Ekspor China ke Indonesia Turun, Dampak Virus Corona?
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Ditjen Bea Cukai, Syarif Hidayat mengakui memang ada penurunan impor, beriringan dengan mewabahnya virus corona. Namun hal tersebut belum tentu disebabkan dampak virus corona, karena memang biasanya saat Hari Raya Imlek ekspor dan impor memang turun.
Pemerintah Jokowi-Ma'ruf AMin masih menghitung dampak penyebaran virus corona ke pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk kegiatan ekspor dan impor. Sebagaimana diketahui, arus barang dari China berkontribusi sebesar 27 persen terhadap total angka impor Indonesia.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Ditjen Bea Cukai, Syarif Hidayat mengakui memang ada penurunan impor, bersamaan dengan mewabahnya virus corona. Namun hal tersebut belum tentu disebabkan dampak virus corona, karena memang biasanya saat Hari Raya Imlek ekspor dan impor memang turun.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Bagaimana virus Covid-19 pertama kali masuk ke Indonesia? Kasus ini terungkap setelah NT melakukan kontak dekat dengan warga negara Jepang yang juga positif Covid-19 saat diperiksa di Malaysia pada malam Valentine, 14 Februari 2020.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Kapan virus menjadi pandemi? Contohnya seperti virus Covid-19 beberapa bulan lalu. Virus ini sempat menjadi wabah pandemi yang menyebar ke hampir seluruh dunia.
-
Kapan kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
-
Kenapa Covid Pirola mendapat perhatian khusus? Namun, para pemerhati kesehatan dan ahli virus memberi perhatian lebih terhadap subvarian ini lantaran kemampuan Pirola dalam melakukan breakthrough infections lebih tinggi dibandingkan varian lainnya. Ketika sebuah varian atau subvarian virus COVID memiliki kemampuan breakthrough infections yang tinggi maka akan menyebabkan kasus re-infeksi semakin tinggi.
"Kalau lihat tren dari Januari ke Desember nggak ada perubahan signifikan. Penurunan terjadi karena memang biasanya 2 pekan sebelum dan setelah imlek, impor dan ekspor mengalami penurunan," ujar Syarif.
Menurut data Ditjen Bea Cukai, pada minggu ke-5 bulan Januari 2020 terjadi penurunan impor secara keseluruhan sebesar 39,6 persen (yoy).
Lalu pada minggu ke-1 Februari 2020, penurunan impor dari China mulai terlihat sebesar 28,62 persen di semua kategori BEC (bahan baku kain, part elektronik, bahan baku plastik, komputer dan furnitur).
Hanya saja, penurunan impor ini berbarengan dengan saat-saat di mana virus corona mewabah, sehingga belum bisa dipastikan kalau impor turun disebabkan oleh virus tersebut.
"Biasanya para importir sudah mempersiapkan, jadi belanja besar-besaran pas Desember untuk stok Imlek, sehingga saat Imlek, arus impor turun," jelas Syarif.
Namun, jika dalam beberapa bulan ke depan penurunan terus terjadi, maka pemerintah akan segera melakukan penanganan karena kemungkinan besar memang disebabkan hal lain selain siklus. "Kami akan tinjau dalam beberapa bulan ke depan nah kalau masih turun artinya memang bahaya, harus ada penanganan," ujar Syarif.
Impor Bahan Baku Turun 31 Persen
Syarif mencatat penurunan impor bahan baku dari China ternyata mencapai 31.43 persen, meskipun angka tersebut lebih kecil dari penurunan impor barang konsumsi yang sebesar 46,83 persen. "Jadi memang yang paling besar turunnya itu barang konsumsi. Bahan baku dan penolong juga turun sebesar 31,43 persen," ujar Syarif.
Kemudian, pada minggu ke-1 bulan Februari 2020, sudah mulai terlihat penurunan impor dari China hampir di seluruh kategori BEC, seperti bahan baku kain, part elektronik, bahan baku plastik, komputer dan furnitur.
Di lihat dari devisa impornya, barang konsumsi mengalami penurunan dari USD 111,68 juta menjadi USD 59,38 juta (turun 46,83 persen). Bahan baku dan penolong turun dari USD 584,12 juta menjadi USD 400,52 juta (turun 31,43 persen) serta barang modal turun dari USD 910,68 juta menjadi USD 650,03 juta (turun 28,62 persen).
Syarif menyatakan, pihaknya akan terus mengamati tren penurunan impor ini hingga beberapa bulan ke depan. Jika masih terus turun, maka pemerintah akan segera mencari sumber impor lain.
"Memang impor bahan baku turun, kita akan amati dalam beberapa bulan ke depan. Kalau terus turun, berarti ada masalah, jadi kita akan cari sumber lain," kata Syarif mengakhiri.
(mdk/idr)