Berapa yang Harus Dibayar Jika Top Up Uang Elektronik Terkena PPN 12 Persen?
Pemerintah menjamin bahwa sistem pembayaran yang menggunakan QRIS tidak akan dikenakan PPN.
Masyarakat di media sosial hingga kini masih dihantui terkait penerapan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang menyasar sistem pembayaran yang menggunakan QRIS atau isi ulang kartu elektronik maupun e-wallet.
Beberapa masyarakat mempertanyakan terkait perhitungan PPN 12 persen jika ingi melakukan top up kartu elektronik.
-
Di mana e-meterai digunakan? E-meterai biasanya dihasilkan dan dikelola melalui platform elektronik atau perangkat lunak khusus yang disediakan oleh pemerintah atau lembaga berwenang.
-
Apa yang terjadi pada PNS tersebut? Korban atas nama Yosep Pulung tewas usai ditikam Orang Tak Dikenal (OTK) di Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan, Kamis (4/4) kemarin.
-
Bagaimana PLN melakukan transformasi digital? “PLN menata proses bisnis lewat digitalisasi dari yang semula berserak, terfragmentasi, menjadi terkonsolidasi dan terintegrasi. Dari yang serba manual menjadi terdigitalisasi," ucap Darmawan.
-
Bagaimana PLN mendukung transisi energi di Indonesia? Dalam 2 tahun terakhir, PLN telah menjalankan berbagai upaya transisi energi. Di antaranya adalah membatalkan rencana pembangunan 13,3 Gigawatt (GW) pembangkit batubara, mengganti 1,1 GW pembangkit batubara dengan EBT, serta menetapkan 51,6% penambahan pembangkit berbasis EBT.
-
Di mana PNS itu ditikam? Peristiwa itu terjadi kira-kira pukul 09.28 WIT di Jalan Dekai- Sarendala, Kabupaten Yahukimo.
-
Bagaimana PLN mendukung transisi ke kendaraan listrik? PLN siap mendukung upaya pemerintah dalam mendorong ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Pengguna EV tidak perlu risau, sebab infrastruktur telah dibangun lebih merata. Apalagi Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU), dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) telah siap, mudah dan nyaman digunakan.
"Pemakai e-money, siap². PPN 12 persen jatuhnya ke biaya top-up dan ke transaksi kita. Biaya top-up jadi tanggungan penyelenggara; pemakaian untuk transaksi² kita yang kena," tulis salah satu akun X, dikutip Senin (23/12).
Lantas bagaimana perhitungan top up elektronik?
Berikut cara perhitungan top up uang elektronik:
Seorang pekerja swasta, ingin mengisi ulang e-money sebesar Rp1.000.000. Untuk transaksi ini, dikenakan biaya admin sebesar Rp1.500. Selain itu, ada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dihitung dari biaya admin tersebut.
• Ketika PPN masih 11%, pajak yang harus dibayarkan adalah:
PPN = 11% x Rp1.500 = Rp165.
Jadi, total biaya yang harus dikeluarkan Slamet adalah:
Rp1.000.000 (nominal top-up) + Rp1.500 (biaya admin) + Rp165 (PPN 11%) = Rp1.001.665.
• Jika PPN naik menjadi 12%, pajak yang harus dibayarkan berubah menjadi:
PPN = 12% x Rp1.500 = Rp180.
Dengan demikian, total biaya yang harus dikeluarkan Slamet adalah:
Rp1.000.000 (nominal top-up) + Rp1.500 (biaya admin) + Rp180 (PPN 12%) = Rp1.001.680.
Perlu dicatat bahwa nominal top-up e-money yang diterima pekerja tersebut tetap Rp1.000.000, tidak terpengaruh oleh perubahan PPN. Namun, biaya yang dikeluarkan menjadi sedikit lebih besar jika PPN naik dari 11% ke 12%.
Pemerintah Bantah Transaksi QRIS Kena PPN 12 Persen
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa sistem pembayaran yang menggunakan QRIS tidak akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Airlangga menyatakan PPN hanya dikenakan pada barang yang dijual, bukan pada sistem transaksinya.
Menko Perekonomian tersebut juga menegaskan bahwa bahan pokok penting dan turunannya tidak akan dikenakan PPN. Selain itu, sektor transportasi, pendidikan, dan kesehatan juga tidak akan dikenakan pajak tersebut, kecuali untuk beberapa hal tertentu.
"Berita akhir-akhir ini banyak yang salah. Pertama urusan bahan pokok penting tidak kena PPN termasuk turunannya turunan tepung, terigu turunan minyak kita, turunan gula. Bayar tol juga tak kena PPN" jelas Airlangga.
Transaksi Uang Elektronik
Sebelumnya, terdapat isu di masyarakat yang menyatakan bahwa transaksi uang elektronik akan dikenakan tarif PPN sebesar 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Menanggapi hal tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memberikan klarifikasi bahwa pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah dilakukan sejak berlakunya UU PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku sejak 1 Juli 1984.
"Artinya bukan objek pajak baru," ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, yang dikutip dari Antara pada Jumat (20/12).
UU PPN telah mengalami pembaruan dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dalam UU HPP tersebut, layanan uang elektronik tidak termasuk dalam daftar objek yang dibebaskan dari PPN. Dengan kata lain, ketika tarif PPN naik menjadi 12 persen, maka tarif tersebut juga akan berlaku untuk transaksi uang elektronik.