Jurus PLN untuk Bangkit Usai Diramal Bakal Bangkrut
Keuangan PLN pernah diramal hampir ambruk. Salah satu penyebabnya adalah terjadinya kelebihan pasokan (supply) listrik di Pulau Jawa pada 2021 lalu.
Jurus PLN untuk Bangkit Usai Diramal Bakal Bangkrut
Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengungkap kalau keuangan perusahaan listrik pelat merah itu pernah diramal hampir ambruk.
Salah satu penyebabnya adalah terjadinya kelebihan pasokan (supply) listrik di Pulau Jawa pada 2021 lalu.
Dia mengisahkan, pada tahun itu, PLN kebebanan dengan penambahan pasokan yang diperkirakan sebesar 7 gigawatt (GW). Namun, penambahan beban listrik hanya sebesar 1,1 GW, artinya ada kelebihan pasokan (over supply) sekitar 6 GW.
- Rumah Produksi Ciu Berkedok Kantor Hukum di Jakbar Digerebek, Pelaku Cuan Rp60 Juta Per Bulan
- HUT ke-78 RI, PLN Jakarta Imbau Warga Tak Pasang Umbul-Umbul dekat Jaringan Listrik
- Potret Si Jago Merah Mengamuk Hanguskan Puluhan Rumah, Penyebabnya Sepele
- Puan Minta Juru Kampanye Ganjar Ciptakan Pemilu Gembira: Jangan Memecah Belah
"Nah tentu saja, pada waktu itu diprediksi kondisi keuangan PLN akan ambruk pak, dengan kondisi yang sangat sulit itu. Tetapi kami pertama ya tentu saja meningkatkan demand pak dengan berbagai upaya yang tadi kami paparkan," bebernya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (5/7).
Sejalan dengan itu, upaya yang diambil adalah melakukan negosiasi ulang dengan independent power producer (IPP) yang masuk dalam ekosistem PLN. Utamanya menyoroti soal kemungkinan pasokan listrik bisa ditunda dengan batas waktu tertentu.
"Kami menyampaikan apa adanya adalah kontrak PPA-nya itu dulu dengan asumsi yang ada itu fair. Tetapi, sejalan dengan perjalanan waktu ternyata asumsi itu tidak terpenuhi. Sehingga demand risk ada di kami, maka ini menjadi beban di kami, nah untuk itu kami mengajukan penangguhan agar pembangkitnya itu masuknya bisa ditunda atau kontraknya take or pay nya bisa dikurangi," sambungnya.
Gayung bersambut.
Ternyata, PLN berhasil mengantongi persetujuan dari IPP tersebut. Alhasil, ada kontrak yang bisa ditunda dalam jangka waktu beragam.
"Itu ada yang berhasil ditunda bisa 2 tahun ada yang 16 bulan ada 18 bulan dan kemudian ada kontrak yang bisa dikurangi sehingga penguranagn take or pay yang berhasil kami renegosiasikan itu Rp 47 triliun," paparnya.
Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (5/7).
Upaya itu berbuah manis. Darmawan menjelaskan, hasil renegosiasi ditambah dengan upaya meningkatkan permintaan (demand) listrik, berhasil membuat laporan keuangan PLN menjadi lebih baik.
Tercatat, laporan keuangan atas kinerja tahun 2021 menjadi yang terbaik sepanjang sejarah PLN. Tak hanya itu, keberhasilan merembet hingga mencatatkan keuangan terbaik lagi tahun 2022.
"Di tahun 2022 (kinerja tahun 2021) memang laporan keuangan kami adalah laporan keuangan terbaik dalam sejarah PLN dengan kondisi covid 19 pak karena ada 2 sisi, baik demand dan juga supply nya juga kami selesiakan dengan baik. Ditahun 2021 ini laporan kuangan terbaik. Kemudian di tahun 2022 lagi-lagi kami juga bisa membukukan laproan keuangan terbaik, jadi 2 tahun berturut-turut laporan keuangan menjadi terbaik," pungkasnya.
Reporter: Arief Rahman H.
Sumber: Liputan6.com