang dikutip kantor berita Anadolu, Jumat (23/8/2019).
Kesaksian Tentara Myanmar
Beberapa waktu yang lalu, muncul sebuah video kesaksian dua tentara Myanmar secara terbuka mengakui bahwa mereka terlibat dalam apa yang disebut pejabat PBB sebagai kampanye genosida terhadap minoritas Muslim Rohingya di negara tersebut. Dua tentara mengakui kejahatannya berupa eksekusi, penguburan massal, pemusnahan desa, dan pemerkosaan.
"Kami memusnahkan sekitar 20 desa," kata Zaw Naing Tun said, menambahkan dia juga mengubur sejumlah mayat dalam kuburan massal, dikutip dari The New York Times, Selasa (8/9/20).
Kekejaman yang dijelaskan oleh kedua prajurit militer Myanmar yang melarikan diri itu, sejalan dengan bukti pelanggaran hak asasi manusia serius yang dikumpulkan dari lebih dari 1 juta pengungsi Rohingya yang sekarang berlindung di negara tetangga Bangladesh.
Panglima Militer Myanmar: PBB Jangan Ikut Campur
©EPA
Tak sejalan dengan keinginan masyarakat dunia, Panglima militer Myanmar Min Aung Hlaing justru pernah meminta kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar tidak ikut campur terhadap urusan negaranya. Hal itu diungkapkannya setelah penyelidik PBB menyerukan penangkapan terhadap jenderal-jenderal Myanmar yang diduga melakukan genosida terhadap warga Muslim Rohingya.
Selain meminta PBB untuk tidak ikut campur, Min Aung Hlaing juga mengabaikan tuntutan PBB agar anggotanya dihukum karena diduga mengerahkan aksi kekerasan terhadap warga Rohingya.
"Tidak ada negara, organisasi atau kelompok yang memiliki hak untuk ikut campur dan membuat keputusan atas kedaulatan suatu negara," kata Min Aung Hlaing dalam sebuah pidato, dikutip dari laman Channel News Asia, Senin (24/9/2018).