Hidup di zaman Jokowi makin susah, menteri ekonomi perlu diganti
Tim ekonomi Jokowi-JK selama hampir enam bulan ini belum maksimal.
Para menteri Presiden Joko Widodo dituding jadi penyebab makin sulitnya kehidupan masyarakat. Selama kepemimpinan mantan Gubernur DKI Jakarta ini, kondisi perekonomian nasional diwarnai kenaikan harga gas elpiji 12 kilogram (Kg), naik turunnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM), terpuruknya nilai tukar Rupiah, tarif angkutan melonjak, hingga gejolak harga bahan pokok.
Kondisi ini membuat tim menteri ekonomi dituding tidak becus mengambil kebijakan. Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati menegaskan bahwa tim ekonomi Jokowi-JK selama hampir enam bulan ini belum maksimal.
"Secara ekonomi, kinerja tim ekonomi belum bisa dikatakan berhasil. Harapan masyarakat punya beban hidup berkurang, karena punya presiden dan menteri baru, ternyata sebaliknya, ini malah bertambah," kata Enny kepada merdeka.com, Kamis (2/4).
Pihaknya berpandangan sebaiknya Jokowi segera mencari menteri yang mampu mendorong visi misinya dalam mewujudkan konsep Nawa Cita. Sebab selama ini pemerintah hanya mementingkan perekonomian jangka menengah, namun, merugikan dalam jangka pendek.
"Tim pembantunya presiden yang tidak bisa merealisasikan (konsep ekonomi Jokowi) ya cari yang benar-benar bisa membantu presiden," tegasnya.
Enny juga mengingatkan agar Jokowi selaku pucuk pimpinan negara mampu mengharmonisasikan tiap konsep kepada para menteri ekonomi agar tiap kebijakan tidak menimbulkan dampak buruk.
"Memang kalau kita melihat kinerja ekonomi, kalau kebijakannya masih parsial, (menunjukkan) di antara tim ekonomi tidak mampu kerja sama dan tidak mampu berkoordinasi," terangnya.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga melihat gejolak perekonomian yang terjadi belakangan ini menjadi momentum melakukan perombakan di jajaran struktur tim ekonomi kabinet kerja. "Dia (Jokowi) memang harus melakukan reshuffle di kabinet ekonomi. Tapi saya ragu apa dia (Jokowi) mampu," kata anggota Komisi VII DPR Iskan Qolba Lubis kepada merdeka.com di Jakarta.
Indonesia sedang diserang masalah besar di sektor perekonomian, baik dari eksternal (perekonomian global) dan internal. Strategi dan kebijakan dari menteri ekonomi seharusnya menjadi kunci menangkal persoalan dari eksternal demi menjaga stabilitas perekonomian. Namun dia tidak melihat keberhasilan dari tim ekonomi kabinet kerja Jokowi-JK.
"Tim ekonomi memang tidak baik. Kalau internal baik masalah eksternal akan lebih baik," ujarnya.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, kenaikan harga BBM dan imbasnya pada kenaikan harga sejumlah komoditas serta tarif angkutan, tidak bisa dilepaskan dari kesalahan pemerintahan Jokowi-JK.
Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi memasukkan buruknya mekanisme penetapan harga BBM dalam daftar rapor merah pemerintahan Jokowi-JK. Dia menilai pemerintahan Jokowi-JK sudah kehilangan tajinya.
"Ini akibat buruknya tim ekonomi pemerintah yang terus membebani masyarakat. Dulu masyarakat berharap presiden baru, harapan baru. Tapi kok kayak begini?" kata Tulus.
Ketua Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo menuding pemerintah tidak menyiapkan skema atau kebijakan untuk menekan dampak harga BBM yang fluktuatif. Akibatnya, semua komoditas publik mengalami gejolak.
"Benar pemerintah pernah menurunkan harga BBM, tapi terbukti turunnya harga BBM tidak diiringi dengan turunnya harga-harga komoditas," kata Sudaryatmo.