DPR Usul Kriteria Tambahan Capres usai Presidential Threshold Dihapus: Nyalon Hansip Saja Ada Syaratnya
Anggota DPR mengingatkan perlu ada kriteria dan syarat khusus bagi tokoh-tokoh yang diusung sebagai Capres tersebut setelah presidential threshold dihapus.
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB Indrajaya mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20% bakal memunculkan banyak calon Presiden. Hal ini karena MK mengamanatkan setiap artai politik berhak mengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.
Akan tetapi, Indrajaya mengingatkan perlu ada kriteria dan syarat khusus bagi tokoh-tokoh yang diusung sebagai Capres tersebut. Syarat tambahan tersebut harus diatur dalam UU Pemilu pascaputusan MK, misalkan uji kualitas ke publik.
"Logikanya, mau nyalon hansip saja ada syarat, masak jadi presiden tidak ada syarat. Tentu syarat tambahan yang telah ditentukan UUD dan UU Pemilu, missal dengan uji publik," kata Indrajaya kepada merdeka.com, Kamis (2/1).
Lebih lanjut, Indrajaya memahami, dihapusnya presidential threshold 20% ini membuat partai berkeinginan untuk mengusung paslon Capres-Cawapres sendiri.
Akan tapi, menurut dia, perlu ada ketentuan agar membatasi paslon selain yang diatur dalam UU Pemilu. Dia mengusulkan, karena presiden tetap akan diusulkan oleh parpol, maka syarat pendirian parpol harus dilakukan dengan sangat ketat.
Selain itu, perlu dibuat aturan melalui revisi UU Pemilu yang mengatur pembatasan parpol yang bisa mengusung pasangan calon presiden/wakil presiden yakni parpol yang lolos ambang batas minimal parliamentary threshold 4% atau parpol yang bertengger di Senayan.
"Bisa juga misalkan ada konvensi internal atau antarpartai, dan pembatasan pilpres satu putaran atau dua putaran seperti di Pilkada DKJ," tutup Indrajaya.
Dukung Putusan MK
Dia menilai, sistem proposional terbuka dalam pemilu memang ditentukan secara kuantitatif dengan perolehan suara pemilih. Namun, kualitas peserta tetap harus menjadi faktor utama.
"Penghapusan presidential threshold merupakan upaya untuk membuka konstitusionalitas semua warga yang akan menaikkan derajat demokrasi kepemiluan di Indonesia," ungkap dia.
Politikus PKB ini menganggap, putusan MK menghapus presidential threshold 20 persen setelah 32 kali diujimaterikan bukan semata-mata faktor keterlambatan, tapi pertimbangan matang.
"PT telah berulang kali di-JR, baru sekarang dikabulkan. Karena final and binding, harus didukung," papar Indrajaya.
MK Hapus Ambang Batas Presiden 20%
Diketahui, MK menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold. Hal ini diputuskan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK RI, Suhartoyo.
Suhartoyo menerangkan, norma pasal 222 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan UUD 1945.
Adapun pasal yang dinyatakan bertentangan tersebut berkaitan dengan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik. Pasal 22 UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi sebagai berikut: "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya."