Biaya Hidup Makin Tinggi, Milenial dan Gen Z Banyak "Ngadu" ke Dukun Muda Korea Selatan
Dukun di Korea Selatan saat ini dianggap telah memainkan perannya sebagai konselor.
Dukun di Korea Selatan saat ini dianggap telah memainkan perannya sebagai konselor.
- Kaesang Yakin Sigit Pamungkas dan Suroto Kantongi Suara 70 Persen di Pilkada Sragen
- Segini Tarif Konsultasi Dukun Muda Korea Selatan yang Diminati Milenial dan Gen Z
- Dukun Muda di Korea Selatan Makin Digandrungi, Sampai Ekspansi di Media Sosial
- Pandangan Gen Z dan Milenial: Kuliah Semakin Mahal dan Topik Diajarkan Bisa Dipelajari Sendiri
Biaya Hidup Makin Tinggi, Milenial dan Gen Z Banyak "Ngadu" ke Dukun Muda Korea Selatan
Profesi sebagai dukun di Korea Selatan bukan lagi menjadi hal tabu. Bahkan, tidak sedikit dukun dari kelompok usia muda.
Badan Kementerian Kebudayaan memperkirakan pada tahun 2022 terdapat antara 300.000 dukun dan 400.000 peramal di Korea Selatan.
Seorang dukun muda berbasis di Seoul, Lee Kyoung Hyun bahkan memiliki ribuan pengikut di media sosialnya.
Dari jumlah pengikutnya tersebut, setidaknya ada ratusan orang yang menggunakan jasa Lee sebagai dukun.
Umumnya, klilen Lee berasal dari kelompok usia milenial dan Z, dengan keluhan atas kekhawatiran terhadap harga rumah dan biaya membesarkan anak.
Asisten Profesor di Akademi Studi Korea, sebuah lembaga penelitian dan pendidikan yang beroperasi di bawah Kementerian Pendidikan Han Seung Hoon mengatakan, relasi dukun muda dengan masyarakat saat ini terjalin cukup baik. Ini disebabkan masalah yang mendera saat ini hampir dirasakan oeh dukun muda ataupun masyarakat biasa.
Sebagai contoh, harga rumah di Seoul yaitu 15 kali lipat gaji rata-rata pada tahun 2022, naik dari 8,8 persen pada tahun 2017. Korea juga tantangan akibat inflasi dan suku bunga yang tinggi.
"Generasi muda dukun yang tinggal di kota dapat terhubung dengan baik dengan klien muda yang menghadapi tantangan ekonomi yang tidak dapat mereka temukan jawabannya," kata Han Seung-hoon, dilansir dari Reuters, Minggu (9/6).
Han menjelaskan Shamanisme atau perdukunan adalah bagian penting dan kuat dari karakter Korea. Akar perdukunan di Semenanjung Korea sudah ada sejak 2.000 tahun yang lalu.
Han menjelaskan, pemerintahan kolonial Jepang pada awal abad ke-20 dan kediktatoran militer pada tahun 1970-an berusaha untuk menekan perdukunan, yang mereka anggap sebagai hambatan terhadap modernisasi.
Umat Kristen yang memiliki kekuatan politik, yang jumlahnya sekitar seperempat populasi, juga mengkritik dukun dan pengikutnya.
Han mencatat, agama-agama besar seperti Kristen dan Budha, yang mana sekitar 40 persen penduduk Korea Selatan menganutnya, lebih berpengaruh dalam masyarakat, namun tidak menimbulkan kritik serupa.
Dukun Lee kemudian menimpali dengan mengatakan umat Kristiani juga mengunjungi dukun.
"Bahkan pengunjung gereja ingin mimpi buruknya dibacakan," kata Lee.
Namun, tidak semua dukun menjalankan praktiknya secara jujur.
Baru-baru ini, seorang dukun berusia 66 tahun di Seoul dijatuhi hukuman empat tahun penjara pada bulan Februari setelah dinyatakan bersalah menipu kliennya sebesar lebih dari USD200.000 atau setara Rp3,2 miliar.
Pengadilan memutuskan bahwa dukun tersebut berpura-pura berbicara dengan ibu klien yang telah meninggal.
Lee berpendapat bahwa dukun mengambil keputusan untuk kliennya adalah tindakan yang salah.
Memanfaatkan dukun juga pernah muncul dalam seteru agensi Hybe dengan Min Hee Jin.
Min Hee Jin dituduh menggunakan dukun demi kepentingan bisnis. Min mengatakan bahwa dia melakukan percakapan dengan seorang dukun dengan harapan bahwa berbicara akan membuatnya merasa lebih baik.
"Bukankah kalian semua juga melakukan hal yang sama?" ucap Min.
Sementara itu, sebuah studi pada tahun 2022 di jurnal BMC Psychiatry mencatat adanya kesenjangan yang besar antara masyarakat Korea Selatan yang membutuhkan dan mendapatkan perawatan kesehatan mental, yang sebagian disebabkan oleh stigma.
“Dukun telah memainkan peran sebagai konselor,” kata Kim, seorang profesor agama.