Agus Hermanto: Paket kebijakan jilid II itu obat tapi kurang manjur
Paket kebijakan ini dinilai tidak mengobati seluruh akar masalah ekonomi.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Agus Hermanto, menggambarkan paket kebijakan ekonomi jilid II sebagai obat namun kurang manjur untuk mengobati penyakit ekonomi Indonesia saat ini. Paket kebijakan ini dinilai tidak mengobati seluruh akar masalah ekonomi.
"Paket kebijakan ini kurang mumpuni, kalau obat kurang cespleng atau manjur. Memang ini untuk perbaikan infrastruktur dan lain-lain, diperuntukkan jangka menengah ke depan. Tapi menurut saya belum menyeluruh," kata Agus di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (6/10).
Menurut Agus, saat ini yang dibutuhkan oleh Indonesia yaitu bagaimana membuat daya beli masyarakat bisa tinggi. Selain itu, bagaimana memperkuat nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat.
"Kalau daya beli masyarakat kita rendah, akhirnya perusahaan dalam negeri dan industri kolaps, PHK dan membawa dampak negatif. Ini yang harus dibenahi. Kita harus naikkan kurs Rupiah karena ini memengaruhi struktur ekonomi," tandasnya.
Sebelumnya, mantan Menteri Keuangan era Soeharto Fuad Bawazier menilai, paket kebijakan ekonomi jilid II yang diluncurkan Jokowi beberapa waktu lalu menyiratkan kalau pelemahan ekonomi hanya bisa diselamatkan oleh para pemegang modal besar (investor). Padahal, investor kurang merespon kebijakan ini.
"Sehingga bingung juga, karena mereka yang diharapkan bisa memperbaiki tidak merespon dengan baik. Ekonomi sendiri sudah terlanjur lesu, dimulai oleh kebijakan pemerintah Jokowi sendiri. Tidak sadar atau tidak mengerti langsung dihajar sendiri dinaikan harga BBM. Di mana imbasnya pasar menjadi sepi," kata Fuad , Minggu (4/10).
Selain itu, Fuad juga menilai Paket Kebijakan tidak 'senendang' seperti yang dikatakan oleh Jokowi. Seperti dalam kebijakan pengurusan izin investasi atau usaha dari delapan hari dipangkas menjadi tiga jam, serta paket pengurangan pajak penghasilan badan perusahaan diberikan selama 20 tahun.
"Itu engga ada esensi apa-apa. Padahal delapan hari juga engga ada yang mengeluh. Kebijakan yang membohongi diri sendiri. Misalnya lagi pengurangan pajak perusahaan diberikan selama 10 tahun. Sekarang paket baru diberikan 20 tahun padahal 10 tahun saja sudah malas. Yang diberikan dalam paket adalah barang yang tidak dibutuhkan masyarakat," imbuh Fuad.