5 Persoalan ekonomi peninggalan SBY buat Jokowi atau Prabowo
Untuk menarik simpati rakyat, keduanya sama-sama mengklaim mengusung sistem ekonomi kerakyatan.
Rakyat Indonesia tengah larut dalam euforia dan panasnya situasi politik jelang peralihan kekuasaan. Segudang persoalan dan harapan dititipkan di pundak dua pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Joko Widodo ( Jokowi ) - Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa .
Untuk menarik simpati rakyat, keduanya sama-sama mengklaim mengusung sistem ekonomi kerakyatan. Terkait hal itu, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) melihat perlunya penajaman dan program konkret untuk menggambarkan sistem ekonomi kerakyatan ala dua pasangan tersebut.
-
Kenapa SBY memberi lukisan kepada Prabowo? "Ini Pak Prabowo keyakinan saya atas pemipin kita mendatang, atas harapan saya, dan juga doa kita semua agar Pak Prabowo kokoh kuat seperti batu karang ini memajukan Indonesia, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menegakkan hukum dan keadilan, dan tugas-tugas lain yang diemban oleh beliau nanti. Semoga berkenan," imbuh SBY.
-
Kapan SBY memberikan lukisan kepada Prabowo? Lukisan tersebut diberikan, saat acara buka bersama seluruh jajaran Partai Demokrat, di Kawasan Jakarta Selatan, Rabu (27/3).
-
Lukisan apa yang diberikan SBY kepada Prabowo? SBY menjelaskan, lukisan laut ombak yang menghantam batu itu dia beri judul 'standing firm like rocks'. Dia menyebutkan, lukisan tersebut sebagai gambaran agae Prabowo dalam memimpin Indonesia nanti dapat kuat dan kokoh.
-
Apa yang diklaim oleh Prabowo? Menteri Pertahanan (Menhan) sekaligus calon presiden (capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto mengatakan dirinya sudah menyatu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab, Jokowi mampu menyatukan lawan menjadi kawan.
-
Apa yang ditolak mentah-mentah oleh Prabowo Subianto? Kesimpulan Prabowo lawan perintah Jokowi dan menolak mentah-mentah Kaesang untuk menjadi gubernur DKI Jakarta adalah tidak benar.
-
Mengapa Prabowo dan SBY ingin bertemu Megawati? Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan keinginan untuk melakukan pertemuan dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
"Kembali lagi nanti bagaimana konsistensinya dan bagaimana wujud konkretnya seperti apa," tegas Direktur Indef Enny Sri Hartati dalam diskusi yang digelar di Apartemen Park Royal, Jakarta, Selasa (20/5).
Dari hasil survei dan kajian Indef, harapan masyarakat sederhana. "Yang diharapkan masyarakat secara keseluruhan, mereka ingin mendapatkan penghidupan yang layak serta lapangan pekerjaan yang memadai," tegasnya.
Tidak hanya harus memenuhi janji kampanyenya, dua pasangan capres dan cawapres juga harus mengatasi persoalan lain yang datang dari pemerintahan sebelumnya atau pemerintahan Presiden Susilo bambang Yudhoyono ( SBY ) dan Wakil Presiden Boediono serta jajaran kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II yang akan berakhir kurang dari enam bulan.
Pemerintahan saat ini 'meninggalkan' sejumlah persoalan yang menjadi pekerjaan rumah untuk pemerintahan baru. Apa saja masalah tersebut? Merdeka.com mencoba merangkumnya. Berikut paparannya.
Utang luar negeri membengkak
Bank Indonesia (BI) merilis utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Maret 2014 sebesar USD 276,5 miliar atau tumbuh 8,7 persen dibandingkan dengan posisi Maret 2013. Posisi ULN pada Maret 2014 terdiri dari ULN sektor publik sebesar USD 130,5 miliar dan ULN sektor swasta USD 146,0 miliar.
"Dengan perkembangan ini, pertumbuhan tahunan ULN pada Maret 2014 tercatat meningkat bila dibandingkan dengan pertumbuhan Februari 2014 sebesar 7,5 persen year on year (yoy). Pertumbuhan ULN terus mengalami peningkatan sejak akhir tahun 2013 terutama didorong oleh ULN sektor swasta," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi, Tirta Segara dalam keterangan tulis, Jakarta, Selasa (20/5).
Kemiskinan
Acting Country Director Bank Dunia Cristobal Ridao Cano mengatakan ?Indonesia memiliki kecenderungan rentan terhadap gejolak ekonomi global. Oleh sebab itu, penerapan manajemen risiko yang terkait erat dengan aktivitas pembangunan nasional menjadi penting dan prioritas diterapkan di Indonesia.
