3 Dampak terperosoknya Rupiah ke Rp 15.200an per USD, termasuk PLN terancam rugi
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno mengatakan, pelemahan nilai tukar Rupiah justru memberikan keuntungan bagi Indonesia. Sebab, dengan pelemahan ini justru akan membuat investasi di Indonesia semakin menarik.
Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih melanjutkan pelemahan. Di perdagangan kemarin, Rupiah sempat dibuka menguat, namun kemudian kembali terperosok di level Rp 15.200-an per USD.
Mengutip data Bloomberg, Rupiah tak mampu meninggalkan level Rp 15.200-an per USD hingga penutupan. Nilai tukar masih bertengger di Rp 15.200 di akhir penutupan.
-
Bagaimana Pejuang Rupiah bisa menghadapi tantangan ekonomi? "Tidak masalah jika kamu bekerja sampai punggungmu retak selama itu sepadan! Kerja keras terbayar dan selalu meninggalkan kesan abadi."
-
Bagaimana redenominasi rupiah dilakukan di Indonesia? Nantinya, penyederhanaan rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, contohnya Rp 1.000 menjadi Rp 1.
-
Mengapa Redenominasi Rupiah sangat penting untuk Indonesia? Rupiah (IDR) termasuk dalam golongan mata uang dengan daya beli terendah. Hal ini semakin menunjukan urgensi pelaksanaan redenominasi rupiah di Indonesia.
-
Apa manfaat utama dari Redenominasi Rupiah untuk mata uang Indonesia? Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menyatakan manfaat utama dari redenominasi rupiah adalah untuk mempertahankan harkat dan martabat rupiah di antara mata uang negara lain.
-
Apa yang membuat Pejuang Rupiah istimewa? "Makin keras kamu bekerja untuk sesuatu, makin besar perasaanmu ketika kamu mencapainya."
-
Apa yang dijelaskan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengenai redenominasi rupiah? Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, implementasi redenominasi rupiah ini masih menunggu persetujuan dan pertimbangan berbagai hal.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno mengatakan, pelemahan nilai tukar Rupiah justru memberikan keuntungan bagi Indonesia. Sebab, dengan pelemahan ini justru akan membuat investasi di Indonesia semakin menarik.
Rini mengungkapkan, saat ini Indonesia merupakan negara berkembang yang paling dinamis. Sebab, Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil.
"Indonesia menjadi negera berkembang yang dinamis di dunia. Kita dengan penduduk besar dengan middle class income yang akan punya potensi pertumbuhan yang besar," ujar dia dalam Indonesia Investment Forum 2018 di Bali, Selasa (9/10).
Bahkan, menurut PricewaterhouseCoopers di 2030 Indonesia akan menjadi negara berkembang terbaik nomor 5. Namun demikian, untuk mencapai hal tersebut, Indonesia perlu kesiapan di bidang infrastruktur.
Oleh sebab itu, di tengah pelemahan rupiah, kata Rini, sebenarnya menjadi saat yang tepat bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Bukan hanya nilai investasi yang menjadi lebih murah, keuntungan yang dihasilkan akan lebih besar dengan pelemahan ini.
"Dengan dolar yang menguat ini potensi yang bagus, mereka mengkonversi dolar dengan harga seperti saat ini. Dengan pertumbuhan ekonomi 5 persen, pendapatan yang bertambah, tentu akan menjadi attractive. Bukan hanya dari sisi return dari investasinya tapi dari nilai tukarnya," tandas dia.
Namun demikian, pelemahan Rupiah mulai dirasakan dampaknya. Mulai PLN terancam rugi hingga harga fesyen impor naik. Berikut rinciannya:
PLN berpotensi rugi
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) khawatir akan mengalami kerugian di akhir tahun akibat pelemahan nilai tukar Rupiah. Sebab, posisi Rupiah di 15.000 per USD di luar perhitungan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) perseroan.
"Bisa jadi (rugi). Tahun lalu saja kurs segitu, kerugiannya segitu. Ada juga (khawatir). RKAP saya kan tahun ini Rp 13.000 atau Rp 14.000. Sekarang sudah Rp 15.000," ujar Direktur Perencanaan PLN, Syofvi Felienty Reokman, dalam Indonesia Investment Forum 2018 di Bali, Selasa (9/10).
Dia mengungkapkan, sebenarnya PLN sudah melakukan lindung nilai (hedging) untuk mengantisipasi gejolak nilai tukar. "PLN kan kalau buat operasional kita hedging. Tapi hedging kita kan operasional artinya 3-6 bulan. Ini kita lakukan terus. Kebutuhan dolar PLN sudah secure," lanjut dia.
