5 Fakta baru tutupnya 7-Eleven dan berubah jadi toko alat kesehatan
PT Modern Sevel Indonesia telah menutup semua gerai 7-Eleven per 30 Juni 2017. Penutupan gerai berdampak pada penghentian atau PHK 1.300 karyawan di seluruh wilayah operasional.
PT Modern International Tbk menutup seluruh gerai convenience store 7-Eleven di Indonesia. Penutupan gerai ini sudah dilakukan sejak 30 Juni 2017. Langkah perusahaan cukup membuat heboh. Sebab, selain menyediakan makanan yang murah, lokasi 7-Eleven biasanya juga sangat strategis dan enak untuk berkumpul.
Penutupan gerai yang dikelola PT Modern Sevel Indonesia ini disebabkan batalnya kesepakatan penjualan franchise kepada PT Charoen Phokphand Restu Indonesia.
-
Kapan Ririn Ekawati merayakan bisnis barunya? Bisnis baru ini adalah hadiah terbaik untuk Ririn yang baru saja berulang tahun.
-
Bagaimana Aqila berbisnis? Aqila tampaknya mengikuti kegiatan di sekolahnya yang mengajarkan siswa menjadi wirausahawan sejak dini.
-
Siapa yang merintis bisnis minuman sarang walet? Sebuah perusahaan ternama asal Bojonegoro berhasil menguasai pasar olahan sarang burung walet dalam bentuk minuman kemasan. Menariknya, cikal bakal minuman sarang burung walet pertama di Indonesia ini muncul dari pengalaman pribadi sang pemilik perusahaan.
-
Kenapa Warsilah memutuskan untuk membuka usaha jahit? Enggan berlarut-larut dari keterpurukan dimana suaminya menjadi salah satu korban yang terdampak PHK akibat pandemi Covid-19, Warsilah mencoba peruntungan dengan membuka usaha jahit pakaian untuk wanita, pria, dan anak-anak.
-
Apa yang dirayakan Ririn Ekawati dalam acara peluncuran bisnis barunya? Bisnis baru ini adalah hadiah terbaik untuk Ririn yang baru saja berulang tahun.
-
Apa bisnis yang dirintis oleh Risma di Yogyakarta? Risma memulai usaha kecil-kecilan dari pre-order di rumah. Dari sinilah Risma mulai mengumpulkan modal sedikit demi sedikit hingga akhirnya memberanikan diri untuk membuka bisnis ramen.
PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk sebelumnya memang berencana mengakuisisi bisnis convenience store 7-Eleven dari PT Modern International Tbk (MDRN). Namun, rencana ini dipastikan batal.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan tutupnya salah satu usaha ritel, 7-Eleven bukan karena menurunnya daya beli masyarakat. Penutupan gerai ini disebabkan model bisnis yang dilakukan perusahaan tak sesuai dengan ritel.
"Kalau ada yang ngomong sampai 7-Eleven tutup, 7-Eleven itu mungkin bisnis modelnya enggak sesuai dengan bisnis model ritel," ujar Darmin di Gedung DPR-MPR, Jakarta, Kamis (6/7).
Fakta baru terkuak soal tutupnya 7-Eleven hingga rencana bisnis perusahaan ke depannya. Berikut rinciannya:
Tutup karena regulasi pemerintah
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Roy N. Mandey angkat bicara soal tutupnya semua gerai 7-Eleven di Indonesia. Menurutnya, kejadian ini terjadi sebagai dampak dari menurunnya industri ritel dunia selama 2,5 tahun ini.
"Mereka bukan franchise seperti peritel lain. Mereka harus sewa tempat dan sudah 5 tahun running dan sewanya habis dan kurang bagus. Penyewa menaikkan harga dan pendapatan tidak sama dengan biaya. Nah ini juga sesuai dengan keterbukaan informasi mereka yang menyatakan keterbatasan sumber daya," kata Roy di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (10/7).
Selain itu, tutupnya gerai 7-Eleven juga dikarenakan terpengaruh oleh regulasi di Indonesia. Seperti regulasi dalam hal pengembangan toko, jam operasi, luasan toko, dan regulasi dalam hal produk-produk yang akan dijual ke konsumen.
Sehingga, dia meminta kepada pemerintah untuk memperbarui regulasi mengenai usaha ritel di Indonesia. "Semua regulasi itu bagus, yang dikeluarkan pemerintah tidak ada yang salah. Tapi perlu diperbarui mengikuti zaman," imbuhnya.
Dilarang jual minuman beralkohol
Direktur PT Modern Internasional Tbk, Chandra Wijaya membeberkan sejumlah faktor penyebab tutupnya semua gerai 7-Eleveân. Salah satunya adalah karena batalnya kesepakatan akusisi oleh PT Charoen Phokphand Restu Indonesia.
"Karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki untuk menunjang kelanjutan kegiatan operasional gerai 7-Eleven. Setelah rencana transaksi material atas penjualan kepada PT Charoen Pokphand Restu Indonesia mengalami pembatalan karena tidak tercapainya kesepakatan atas pihak-pihak yang berkepentingan," ujar Chandra di Kantornya, Jakarta, Jumat (14/7).
Penyebab lainnya adalah karena ekspansi gerai 7-Eleven terlalu dini sehingga sebagian besar kebutuhan ekspansi tersebut dibiayai oleh pinjaman. Kewajiban pembayaran bunga dan pokok pinjaman yang signifikan mengganggu modal kerja yang dapat digunakan untuk operasi bisnis 7-Eleven.
