DPR: Pemerintah tidak berdasar bicarakan redenominasi
Pemerintah belum mempunyai dasar hukum untuk menyosialisasikan redenominasi kepada masyarakat.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis berpendapat langkah pemerintah dan Bank Indonesia yang terus membahas rencana penyederhanaan nilai (redenominasi) Rupiah masih belum ada dasar. Pasalnya, hingga saat ini DPR masih belum menerima dokumen rancangan Undang Undang Redenominasi dari pemerintah.
"Jadi kalau pemerintah membicarakan redenominasi itu seperti membicarakan angin. Kapan dimulai pembahasan (RUU Redenominasi) pun belum tahu kita. Barangnya (RUU Redenominasi) kita belum terima," kata Harry kepada merdeka.com, Minggu (27/1).
-
Bagaimana redenominasi rupiah dilakukan di Indonesia? Nantinya, penyederhanaan rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, contohnya Rp 1.000 menjadi Rp 1.
-
Mengapa Redenominasi Rupiah sangat penting untuk Indonesia? Rupiah (IDR) termasuk dalam golongan mata uang dengan daya beli terendah. Hal ini semakin menunjukan urgensi pelaksanaan redenominasi rupiah di Indonesia.
-
Kapan redenominasi rupiah akan diimplementasikan? Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, implementasi redenominasi rupiah ini masih menunggu persetujuan dan pertimbangan berbagai hal.
-
Apa manfaat utama dari Redenominasi Rupiah untuk mata uang Indonesia? Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menyatakan manfaat utama dari redenominasi rupiah adalah untuk mempertahankan harkat dan martabat rupiah di antara mata uang negara lain.
-
Siapa yang memimpin rencana redenominasi rupiah di Indonesia? Rencana penyederhanaan mata uang telah digulirkan oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024.
-
Kapan redenominasi rupiah pertama kali direncanakan di Indonesia? Di Indonesia, redenominasi telah dicanangkan sejak tahun 2010.
Meski begitu, Harry berpendapat bahwa pemerintah dan BI terlalu mengedepankan opini ketimbang substansi redenominasi. Menurut dia, program redenominasi ini menggambarkan ketidakpedulian pemerintah dan BI kepada pondasi ekonomi dan moneter di Indonesia.
"Ini sama saja hanya menaikkan nilai Rupiah terhadap dolar tanpa mengontrol substansinya yaitu inflasi dan nilai tukar Rupiah," ujar Harry.
Menurut dia, redenominasi tersebut harus diiringi dengan upaya pengendalian inflasi dan nilai tukar Rupiah terhadap USD. "Jika solusinya pemotongan digit, maka nanti redenominasi saja kalau nilai tukar Rupiah terhadap dolar melemah," ungkap dia.
Dia mengungkapkan, dulu pada saat Orde Baru, nilai tukar Rupiah terhadap USD sempat di level Rp 2.000 per USD. Namun karena krisis Rupiah melemah hingga Rp 17.000 per USD. "Saat pak Habibie menjadi presiden Rupiah kembali ke Rp 10.000. Itu baru upaya substansial. Jika solusinya redenominasi, bisa saja 10 tahun kita redenominasi lagi," kata dia.