Debt Collector Meresahkan, Perusahaan Leasing: Debitur Tak Bayar Juga Meresahkan
Dia menjelaskan, masyarakat yang merasa resah atas kehadiran penagih utang, merupakan masyarakat yang enggan untuk membayar utang mereka.
Kehadiran debt collector meresahkan bagi sebagian masyarakat Indonesia, terutama bagi penunggak utang. Sebab, penagihan yang dilakukan debt collector sering sekali menggunakan kekerasan dan ancaman terhadap debitur.
Padahal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melarang debt collector menggunakan kekerasan saat menagih. Mengutip akun instagram resmi @ojkindonesia, Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) pun wajib mencegah pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan PUJK dari perilaku yang berakibat merugikan konsumen.
-
Siapa yang mengusir para debt collector? Sertu Wawan Christiyanto, Babinsa 2 Kelurahan Tanah Baru, Koramil 02/Beji Kodim 0508 Depok itu terlihat murka dan mengusir para mata elang yang memaksa masuk ke dalam kompleks perumahan.
-
Mengapa Sertu Wawan mengusir para debt collector? Sertu Wawan pun tak terima. Sebab, sebagai Babinsa TNI sudah menjadi tugasnya menjaga masyarakat.
-
Apa yang dilakukan Sertu Wawan Christiyanto kepada para debt collector? Sertu Wawan murka dan mengusir sekelompok debt collector karena membuat resah di perumahan Depok Mulya Tanah Baru, Depok.
-
Mengapa menjadi debt collector di Indonesia bisa berisiko? Insiden ini menyoroti kompleksitas dan kadang-kadang bahaya yang terlibat dalam pekerjaan penagih utang di Indonesia.
-
Kapan gaji debt collector bisa lebih tinggi? Gaji ini dapat lebih tinggi untuk posisi-posisi senior di perusahaan besar atau dengan tanggung jawab yang lebih besar dalam manajemen utang.
-
Di mana gaji debt collector biasanya lebih tinggi? Gaji di kota besar seperti Jakarta biasanya lebih tinggi dibandingkan di kota-kota kecil.
Lantas, mengapa perusahaan pembiayaan atau leasing menggunakan debt collector untuk menagih utang debitur?
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno mengatakan, perusahaan pembiayaan atau leasing tentu membutuhkan debt collector untuk menagih utang debitur yang tidak segera membayar utangnya. Apabila hal ini tidak dilakukan, maka tentu akan berdampak pada multi payment dunia industri keuangan.
"Siapa yang meresahkan? Tentu debitur yang tidak membayar padahal sudah jatuh tempo. Ini tentu akan meresahkan dunia industri keuangan juga. Kalau tidak bayar nanti kita bayar utang ke banknya bagaimana?" ujar Suwandi kepada Merdeka.com, Jumat (24/2).
Dia menjelaskan, masyarakat yang merasa resah atas kehadiran penagih utang, merupakan masyarakat yang enggan untuk membayar utang mereka.
"Ya kalau memang tidak mampu dalam segi keuangan jangan kredit. Kalau yang awalnya mampu tapi tiba-tiba tidak bisa bayar, coba datang ke perusahaan leasingnya, jelaskan apa kendalanya, supaya sama-sama enak kan. Toh kalau sudah memberi tahu kita juga tidak akan menagih utang pakai debt collector," tegasnya.
Menurut Suwandi, penagih utang yang meresahkan dan memakai kekerasan terhadap debitur ini hanya segelintir oknum, tidak bisa disama ratakan, bahwa penagih utang selalu menggunakan kekerasan.
"Si debt collector sebenarnya tidak ada yang salah, eksekusinya boleh-boleh saja, tapi benar debt collector ini kadang-kadang menggunakan cara yang membuat jadi khawatir dan takut. Karena yang datang galak, bawa orang banyak kan itu meresahkan," kata dia.
"Kehadiran debt collector ini kan tergantung si debiturnya mau jujur dan terbuka. Ya yang kekerasan itu oknum, tapi saya sangat menentang dan mengancam debt collector yang melakukan kekerasan," lanjutnya.
(mdk/idr)