Begini Syarat Pengajuan Sertifikasi Halal di UU Cipta Kerja
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara resmi telah menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi sebuah undang-undang (UU) pada Selasa (21/3) lalu di komplek parlemen.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara resmi telah menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi sebuah undang-undang (UU) pada Selasa (21/3) lalu di komplek parlemen.
Di dalam UU Cipta Kerja mengatur soal sertifikasi produk halal. Berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, menerangkan bahwa ketentuan pada pasal 1 ayat (1) tertulis produk adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.
-
Sertifikat halal itu apa sih? Sertifikat halal merupakan dokumen yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan berdasarkan fatwa halal tertulis dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
-
Apa saja manfaat sertifikat halal? Sertifikat halal memiliki beberapa fungsi penting, terutama dalam konteks konsumen Muslim dan industri makanan serta produk lainnya.
-
Gimana cara mendapatkan sertifikat halal? Secara umum, ada dua cara yang bisa ditempuh untuk memperoleh sertifikasi halal, yaitu, self declare dan metode reguler.
-
Siapa yang mengeluarkan sertifikat halal? Sertifikat halal merupakan dokumen yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan berdasarkan fatwa halal tertulis dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
-
Bagaimana cara mendaftarkan sertifikat halal? Setelah beberapa syarat di atas lengkap, berikut langkah atau cara daftar sertifikat halal: 1. Langkah pertama, ajukan permohonan sertifikat secara daring di laman ptsp.halal.go.id.
-
Bagaimana cara mendapatkan sertifikat halal MUI? Untuk mendapatkan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), suatu produk harus memenuhi beberapa kriteria yang telah ditetapkan.
"Produk halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam," bunyi pasal 1 ayat 2.
Kemudian untuk melakukan permohonan sertifikat halal diajukan oleh pelaku usaha kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Permohonan sertifikat Halal harus dilengkapi dengan dokumen di antaranya data pelaku usaha, nama dan jenis produk, daftar produk dan bahan yang digunakan dan pengolahan produk.
Sementara untuk jangka waktu verifikasi permohonan sertifikat halal dilaksanakan paling lama 1 (satu) hari kerja. "Ketentuan lebih lanjut mengenai tata pengajuan permohonan sertifikat halal dalam Peraturan Pemerintah," bunyi pasal 29 ayat 4.
Untuk biaya sertifikasi halal akan dibebankan kepada pelaku usaha yang mengajukan permohonan sertifikasi halal. "Dalam hal permohonan sertifikasi halal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Pelaku Usaha mikro dan kecil melalui pernyataan halal, tidak dikenai biaya," tulis pasal 44 ayat 2.
Penetapan kehalalan produk dilakukan oleh MUI, MUI Provinsi, MUI Kabupaten/Kota, atau Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh. "Penetapan kehalalan Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan dalam Sidang Fatwa Halal," bunyi pasal 33 ayat 2.
Perlu diketahui, proses produk halal (PPH) adalah rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan Produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian Produk.
Pada pasal 25 pelaku usaha yang telah memperoleh Sertifikat Halal wajib:
a. mencantumkan label halal terhadap produk yang telah mendapat Sertifikat Halal
b. menjaga kehalalan Produk yang telah memperoleh Sertifikat Halal
c. memisahkan lokasi, tempat dan penyembelihan,
alat pengolahan, penyimpanan, pengemasan,
pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara produk Halal dan tidak halal
d. memperbarui Sertifikat Halal jika terdapat perubahan komposisi Bahan dan/ atau PPH
e. melaporkan perubahan komposisi bahan
dan/atau PPH kepada BPJPH.
Apabila pelaku usaha tidak melakukan kewajiban sebagaimana di atas maka akan dikenakan sanksi administratif. Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda dan tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam peraturan pemerintah.
(mdk/azz)