Aturan Kenaikan Pajak Hiburan hingga 75 Persen Masih Dikaji MK, Tarif Kelab Malam & Spa Belum Naik
Aturan kenaikan pajak hiburan dari 40 persen hingga 75 persen dipastikan tidak akan diterapkan dalam waktu dekat.
Aturan kenaikan pajak hiburan dari 40 persen hingga 75 persen dipastikan tidak akan diterapkan dalam waktu dekat.
- Usaha Spa Masuk Kategori Kebugaran, Tidak Tepat Dikenakan Pajak Hiburan
- Pengusaha: Pajak Usaha SPA di Bali Idealnya 15 Persen, Bukan 40 Persen
- Pajak Hiburan Naik 75 Persen, Tarif Spa & Karoke hingga Kelab Malam Bakal Lebih Mahal
- Anggap Aturan Pajak 40% Matikan Usaha, PHRI Bali dan Asosiasi SPA Ancam Gugat ke MK
Aturan Kenaikan Pajak Hiburan hingga 75 Persen Masih Dikaji MK, Tarif Kelab Malam & Spa Belum Naik
Tarif Kelab Malam & Spa Belum Naik
Pelaku usaha hiburan, kelab malam hingga spa kini bisa bernapas lega.
Pasalnya, aturan kenaikan pajak hiburan dari 40 persen hingga 75 persen dipastikan tidak akan diterapkan dalam waktu dekat.
Hal ini diungkapkan Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani usai menemui Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Dalam pertemuan tersebut, pemerintah memberikan relaksasi pajak hiburan dengan kembali menggunakan tarif pajak yang lama.
Kementerian Dalam Negeri pun telah mengeluarkan Surat Edaran yang menjadi landasan hukum pengusaha membayar pajak hiburan dengan tarif lama.
"Kita akan membayar sesuai tagihan yang lama, karena tadi SE-nya sudah keluar, sambil kita menunggu. Tapi kita sudah tahu posisinya pemerintah pusat itu adalah menekankan untuk pajak ini sesuai tarif lama, sambil menunggu proses di Mahkamah Konstitusi,"
saat kata Hariyadi di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (22/1).
Diketahui, Menteri dalam negeri sudah mengeluarkan Surat Edaran No. 900.1.13.1/403/SJ tanggal 19 Januari 2024 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu Atas Jasa Kesenian dan Hiburan Tertentu Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.
Tujuan dari Surat Edaran Mendagri adalah untuk lebih meyakinkan para Gubernur/ Bupati/ Wali Kota untuk melaksanakan Pasal 101 UU Nomor 1 Tahun 2022 yang mengamanatkan para kepala daerah baik Gubernur, Bupati dan Wali Kota dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha untuk mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi.
merdeka.com
"SE tersebut karena ini adalah penegasan dari pasal 101 UU Nomor 1 tahun 2022 memang ada tertera di situ pengajuan oleh individu perusahaan, tetapi tadi meminta konfirmasi kepada Pak Menko (Airlangga) bahwa intinya kepala daerah itu berhak mengeluarkan insentif fiskal," kata Hariyadi.
Mengacu pada UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah, maka pengusaha hiburan tidak akan menaikkan pajak hingga 75 persen.
"Ini yang kita tentunya kita harapkan adalah berlaku pada UU yang lama, yaitu UU Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, di mana batas minimalnya tidak ada," ujar Hariyadi.
Jika mengacu pada kebijakan lama, pengenaan tarif pajak hiburan di setiap daerah berbeda-beda. Namun yang tertinggi adalah DKI Jakarta sebesar 25 persen.
Sedangkan untuk daerah lainnya ada yang 15 persen, dan 10 persen.
"Masing-masing daerah berbeda-beda ya ada yang tertinggi DKI Jakarta 25 persen, Bali 15 persen setahu saya. Tapi kalau secara umum rata-rata 10 persen. Kembali sana yang lama, yang penting tidak diberikan tarif yang seperti ini (40-75 persen)," kata Hariyadi.
UU HKPD Digugat ke MK
Sebagimana diketahui pelaku usaha spa bereaksi atas pajak hiburan naik 40 persen dan maksimal 75 persen dari sebelumnya hanya 15 persen.
Ketentuan itu sendiri tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Mereka pun beraksi dengan menggugat UU HKP ke Mahkamah Konstitusi untuk dilakukan peninjuan kembali atau judicial review pada 5 Januari 2024 lalu.
"Kami mewakili penggugat ada 22 orang, baik di Jakarta maupun di Bali, kami sepakat untuk melakukan judicial review sehingga pada 3 Januari kita ke MK, kemudian diterima secara resmi itu 5 Januari 2024,"
kata Ketua Asosiasi Spa Terapis Indonesia (ASTI) Mohammad Asyhadi saat ditemui di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis, 11 Januari 2024.
Asosiasi Peguaha Spa ini menggugat Pasal 55 Ayat 1 dan Pasal 58 Ayat 2.
Alasannya, bisnis spa dimasukkan dalam kategori hiburan.
"Pasal 55 Ayat 1 itu, kita (spa) dimasukkan dalam kategori hiburan, padahal kita tidak sama dengan hiburan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan terkait spa itu di Pasal 14 itu sendiri, spa di nomor 13," terangnya.
Soal besaran pajak, dikatakan Didi, seharusnya tidak serta merta naik menjadi 40 persen.
"Jadi, ada pajak lain misalnya PPh21, PPh23 badan, (PPh) Pasal 4 ayat (2) tentang sewa menyewa, itu saya hitung bisa 67 persen, itu cost ratio enggak masuk," kata Asyhadi.
Inul Janji Tak PHK Karyawan Jika Tarif Pajak Kembali Normal
Dalam kesempatan yang sama, pengusaha karaoke, Inul Daratista mengatakan industri hiburan tidak akan membebankan pajak hiburan mulai dari 40 persen.
"Seperti yang sudah dibicarakan tadi, mudah-mudahan semuanya ada titik temu, surat edaran yang disampaikan kepada kepala daerah bisa menjadi acuan kita untuk bisa bertahan saat ini," kata Inul Daratista di kantor Kemenko Perekonomian, Senin (22/1).
Dia berharap kebijakan ini bisa terlaksana dengan baik, sehingga dia tidak perlu memecat 5.000 karyawan InulVizta karena sepi pengunjung.
"Mudah-mudahan semuanya bisa terlaksana dengan baik sembari menunggu keputusan dari MK nanti," tambahnya.
Perempuan 45 tahun ini berharap permasalahan mengenai kenaikan tarif pajak hiburan bisa segera diatasi dan ditemukan solusinya.
"Mohon doanya, saya di sini mewakili teman-teman asosiasi pengusaha karaoke Indonesia, saya memperjuangkan semua karyawan saya yang lagi gelisah," kata Inul