Anggota Komisi XI DPR Soal Kementerian Investasi: Hanya Selesaikan Persoalan Hilir
Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati menyoroti, pembentukan kementerian baru bernama Kementerian Investasi. Menurutnya, Kementerian Investasi bukan solusi yang tepat untuk mengatasi persoalan investasi di Tanah Air. Apalagi jika melihat tujuan pembentukannya adalah meningkatkan investasi dan membuka lapangan kerja.
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Anis Byarwati menyoroti, pembentukan kementerian baru bernama Kementerian Investasi. Menurutnya, Kementerian Investasi bukan solusi yang tepat untuk mengatasi persoalan investasi di Tanah Air. Apalagi jika melihat tujuan pembentukannya adalah meningkatkan investasi dan membuka lapangan kerja.
"Kalaupun direalisasikan, kementerian ini hanya akan menyelesaikan persoalan di bagian hilir investasi saja," kata Anis di Jakarta, Jumat (16/4).
-
Siapa yang menjabat di Komisi IX DPR RI? Kris Dayanti, saat menjadi anggota DPR RI, menjabat di Komisi IX yang mengurusi kesehatan, tenaga kerja, dan kependudukan.
-
Kenapa Komisi XI DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Kantor Pusat FDIC? “Kita patut belajar bagaimana AS mampu mengatasi situasi genting akibat penarikan simpanan di bank besar-besaran secara cepat atau dikenal sebagai bank run." "Kejadian ini kemudian mengakibatkan kolapsnya sejumlah bank besar di AS hingga mengguncang pasar keuangan global. Namun, FDIC mampu mengatasi fenomena bank gagal ini dengan menempuh upaya resolusi yang menjamin pengembalian simpanan seutuhnya, bahkan simpanan yang melebihi batas penjaminan,” ungkap Puteri dalam Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI ke Kantor Pusat FDIC, Washington DC, AS, pada Senin (10/10).
-
Kapan Komisi XI DPR berkunjung ke Bank Sentral Spanyol? Hal ini disampaikannya menyusul kunjungan Kerja Komisi XI bersama LPS ke Bank Sentral Spanyol, Selasa (7/5).
-
Kapan Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR RI bersama BPS berlangsung? “Karena hal ini merupakan kebutuhan yang mendukung kinerja BPS untuk menjalankan tugas dalam menyediakan basis data kependudukan, hingga menjalankan program-program strategis, seperti Registrasi Sosial Ekonomi, hingga Sensus pertanian,” urai Puteri dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI bersama BPS pada Selasa (5/9).
-
Bagaimana tanggapan Plt Kepala BPS terkait kritik Komisi XI DPR RI? Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan, BPS memiliki indikator kesejahteraan petani melalui Indeks Kesejahteraan Petani yang tahun 2023 sedang dalam proses pencacahan di lapangan.“Harapannya indikator dapat menjadi indikator lebih baik untuk mengukur kinerja pembangunan sektor pertanian," katanya.
-
Apa yang disampaikan Retno Marsudi kepada Komisi I DPR RI? "Kita masih akan berjumpa lagi Insyallah pada satu kali lagi yang saya dengar, tapi pertemuan hari ini merupakan salah satu pertemuan terakhir kita. Untuk itu, betul-betul dari lubuk hati yang paling dalam saya mengucapkan terima kasih banyak," kata Retno.
Anis menyampaikan data bahwa World Economic Forum (WEF) pernah merilis 16 faktor yang menjadi penghalang iklim investasi di Indonesia. WEF menempatkan korupsi dengan skor tertinggi, yaitu sebesar 13,8 sebagai faktor utama penghambat investasi di Indonesia.
Maraknya praktik suap, gratifikasi, dan pelicin yang dilakukan sejumlah oknum, terutama dalam pengurusan perizinan, mengakibatkan sejumlah dampak serius terhadap investor.
Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini juga menjelaskan faktor kedua yang mempengaruhi investasi di dalam negeri yaitu inefisiensi birokrasi dengan skor 11,1. Dilanjutkan dengan akses ke pembayaran dengan skor 9,2, infrastruktur tidak merata dengan skor 8,8 dan kebijakan tidak stabil dengan skor 8,6 yang melengkapi 5 faktor utama.
Selanjutnya
Anis juga memaparkan data lain yang terkait dengan posisi Indonesia di dalam rangking Ease of Doing Business dari Bank Dunia (2020) yang dalam banyak hal merefleksikan efektivitas dan efisiensi dari birokrasi. EDBBD menempatkan Indonesia berada di level 73. "Level yang menunjukkan posisi relative masih rendah," ungkapnya.
Belum lagi, ranking Indonesia selama tiga tahun terakhir relatif stagnan, dan masih di bawah negara-negara tetangga di ASEAN. Sebut saja Singapura di posisi ke 2, Malaysia di posisi 12, Thailand di posisi 21, Brunei di posisi 66, dan bahkan Vietnam di posisi 70. Senada dengan itu, laporan Bank Dunia yang berjudul 'Global Economic Risk and Implications for Indonesia', menyatakan Indonesia dinilai berisiko, rumit, dan tak kompetitif.
Hal lain yang menjadi penghambat investasi, lanjut Anis, adanya faktor regulasi yang seringkali tidak terprediksi, inkonsisten, dan saling bertentangan. Alasan lain yang juga sering kali mengganjal investasi dalam negeri yakni instabilitas pemerintah yang mendapat skor 6,5. Kemudian tarif pajak yang dirating 6,4. Lalu etos kerja buruh mendapat poin 5,8, regulasi pajak 5,2, dan pajak 4,7. Kelima alasan ini melengkapi 10 besar faktor yang menjadi penghalang perkembangan inflasi di Indonesia.
"Jadi, persoalan investasi di Indonesia begitu kompleks, tidak bisa hanya diselesaikan dengan membuat kementerian dan lembaga baru. Hulu, tengah, serta hilir harus diselesaikan berkesinambungan. Pemerintah harus menghilangkan 10 besar faktor penghambat investasi, atau setidaknya hilangkan 5 faktor utama penghambat investasi," tutup legislator dapil DKI Jakarta I itu.
Seperti diketahui, Pemerintah menghapus Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dari Kabinet Indonesia Maju dan meleburnya dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Adapun penggabungan tersebut telah disetujui DPR melalui Rapat Paripurna dengan nama Kemendikbud-Ristek. Selain itu, Paripurna juga menyetujui pembentukan Kementerian Investasi dan Penciptaan Lapangan Kerja, sebagai kementerian baru.
(mdk/bim)