Salah satunya risiko krisis bisa berasal dari penduduk miskin. "40 persen populasi di Indonesia hidup dalam kondisi miskin atau hampir miskin. Ini sangat krusial, membangun manajemen risiko terhadap pembangunan," ungkap Cristobal.
Hal serupa diungkapkan Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana. Dia mengatakan, kini mayoritas masyarakat miskin ada di negara berkembang seperti di Indonesia, India, Nigeria dan lain sebagainya.
"Intinya, meskipun negara berkembang menjadi negara berpendapatan menengah, PR-nya masih banyak masalah kemiskinan. Kalau dijumlahin, jumlah orang miskin di dunia sebagian besar di middle income countries. India, nigeria, dan kita (Indonesia)," tegasnya.
Pengangguran
Badan Pusat Statistik (BPS) melansir data terbaru mengenai kondisi tenaga kerja di Indonesia. Angkatan kerja Indonesia per Februari 2014 mencapai 125,32 juta orang. Angka ini meningkat jika dibandingkan angkatan kerja Februari 2013 yang hanya 123,64 juta orang.
Kelompok angkatan kerja adalah penduduk yang masuk dalam usia kerja yaitu 15 tahun ke atas. Kepala BPS Suryamin mengatakan, dari jumlah angkatan kerja tersebut, sebanyak 118,17 orang bekerja dan sisanya 7,15 juta orang menganggur. Menurut data BPS, angka pengangguran di Indonesia turun tipis dari sebelumnya 7,20 juta orang.
"Struktur dari 125,3 juta orang itu sekitar 7,15 juta diantaranya masih mencari pekerjaan. Jadi tingkat pengangguran 7,15 juta orang. Dalam satu tahun jumlah pengangguran berkurang 50.000 orang," ucap Suryamin dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (5/5).
Jurang kaya-miskin makin lebar
Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Sugeng Bahagijo menegaskan, ketimpangan antara kaya dan miskin mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Sugeng mendasarkan hal itu pada koefisien gini yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
"Dalam kurun 10 tahun terakhir, gini rasio BPS naik menjadi 0,41 persen dari sebelumnya sebesar 0,33 persen," ujar Sugeng di Sekretariat INFID, Jakarta, Selasa (4/3).
Ini menandakan kesejahteraan tidak dirasakan merata, meski terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Akibatnya, jurang antara si kaya dan si miskin semakin melebar. Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemimpin yang baru nanti.
"Masalah paling krusial adalah mengurangi jurang kemiskinan yang sudah terlampau besar. Misalnya banyak orang kaya di Menteng, tapi banyak orang miskin di Banten. Padahal Menteng dan Banten jaraknya dua jam saja," kata Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Ismed Hasan Putro di Jakarta, Minggu (23/3).
Ismed mengatakan ketimpangan harus menjadi agenda besar pemimpin di masa mendatang. Menurut dia, sudah bukan waktunya lagi jika pemimpin masih hanya memberikan janji untuk mengatasi masalah ketimpangan tersebut.
Subsidi dan kenaikan harga BBM
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan menegaskan salah satu masalah utama bangsa ini adalah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang membebani anggaran pemerintah. Situasi itu sudah seperti penjajahan.
"Kita dijajah oleh BBM. Kita tidak bisa merdeka dari persoalan itu," ucapnya saat menghadiri peresmian Mandiri Institute di Jakarta, Senin (12/5).
Dahlan merasa, calon pemimpin Indonesia harus tegas dalam isu subsidi premium dan solar. Termasuk Joko Widodo dan Prabowo Subianto sebagai kandidat terkuat presiden baru versi beberapa lembaga survei.
"Siapapun presiden nanti, Pak Jokowi sekalipun, harus terpikir menaikkan (harga) BBM," kata Dahlan.
Dengan sistem saat ini, subsidi BBM akan terus menggerus APBN dan berpotensi melemahkan nilai tukar Rupiah.
?Ketua Badan Anggaran DPR Ahmadi Noor Supit menilai momentum kenaikan harga jual BBM sebetulnya dimiliki Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hanya saja, karena kabinet sekarang tidak berani mengambil keputusan strategis di akhir masa jabatan, peluang itu jadi semakin tertutup.
"Keberanian politik pimpinan negara saja. Kita harus ingatkan bahwa dia selesai, 9 juli ada presiden baru, dia harus berkonsultasi dengan presiden baru nanti," kata Ahmadi.
(mdk/noe)