"Selain itu daya beli masyarakat yang melemah sejak 2015 dan terus berlanjut sampai saat ini. Pertumbuhan bisnis retail yang melambat juga menjadi salah satu kendala dalam pengembangan bisnis 7-Eleven," jelasnya,
Keadaan tersebut semakin diperparah dengan pelarangan penjualan minol (minuman beralkohol) di gerai-gerai mini market yang efektif berlaku per April 2015. Pelarangan penjualan minol dianggap mempengaruhi penjualan snack dan cuntectionary. "Sejak pelarangan itu penurunan penjualan sangat terasa," kata Chandra.
Selain itu, persaingan bisnis yang sangat ketat juga menjadi penyebab tutupnya sejumlah gerai 7-Eleven. "Hal ini bukan hanya dirasakan oleh bisnis 7-Eleven, tetapi juga banyak pemain ritel Convenience Store dengan brand kuat dari luai yang sudah terlebih dahulu melakukan penghentian operasi bisnis mereka," katanya.
PHK 1.300 karyawan
PT Modern Sevel Indonesia telah menutup semua gerai 7-Eleven per 30 Juni 2017. Penutupan gerai berdampak pada penghentian atau PHK 1.300 karyawan di seluruh wilayah operasional.
"Perihal Jumlah total karyawan yang terdampak keputusan ini, di toko maupun di pusat ada sekitar 1.200 sampai 1.300 karyawan. Karena sebelumnya kita sudah menutup gerai," ujar Direktur Komersial PT Modern Sevel Indonesia Ivan Budiman di Kantornya, Jakarta, Jumat (14/7).
Ivan mengatakan, perusahaan telah mendata seluruh karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Perusahaan juga akan berusaha menyelesaikan kewajiban yang ada sesuai dengan peraturan dan regulasi yang ada.
"Total karyawannya kita selesaikan sesuai dengan perundang undangan tenaga kerja. Itu berdasarkan masa kerja disesuaikan dengan peraturan yang ada," jelasnya.
Selain menyelesaikan kewajiban terhadap karyawan, perusahaan juga akan menyelesaikan kewajiban terhadap pemerintah, kreditur dan para pemasok. Ke depannya apabila seluruh kewajiban telah diselesaikan, manajemen akan memikirkan kembali potensi-potensi bisnis lain yang dapat dilakukan oleh perseroan.Â
Jual toko guna lunasi utang
Perusahaan berencana akan menjual sejumlah aset 7-Eleven yang haknya dimiliki oleh perseroan.
Komisaris Modern Internasional, Donny Sutanto mengatakan, penjualan aset akan digunakan untuk membayar sejumlah kewajiban perusahaan, salah satunya utang. Perusahaan telah menunjuk Colliers International Indonesia sebagai agen penjualan.
"Appraisal company yang akan menghitung berapa nilai asetnya," ujar Donny di Kantornya, Jakarta, Jumat (14/7).
Direktur Modern Internasional, Chandra Wijaya menambahkan, aset yang akan dijual terdiri dari bangunan dan tanah. Beberapa di antaranya dimiliki Modern Internasional, sisanya berbentuk kontrak sewa.
Selain aset dari 7-Eleven, Modern Internasional juga berencana untuk menjual aset Fuji Film. "Kita punya aset-aset yang tidak produktif dari Fuji yang diperoleh 20-30 tahun yang lalu dan market value tinggi dan nilai pembukuannya kecil, " jelasnya.
Sebagai catatan, pada kuartal I-2017, Modern Internasional memiliki kewajiban sebesar Rp 1,38 triliun. Terdiri dari liabilitas jangka pendek sebesar Rp 1,07 triliun dan liabilitas jangka panjang sebanyak Rp 305 miliar.
Berubah jadi toko penjual alat kesehatan
PT Modern Internasional Tbk telah menutup seluruh gerai 7-Eleven pada 30 Juni 2017. Saat ini, perusahaan berencana akan memanfaatkan sejumlah aset 7-Eleven yang tersisa seperti gerai toko untuk mengembangkan dua lini bisnis lainnya.
Direktur Modern Internasional, Chandra Wijaya, mengatakan manajemen akan menyuntik modal kerja dan menghidupkan kembali bisnis-bisnis unit yang masih berjalan dan berpotensi besar. Beberapa diantaranya adalah usaha penjualan peralatan rumah sakit merek Shimadzu dan Sirona dan usaha penjualan mesin foto kopi merek Ricoh.
"Pada saat ini perseroan masih mempunyai bisnis unit Medical Imaging yang memegang hak distribusi tunggal Medical Imaging Equipment dengan merek Shimadzu dan Dental Imaging Equipment dengan merk Sirona di mana bisnis ini masih mempunyai potensi yang sangat besar dengan target pasar klinik dan rumah sakit baik swasta maupun pemerintah," ujar Chandra di Kantornya, Jakarta, Jumat (14/7).
"Selain itu perseroan juga masih memiliki entitas anak PT Modern Data Solusi yang memegang hak distribusi tunggal untuk Ricoh copy mesin dengan target perkantoran dan percetakan yang masih berpotensi besar untuk dikembangkan," tambahnya.
Chandra berharap pengembangan bisnis yang dilakukan terhadap dua lini bisnis tersebut dapat menopang operasional perseroan pasca penghentian operasional bisnis 7-Eleven.
"Dengan berjalannya kembali dan berkembangnya bisnis-bisnis unit yang ada, diharapkan dapat menopang operasional perseroan pasca penghentian operasional bisnis 7-Eleven," pungkasnya.
(mdk/idr)