Reaksi KIM Plus Usai MK Hapus Presidential Threshold 20 Persen
Keputusan MK tersebut disambut pelbagai partai politik tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.
Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas akhirnya memutuskan untuk menghapus ketentuan presidential threshold 20 persen. Keputusan MK tersebut disambut pelbagai partai politik tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.
Sekjen NasDem Hermawi Taslim mengatakan bahwa ambang batas tetap diperlukan sebagai aturan mencari pemimpin yang kredibel.
"Presidential threshold diperlukan sebagai bagian dari aturan permainan sekaligus seleksi awal untuk mencari pemimpin yang kredibel, threshold ini merupakan aturan main yang sangat biasa, lumrah dan berlaku universal," ujar Hermawi kepada wartawan, Kamis (2/1).
Bahkan, kata Hermawi, baik dalam pemilihan-pemilihan ketua organisasi maupun pemilihan di lingkungan pemerintahan, bahkan di level yang paling rendah dalam hal ini kelurahan diperlukan treshold.
"Tidak terbayangkan bagaimana pilpres tanpa threshold, khusus bagi NKRI dengan ratusan juta rakyat, sungguh tidak terbayangkan," ucap dia.
Sehingga, Hermawi menilai, putusan MK kurang memperhatikan berbagai konsekuensi yang akan membawa kerumitan dan kesulitan dalam praktiknya kelak.
"Kalau dengan alasan kesadaran politik rakyat semakin tinggi dan atau tingkat pendidikan semakin tinggi, yang relevan adalah meninjau presentasi presiden threshold, bukan menghapus sama sekali," ucapnya.
"Pemilihan ketua kelas saja ada thresholdnya," pungkas Hermawi.
Golkar Kaget MK Hapus Presidential Threshold
Sementara itu, Partai Golkar sangat terkejut dengan Mahkamah Konstitusi (MK) yang akhirnya memutuskan untuk menghapus ketentuan presidential threshold 20 persen. Sekjen Golkar Sarmuji sampai kaget lantaran MK puluhan kali selalu menolak gugatan mengenai hal itu.
"Keputusan MK sangat mengejutkan mengingat putusan MK terhadap 27 sebelumnya selalu menolak," kata Sarmuji kepada wartawan, Kamis (2/12).
Menurut Sarmuji, selama ini catatan pandang MK dan pembuat Undang-Undang selalu sama terkait tujuan penerapan treshold. Sehingga, ia heran kini ambang batas menjadi dihapus.
"Dalam 27 kali putusannya cara pandang MK dan pembuat UU selalu sama yaitu maksud diterapkannya presidensial treshold itu untuk mendukung sistem presidensial bisa berjalan secara efektif," ucapnya.
"Sementara itu dulu. Kalau sudah hilang rasa kagetnya nanti saya respon lagi," tutup Sarmuji.
Demokrat Hormati Putusan MK Hapus Ambang Batas Presiden
Partai Demokrat menghormati Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan menghapus ambang batas pencalonan Presiden 20 persen. Demokrat menilai, putusan MK ini bersifat mengikat.
"Putusan MK bersifat final dan mengikat. Sikap kami selama ini selalu sama dalam menyikapi putusan MK. Kami menghormati apapun putusan MK itu," kata Koordinator Juru Bicara Demokrat Herzaky Mahendra Putra kepada wartawan, Kamis (2/1).
Herzaky meyakini, setiap putusan MK sudah melalui proses mendalam dan mempertimbangkan berbagai aspek, dengan mengedepankan keadilan dan kebenaran.
Dia menuturkan, Indonesia merupakan negara hukum, dan merupakan kewajiban kita semua untuk menghormati setiap produk hukum dari lembaga peradilan.
"Apalagi ini produk hukum dari Mahkamah Konstitusi. Lembaga tinggi negara yang menjalankan kekuasaan kehakiman secara merdeka untuk menegakkan hukum dan keadilan," ucapnya Herzaky.
Dia berharap, putusan MK ini bisa berkontribusi dan membantu demokrasi Indonesia semakin berkembang dan tumbuh semakin matang.
"Mendekatkan kita ke tujuan menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Inilah yang menjadi komitmen kami, Demokrat, selama ini, terus berkontribusi dan berjuang bersama rakyat untuk terus menjaga dan meningkatkan kualitas demokrasi kita," pungkasnya.
