Ancaman PHK Industri Rokok di Balik Kenaikan Target Penerimaan Cukai 2025
Pemerintah menargetkan kenaikan penerimaan cukai sebesar 5,9 persen menjadi Rp244,198 triliun.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Daerah Istimewa Yogyakarta, Triyanto menilai kenaikan target penerimaan cukai yang disusun pemerintah dan DPR untuk tahun 2025 diharapkan tidak disertai dengan kenaikan tarif CHT (Cukai Hasil Tembakau).
"Target penerimaan dari sektor cukai naik lagi di tahun depan, berarti pemerintah ini kan mengabaikan usulan-usulan dari berbagai pihak untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau," katanya dikutip di Jakarta, Jumat (30/8).
Sebagaimana diketahui, pada nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Penerimaan Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2025, pemerintah menargetkan kenaikan penerimaan cukai sebesar 5,9 persen menjadi Rp244,198 triliun.
Hal ini menyebabkan industri yang dibebani cukai, terutama industri hasil tembakau yang menjadi kontributor utama penerimaan cukai, akan menghadapi tantangan yang lebih berat ke depannya.
Berdasarkan keterangan Kementerian Keuangan, penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) di tahun 2023 hanya mencapai Rp213,5 trilun atau 91,8 persen dari target 2023.
Target CHT kembali terancam tidak tercapai di tahun 2024. Sebab, hingga Juli 2024, realisasi CHT baru mencapai Rp111,4 triliun atau 48 persen dari target sebesar Rp230,4 triliun, meskipun pemerintah telah menaikkan tarif CHT sebesar 10 persen di tahun 2023 dan 2024.
Triyanto menyesalkan pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang baru-baru ini dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Hal ini dikarenakan dalam PP tersebut terdapat banyak pasal-pasal yang merugikan industri tembakau.
Oleh karena itu, jika pemerintah menambahkan rencana kenaikan CHT yang tinggi, maka dampaknya akan semakin mematikan IHT. Ia khawatir dampaknya akan semakin menekan harga bahan baku di level petani.
Pabrikan Rokok Berpotensi PHK Karyawan
Selain itu, akibat berbagai tekanan dari aturan tersebut, pabrikan rokok berpotensi mengurangi produksinya yang menyebabkan serapan panen petani terancam turun dan puncaknya dapat terjadi pemutuhan hubungan kerja (PHK) massal.
Tak hanya itu, lanjutnya, produk rokok ilegal akan semakin merebak dan menyebabkan kerugian bagi negara dan seluruh ekosistem IHT.
"(Rencana) kenaikan tarif cukai dan terbitnya PP 28/2024 di waktu yang berdekatan betul-betul akan mengancam industri tembakau. Bahkan, betul-betul bisa mematikan mata pencaharian kami," khawatirnya.
Ketua DPC APTI Pamekasan, Jawa Timur, Samukrah, turut menyampaikan keberatan terhadap rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau untuk tahun 2025.
Menurutnya, hal tersebut akan mengerek kenaikan harga produk hasil tembakau yang berpotensi memaksa pabrik untuk mengurangi hasil produksi, yang artinya akan ada penurunan permintaan bahan baku yang dihasilkan oleh petani tembakau.
“Kalau pemerintah itu menaikkan cukai, pasti akan menekan keberlangsungan industri. Ketika industri ditekan sehingga membuat produksinya tidak laku karena kenaikan harga rokok yang tinggi, maka barang kami juga menjadi tidak laku atau hanya laku sebagian,” ujarnya.
Oleh karena itu, Samukrah berharap pemerintah tidak melakukan kenaikan cukai hasil tembakau yang tinggi di tahun depan. “Sejak dulu, kenaikan cukai yang tinggi memberikan ancaman tersendiri bagi para petani tembakau. Kami berharap untuk kenaikan cukai tahun depan hanya satu digit,” tutupnya.