Hati-Hati, Pedagang yang Pungut Biaya Pembayaran QRIS ke Konsumen Bakal Kena Sanksi
Bank Indonesia menegaskan bahwa biaya tambahan (surcharge) atas penggunaan QRIS dibebankan kepada pedagang.
Bank Indonesia (BI) menanggapi keluhan masyarakat atas adanya biaya tambahan admin saat menggunakan metode pembayaran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
Deputi Gubernur BI, Filianingsih Hendarta menyampaikan pedagang dilarang membebankan biaya admin kepada konsumen atas penggunaan transaksi QRIS. Dia bahkan, meminta pembeli untuk melaporkan pedagang yang mengenakan biaya tambahan admin atas penggunaan QRIS.
"Kalau pedagang menambahkan, nggak boleh, jadi laporkan saja itu," tegas wanita yang akrab dipanggil Fili dalam konferensi pers di Kantor Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (16/10).
Dia menjelaskan, bahwa biaya tambahan (surcharge) atas penggunaan QRIS dibebankan kepada pedagang. Ketentuan ini sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23/6/PBI/2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) bahwa penyedia barang dan jasa dilarang mengenakan biaya tambahan (surcharge) kepada pengguna jasa atas biaya yang dikenakan oleh PJP kepada penyedia barang dan/atau jasa.
"Karena ada ketentuan bank Indonesia PBI PJP pasal 52 jelas mengatur bahwa penyedia barang dan jasa ini artinya merchant pedagang dilarang mengenakan biaya tambahan, surcharge kepada pengguna jasa atas biaya terhadap ini pembeli," ujar dia.
Dia menegaskan, terdapat sejumlah sanksi tegas yang dapat dijatuhkan kepada pedagang yang masih nekat untuk memungut biaya admin atas penggunaan QRIS terhadap pembeli. Sanksi tersebut berupa penghentian kerja sama hingga blacklist.
"Itu ada sanksi bahwa PJP-nya, wajib menghentikan kerja sama dengan merchant kalau melakukan tindakan yang merugikan.
Nah, ini bisa disampaikan nanti harus ada dihentikan, bahkan nanti pedagangnya bisa masuk blacklist, karena mereka punya blacklist," tegas Fili.
Pantauan Kemendag
Saat ini, hasil pantauan Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) banyak ditemukan pelaku usaha yang membebankan biaya tambahan dalam penggunaan mesin EDC dan QRIS kepada konsumen.
Pengenaan biaya tambahan sekitar 1-3 persen jika dilakukan berulang-ulang jelas merugikan konsumen dan pelaku usaha mengambil keuntungan yang besar dari pembebanan tersebut.
Direktur Jenderal PKTN, Moga Simatupang menyampaikan, pihaknya berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaku usaha untuk memastikan terpenuhinya kewajiban pelaku usaha serta pemulihan hak konsumen yang dirugikan, dalam hal ini ketentuan terkait biaya tambahan saat bertransaksi.
"Kementerian Perdagangan meminta pelaku usaha yang melakukan kerja sama dengan bank/Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) dalam penyediaan fasilitas pembayaran yang menggunakan kartu debit ataupun kartu kredit dengan mesin Electronic Data Capture (EDC) maupun yang menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), bertanggung jawab untuk melakukan pembayaran fasilitas tersebut tanpa membebankan ke konsumen," ujar Moga.