5 Juta Buruh Ancam Mogok Kerja Jika Pemerintah Tetap Naikkan PPN Jadi 12 Persen
Kenaikan PPN tersebut akan memperparah kondisi ekonomi masyarakat kecil dan buruh di tengah kenaikan upah yang minim.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menolak keras rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025.
Dia menyebut, kenaikan PPN tersebut akan memperparah kondisi ekonomi masyarakat kecil dan buruh di tengah kenaikan upah yang minim.
"Kebijakan ini diprediksi akan menurunkan daya beli secara signifikan, mengakibatkan kesenjangan sosial yang lebih dalam, dan menjauhkan target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan mencapai 8 persen," kata Said Iqbal di Jakarta, Selasa (19/11).
Said Iqbal menilai, kenaikan PPN menjadi 12 persen juga akan berdampak langsung pada harga barang dan jasa yang semakin mahal hingga PHK massal. Di sisi lain, kenaikan upah minimum yang mungkin hanya berkisar 1 persen-3 persen tidak cukup untuk menutup kebutuhan dasar masyarakat.
"Lesunya daya beli ini juga akan memperburuk kondisi pasar, mengancam keberlangsungan bisnis, dan meningkatkan potensi PHK di berbagai sektor," ucapnya.
Tuntutan KSPI
Merespons kebijakan yang dinilai merugikan ini, KSPI menuntut 4 hal ini kepada pemerintah. Pertama, menaikkan upah minimum 2025 sebesar 8 persen -10 persen agar daya beli masyarakat meningkat.
Kedua, menetapkan upah minimum sektoral yang sesuai dengan kebutuhan tiap sektor. Ketiga, membatalkan rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen.
Keempat, meningkatkan rasio pajak bukan dengan membebani rakyat kecil, tetapi dengan memperluas jumlah wajib pajak dan meningkatkan penagihan pajak pada korporasi besar dan individu kaya.
Jika pemerintah tetap melanjutkan kenaikan PPN menjadi 12 persen dan tidak menaikkan upah minimum sesuai dengan tuntutan. KSPI bersama serikat buruh lainnya akan menggelar mogok nasional yang melibatkan 5 juta buruh di seluruh Indonesia.
"Aksi ini direncanakan akan menghentikan produksi selama minimal 2 hari antara tanggal 19 November hingga 24 Desember 2024, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dianggap menekan rakyat kecil dan buruh," tegas Said Iqbal.