Cerita Pilu, Susah Dapat Kerja Hanya Karena Gen Z
Calon mahasiswa enggan mengambil jurusan kejuruan karena dianggap berstatus rendah, meski lebih diminati.
Generasi Z mengalami tantangan berat di dunia kerja saat ini. Stigma dengan individu yang kurang kompetitif cukup melekat pada generasi kelahiran 1997-2012 ini.
-
Kapan Gen Z lahir? Generasi Z, yang juga dikenal sebagai Gen Z atau i-Gen, adalah kelompok individu yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012.
-
Apa itu Gen Z? Generasi Z, atau Gen Z, adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kelompok orang yang lahir antara tahun 1996 dan 2012. Mereka adalah generasi yang tumbuh di era digital, di mana teknologi dan media sosial menjadi bagian penting dari kehidupan mereka.
-
Siapa yang disebut Gen Z? Gen Z adalah generasi yang ditemukan pada usia yang sangat muda dengan teknologi, terutama berkat kehadiran internet dan media sosial.
-
Kapan keinginan bunuh diri di kalangan Gen Z meningkat? Tingkat keinginan bunuh diri pada Gen Z meningkat signifikan, dan ini merupakan masalah yang serius.
-
Apa yang membuat Gen Z berbeda dari generasi sebelumnya? Generasi Z pertama lahir ketika internet baru saja digunakan secara luas. Mereka disebut “digital natives”—generasi pertama yang tumbuh dengan internet sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
-
Mengapa Gen Z disebut sebagai penguasa internet di Indonesia? Generasi ini berkontribusi 34,40 persen dari penggunan internet. Selebihnya adalah generasi lainnya. Berikut prosentase kontribusi dari setiap generasi:Pre-Boomer (usia 79 tahun ke atas): 0,24 persenBaby Boomer (usia 60-78 tahun): 6,58 persenGen X (usia 44-59 tahun): 18.98 persenMilenial (usia 28-43 tahun): 30.62 persenGen Z (usia 12-27 tahun): 34,40 persenPost Gen Z (usia kurang dari 12 tahun): 9,17 persen
Meskipun memiliki latar pendidikan mentereng, tak menjamin Generasi Z mudah diterima kerja. Hal ini yang dialami Indira Cader.
Melansir ABC, Indira merupakan lulusan dari universitas terkemuka di Indonesia dengan gelar master dalam hubungan internasional. Namun, dia tetap saja kesulitan mendapatkan kerja.
“Saya sudah punya pengalaman kerja dan gelar master, bahkan saya kesulitan mencari pekerjaan,” ujar Indira.
Beban generasi Z serasa semakin pelik seiring misi Indonesia menjadi Indonesia Emas di tahun 2045, untuk mendorong perekonomian negara dalam 10 hingga 20 tahun ke depan.
Namun, survei nasional baru-baru ini menemukan bahwa hampir 10 juta generasi muda Indonesia tidak bekerja, tidak mengikuti pelatihan, atau belajar.
Tingkat pengangguran bagi penduduk berusia antara 15 dan 24 tahun adalah 22,3 persen dibandingkan dengan 4,8 persen pada populasi yang lebih luas.
Indira adalah bagian dari kelompok generasi terbesar di Indonesia, Generasi Z, yang mencakup lebih dari 74 juta orang, atau 27,9 persen dari populasi Indonesia, yang lahir antara tahun 1997 dan 2012.
Dia diberhentikan dari pekerjaan sebelumnya pada akhir tahun 2023 dan terus melamar pekerjaan sejak saat itu.
“Saya sudah melamar ke banyak perusahaan. Banyak yang mewawancarai saya hingga langkah terakhir," kata Indira kepada ABC.
Beberapa orang percaya bahwa Generasi Z mengalami kesulitan dalam pasar kerja karena mereka dianggap terlalu selektif dan membutuhkan dalam hal pekerjaan.
Penelitian yang mensurvei bisnis di Inggris, AS, Kanada, dan Australia menunjukkan bahwa Gen Z sering dianggap malas namun mudah bergaul di tempat kerja. Namun, ada pendapat bahwa stereotip ini berpotensi menimbulkan kerugian di tempat kerja.
Indira mengatakan kesalahpahaman tentang Gen Z dapat membuat perusahaan cenderung tidak mempekerjakan mereka.
“Tidak semua Gen Z pilih-pilih. Tidak semua dari mereka tidak sopan. Tidak semua dari mereka merasa berhak untuk melakukan pekerjaan yang lebih sedikit," ucapnya.
Devie Rahmawati, peneliti dari program hubungan masyarakat Universitas Indonesia, mengatakan pemerintah harus berinvestasi lebih banyak dalam program vokasional yang mengajarkan karir yang penting bagi bangsa.
"Pertanian, perikanan, dan kehutanan. Sektor-sektor tersebut merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, tetapi mereka kesulitan mencari tenaga kerja," katanya.
Devieti mengatakan. terlalu banyak anak muda yang mempelajari komunikasi, TI, dan ekonomi.
"Indonesia memiliki ideologi bahwa untuk menjadi sukses, seseorang harus menempuh pendidikan akademik yang lebih tinggi," katanya.
Ia mengatakan calon mahasiswa enggan mengambil jurusan kejuruan karena dianggap berstatus rendah, meski lebih diminati.
"Pendidikan kejuruan, yang sebenarnya menyiapkan karpet merah bagi dunia kerja, dianggap sebagai pendidikan kelas dua atau bahkan tiga," katanya.