Ratusan Penulis-Penerbit Buku Dunia Boikot Lembaga Budaya Israel, Perannya Kaburkan Kejahatan Zionis ke Palestina Terungkap
Peran lembaga budaya Israel dianggap signifikan dalam tindakan kekerasan terhadap Palestina.
Penulis pemenang Nobel, Annie Ernaux, dan Abdulrazak Gurnah, merupakan bagian dari ratusan penulis, penerbit, serta pekerja buku lainnya yang berkomitmen untuk tidak bekerja sama dengan lembaga-lembaga budaya Israel. Mereka menilai lembaga-lembaga tersebut sebagai "pengamat bisu atas penindasan yang luar biasa terhadap warga Palestina".
Dalam sebuah surat terbuka yang diinisiasi oleh Festival Sastra Palestina (PalFest) dan diterbitkan pada hari Senin (28/10/2024), para penandatangan menyatakan, "Kami tidak dapat dengan hati nurani yang baik terlibat dengan lembaga-lembaga Israel tanpa mempertanyakan hubungan mereka dengan apartheid dan penggusuran."
- Kelakuan Buruk Warga Israel di Negara Orang, Si Paling Tantrum Tak Tahu Malu
- Pemukim Israel Beli Ratusan Senapan Kaliber Tinggi untuk Bantai Warga Palestina di Tepi Barat
- Pemenang Nobel Sastra, Penerbit dan Penulis Dunia Boikot Israel, Tolak Kerjasama dengan Lembaga Kebudayaan Negara Penjajah
- Kekejaman Israel ke Warga Palestina di Luar Batas Kemanusiaan, Penjara Diubah Jadi Neraka Penuh Siksaan
Surat tersebut juga menekankan bahwa, "Itu termasuk lembaga-lembaga yang tidak pernah secara terbuka mengakui hak-hak yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina sebagaimana diabadikan dalam hukum internasional."
Penulis terkenal seperti Sally Rooney, yang dikenal dengan karya bestseller "Normal People", turut menandatangani surat ini bersama penyair terkenal Rupi Kaur, yang memulai karirnya melalui Instagram. Selain itu, pemenang The Booker Prize, Arundhati Roy, dan penyair Palestina terkemuka, Mohammed El-Kurd, juga menjadi bagian dari para penandatangan.
Surat yang mengutuk tindakan Israel di Jalur Gaza sebagai genosida ini berbunyi, "Kami menyerukan kepada penerbit, editor, dan agen kami untuk bergabung dengan kami dalam mengambil sikap, dalam mengakui keterlibatan kami sendiri, tanggung jawab moral kami sendiri, dan untuk berhenti terlibat dengan negara Israel dan dengan lembaga-lembaga Israel yang terlibat."
Penandatangan lainnya mencakup Jhumpa Lahiri, pemenang Penghargaan Pulitzer tahun 2000, serta Kamila Shamsie, pemenang Women's Prize for Fiction 2018.
William Dalrymple, seorang penulis dan sejarawan, juga menandatangani surat tersebut, bersama jurnalis seperti Owen Jones, Afua Hirsch, Pankaj Mishra, dan akademisi Judith Butler. Dalam surat itu, mereka menyatakan, "Budaya telah memainkan peran integral dalam menormalkan ketidakadilan ini."
Mereka menambahkan, "Institusi budaya Israel, yang sering bekerja secara langsung dengan negara, telah berperan penting dalam mengaburkan, menyamarkan, mengaburkan perampasan dan penindasan jutaan warga Palestina selama beberapa dekade."
Kelompok advokasi hukum UK Lawyers for Israel, yang menantang pemerintah Inggris terkait penangguhan sebagian penjualan senjata ke Israel, telah mengirimkan surat terpisah kepada badan-badan perdagangan dan penerbit.
Mereka mengklaim bahwa boikot tersebut jelas-jelas diskriminatif terhadap orang Israel. Dalam beberapa bulan terakhir, terdapat perpecahan tajam di dunia penerbitan terkait perang di Jalur Gaza.
Festival Buku Internasional Edinburgh (EIBF) mengakhiri kemitraan selama 20 tahun dengan firma manajemen aset Baillie Gifford pada bulan Mei, setelah adanya tekanan dari para aktivis mengenai hubungan mereka dengan perusahaan teknologi dan militer Israel.
Pada bulan yang sama, Serikat Penulis Inggris, yang merupakan serikat pekerja terbesar di negara itu untuk penulis, ilustrator, dan penerjemah, dengan suara tipis menolak resolusi yang mendukung gencatan senjata di Jalur Gaza.
Situasi ini menunjukkan betapa kompleks dan mendalamnya dampak perang ini terhadap industri penerbitan dan budaya secara keseluruhan.