Indonesia Harus Bersabar, China Baru Bisa Berantas Polusi dalam 20 Tahun
Tak hanya Indonesia, China pun pernah mengalami polusi udara yang buruk.
Polusi udara di Indonesia, khususnya di Jakarta, menjadi perhatian pemerintah saat ini.
Indonesia Harus Bersabar, China Baru Bisa Berantas Polusi dalam 20 Tahun
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, meminta masyarakat bersabar dalam penanganan polusi udara di Indonesia. Sebab, China saja membutuhkan waktu hingga 20 tahun untuk bisa mengatasinya.
Pemerintah sendiri telah menjalin program kemitraan Indonesia dan Australia untuk perekonomian (Prospera) membuat detil studi mengenai pengentasan polusi udara.
"Sekarang lagi dihitung mereka. Ini kan bukan seperti balik tangan. Makanya kita berharap teman-teman di menteri saya sampaikan, ini pekerjaan maraton, bukan pekerjaan seketika," ujarnya di Jakarta, Rabu (6/9/2023).
"Lihat China tuh, 20 tahun dia baru bisa selesaikan, terakhir 2013-2017, 4 tahun itu mereka intensif sekali," jelas Luhut.
Dalam upaya memberantas polusi ini, Luhut mengatakan, pemerintah berencana memberikan insentif untuk melakukan pensiun dini PLTU batu bara. Namun, pemberian insentif itu masih dalam kajian.
"Saya tuh selalu basisnya studi, jadi dari studi itu supaya orang yang pinter ahli, jangan saya. Saya kan ndak ngerti, hanya manajer saja," ungkapnya.
Merdeka.com
Luhut melihat penyebab utama polusi paling banyak sampai hari ini masih berasal dari pembuangan emisi karbon pada sektor transportasi.
"Hasil pengetesan di lapangan sekarang 37 persen sepeda motor itu tidak lulus uji emisi. Jadi sekarang kita mau perbaiki dulu anu, bahan bakarnya," kata Luhut.
Sebelumnya, Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Sarjoko mengatakan, pihaknya telah melakukan evaluasi terhadap 114 perusahaan. Hasilnya, ditemukan ada 48 perusahaan yang menjadi sumber emisi penyebab polusi udara.
"Dari hasil evaluasi secara umum dapat kami sampaikan ada 114 kegiatan usaha yang potensial penyebab pencemaran udara, hasilnya 66 taat dan 48 sisanya tidak taat," kata Sarjoko dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (6/8).
Merdeka.com
Sarjoko menjelaskan, perusahaan yang tidak taat akan dikenai sanksi sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Menurut Sarjoko, perusahaan yang tidak taat standar emisi gas buang bukan tidak mungkin dijerat sanksi pidana hingga perdata. Pihaknya, ujar dia, juga akan bertolak dari ketentuan lainnya yang termuat dalam dokumen evaluasi lingkungan hidup.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu Kencana
Sumber: Liputan6.com