PKS Apresiasi MK Presidential Threshold Dihapus
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengapresiasi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan Presidential Threshold 20 persen. Mardani menyebut, putusan ini membuka jalan bagi partai di parlemen untuk mencalonkan presiden sendiri.
"Apresiasi MK. Selaras dengan tuntutan selama ini. Semua partai yang masuk DPR bisa mencalonkan pasangan capres dan cawapres," kata Mardani kepada wartawan, Kamis (2/1).
Namun, putusan MK itu perlu ditindaklanjuti dngan merevisi undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Mardani menilai, bakal terjadi tarik-menarik kepentingan saat merevisi ambang batas dalam UU itu.
Mardani mengatakan, bagi PKS ambang batas parlemen tetap ada tapi diturunkan dibawah 20 persen.
"Tapi tentu perlu ditindak lanjuti dengan revisi UU 7 2017. Peluang terjadi kompromi atau tarik menarik kepentingan mesti dijaga. Tapi bagusnya turun tidak 20 persen," pungkasnya.
PAN Bertekad Dorong Kader Sendiri Jadi Presiden
Wakil Ketua Umum PAN Saleh Daulay mendukung penuh keputusan itu lantaran selama ini sangat tidak adil.
"PAN mendukung MK yang memutuskan menghapus Presidential Threshold (ambang batas) minimal 20 persen kursi DPR atau suara sah 25 persen nasional pada pemilu," kata Saleh kepada wartawan, Kamis (2/1).
Saleh menyebut, PAN telah lama ikut berjuang bersama komponen bangsa lainnya untuk menghapus ambang batas pencalonan presiden tersebut.
Menurutnya, dari sisi rasionalitas penerapan PT itu sangat tidak adil karena ada banyak hak konstitusional warga negara yang diabaikan dan dikebiri.
"Kalau pakai PT, itu kan artinya tidak semua warga negara punya hak untuk jadi presiden. Hanya mereka yang memiliki dukungan politik besar yang bisa maju. Sementara, untuk mendapat dukungan politik seperti itu sangat sulit," ujarnya.
Saleh mengatakan, sebetulnya Indonesia punya banyak calon pemimpin nasional yang layak diandalkan. Mereka ada di kampus-kampus, bekerja sebagai profesional, aktivis ormas, NGO, dan lain-lain.
Namun, mereka tidak terpikir untuk maju sebagai capres atau cawapres. Sebab, mereka tidak memiliki modal dasar dan pengalaman menjadi pengurus partai politik.
"Dengan keputusan MK ini semua pihak diharapkan dapat duduk bersama untuk merumuskan sistem pilpres kita ke depan. Yang jelas, harus diupayakan agar seluruh rakyat punya hak yang sama untuk mencalonkan dan dicalonkan," katanya.
Saleh menilai, prinsip dasar dari demokrasi adalah persamaan hak dan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan. Hal itu harus dimulai dari sistem regenerasi dan pergantian kepemimpinan di semua tingkatan.
"Kalau PAN, insyaAllah sangat bersyukur dengan keputusan ini. Harapan kami, akan banyak capres dan cawapres yang muncul. Dan tentu sedapat mungkin kami juga bermimpi untuk mendorong kader sendiri. Atau paling tidak, bekerjasama dan berkolaborasi dengan partai atau elemen bangsa lainnya," tuturnya.
"Terakhir, ya kami mengucapkan terima kasih kepada MK yang telah mengambil keputusan ini. Ini adalah keputusan yang sangat populis yang didukung oleh masyarakat," tukas Saleh.
Presidential Threshold Dihapus Usai 27 Kali Gugatan
Setelah melalui perjalanan panjang dan menghadapi 27 kali gugatan, Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan untuk menghapus ketentuan presidential threshold 20 persen. Putusan ini diumumkan dalam sidang putusan atas perkara nomor perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Selasa (28/2).
Presidential threshold, yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, sebelumnya mensyaratkan partai politik atau koalisi partai memiliki minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden.
Ketentuan ini sering dikritik karena dianggap membatasi kompetisi politik dan menguntungkan partai-partai besar.