Sementara untuk investasi, Syofvi menyatakan jika PLN lebih banyak menggunakan Rupiah ketimbang Dolar. "PLN sendiri kebutuhan Dolar buat investasi tidak banyak. Karena modelnya 30 persen ekuitas, 70 persen utang. 30 persen itu pakai Rupiah," jelas dia.
Namun yang memberatkan PLN dari depresiasi Rupiah ini adalah soal biaya operasional. Sebagai contoh, untuk membeli gas sebagai bahan bakar PLTU.
"Cuma secara operasional, kami bayar gas pakai Dolar. IPP pakai Dolar. Walaupun uang kami keluar (bayar) pakai Rupiah, sama mereka dikurskan Dolar. Tapi sampai akhir tahun ini kebutuhan Dolar PLN aman. Buat operasional sebenarnya (yang menguras keuangan)," ungkap dia.
Barang mewah dan fesyen bermerek mulai terdampak
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey menyebut bahwa pelemahan Rupiah akan berdampak kepada para pelaku usaha ritel di Indonesia. Sebab, beberapa barang komoditas yang dijual pun masih didatangkan melalui impor.
"Sekarang kan (Dolar) sudah Rp 15.000 lebih, maka akan yang terkena (dampak) pertama itu adalah barang-barang impor," kata Roy saat dihubungi merdeka.com, Rabu (10/10).
Roy menyebut, ada beberapa jenis barang impor yang akan berdampak akibat melemahnya mata uang Garuda ini. Beberapa barang tersebut yakni yang sifatnya seperti produk barang mewah. Kemudian, beberapa barang yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri sehingga harus memutuskan untuk impor, serta barang yang bersifat branded fesyen.
"Paling tidak ketiga barang itu yang akan kena eskalasi harga terlebih dahulu," imbuhnya.
Meski demikian, kata dia, para pelaku usaha juga tidak serta merta langsung menaikan harga jual pada ketiga jenis produk tersebut. Terlebih, mereka akan mempertimbangkan dengan melihat ketersediaan stok barang yang ada.
"Tetapi ketika importir atau distributor pemasokan barang dengan harga Dolar yang sudah di atas Rp 15.000 ini, maka ketika stok habis itu sudah pasti eskalasi harga," ungkapnya.
"Eskalasi harga biasanya itu di atas presentasi kenaikan Dolar, dari Dolar yang sebelumnya dari yang sekarang ini. Jadi anggaplah Dolar ada kenaikan 15-20 persen maka kenaikan (produk) bisa di atas itu," tambahnya.
Roy menambahkan, sejauh ini secara tren penjualan sendiri masih tetap sama. Artinya tidak ada penurunan secara drastis dari konsumen. "Kalau sekarang memang katagori untuk produk tersier atau prodak impor itu lebih stagnan sifatnya maksudnya tidak bertumpu seperti produk yang lain. Karena bicara market jadi kalau orang yang memiliki dana atau sosial ekonominya status B Plus dan A itu biasanya tidak berpengaruh dengan harga. Walaupun ada kenaikan eskalasi harga orang-orang dengan status sosial ekonomi tinggi tidak berpengaruh mereka tetap akan berbelanja," katanya.
Harga jeans naik
Dampak pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat atau USD cukup dirasakan oleh sejumlah pedagang pakaian di Pasar Tanah Abang, Jakarta. Rupiah yang menyentuh di atas level Rp 15.200-an per USD tersebut berdampak pada harga jual untuk semua jenis pakaian impor.
Salah satu pedagang celana jeans, Al Bahri mengungkapkan, dampak dari pelemahan Rupiah ini cukup berpengaruh pada penjualan di tokonya. Sebab, hampir semua jenis celana yang dijual didatangkan secara impor. Otomatis, dirinya harus memutar otak untuk meningkatkan harga jual di pasaran.
"Pastinya ada kenaikan untuk harga jual. 30 persen kenaikannya. Umpama Rp 100 ribu bisa sampai Rp 135-140 ribu. Sementara penjualan juga menurun," kata Albahri saat berbincang dengan merdeka.com, di area Blok B, Pasar Tanah Abang, Rabu (10/10).
Hal senada juga dirasakan oleh Thomas, salah satu pedagang jaket. Dia mengaku, tren pelemahan Rupiah ini membuat dirinya harus menaikan harga jual. Sebab, tingginya bea masuk ditambah dengan depresiasi nilai tukar Rupiah menjadi pertimbangan untuk meningkatkan kembali harga jual.
"Secara dampak memang dirasakan. Dari ongkos bea masuk sudah naik duluan kalau ditambah Rupiah naik lebih parah, berpengaruh kepada harga jual sendiri. Kenaikan bisa 20 persen. Misalnya dari Rp 100 ribu jadi Rp 120 ribu," pungkasnya.
(mdk/idr)