Kemenkeu: Pengembangan Bandara Ahmad Yani, AP I tak berhitung
Kemenkeu ngotot naikkan harga sewa lahan di Bandara Ahmad Yani.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan menolak disalahkan bila pengembangan Bandar Udara Ahmad Yani, di Semarang, tak kunjung berjalan akibat ada problem kenaikan sewa lahan.
Bendahara negara melihat proposal sewa yang diajukan PT Angkasa Pura I lewat Kementerian Pertahanan tidak sesuai perhitungan riil. Indikatornya, asumsi pertumbuhan jumlah penumpang yang didasarkan data 2008. DJKN melihat ada indikasi tawaran biaya sewa yang diajukan BUMN pengelola bandara itu sengaja direndahkan.
-
Kenapa KEK Singhasari penting? KEK Singhasari berkonsentrasi pada platform ekonomi digital untuk bersinergi dengan perkembangan antara bisnis pariwisata dan ekonomi digital.
-
Kapan bandara Lolak diresmikan? Bandar udara (bandara) di Provinsi Sulawesi Utara kian bertambah, kini baru saja beroperasi bandara Lolak di Bolaang Mongondow, Minggu (18/2).
-
Kapan Desa Panggungharjo dibentuk? Desa Panggungharjo dibentuk berdasarkan maklumat monarki Yogyakarta tahun 1946 yang mengatur tentang tata kalurahan saat itu.
-
Kenapa UMKM penting? UMKM tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
-
Di mana Bandara Banyuwangi berlokasi? Bandara Banyuwangi menjadi bandara pertama di Indonesia yang berkonsep ramah lingkungan.
-
Apa bentuk khas Kue Petulo Kembang? Kue petulo kembang ini terbilang unik karena bentuknya seperti mi gulung yang memiliki beragam warna.
"Kita cek lima tahun terakhir saja pertumbuhan penumpang 15-18 persen, jadi seharusnya lebih tinggi (proposal AP I). Asumsinya itu beberapa tidak masuk akal, jadi kita justru bertanya-tanya AP I itu profesional enggak sih?" kata Dirjen Kekayaan Negara Hadiyanto di Jakarta, Senin (7/4).
DJKN menambahkan, perhitungan Angkasa Pura I, biaya investasi pengembangan Ahmad Yani disebut butuh Rp 1,1 triliun. Tahun lalu Kementerian Perhubungan telah mengucurkan Rp 200 miliar untuk revitalisasi. Oleh karena itu Bendahara Negara hanya bersedia menerima perhitungan nilai investasi Rp 975 miliar.
Kasus macetnya pengembangan Ahmad Yani bermula saat Kementerian Keuangan menaikkan harga sewa lahan seluas 8.500 meter milik TNI AD di ibu kota Jawa Tengah itu kepada AP I.
Dasar hukum penyewaan lahan tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 6 tahun 2006 TNI AD tentang pemanfaatan aset milik negara. Kemenkeu memberikan restu melalui Dirjen Kekayaan Negara dengan harga sewa Rp 438.000 per meter dari semula Rp 90.000 per meter.
Sekretaris Perusahaan AP I, Farid Indra Nugraha, mengatakan perubahan ini dinilai tidak laik secara bisnis bagi AP I sebab akan merubah nilai investasi yang sebelumnya telah ditetapkan. "Jadi ada perhitungan naik 4 kali lipat. Ada perhitungan profit sharing yang kurang pas," ucapnya.
Perusahaan pelat merah itu lantas melapor ke pemerintah, bahwa pengembangan terminal 1 Bandara Ahmad Yani tak bisa berjalan sesuai target. Masalah ini sampai dibahas dalam rapat terbatas dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pekan lalu.
"Bapak presiden meminta dalam waktu dua minggu ke depan, hal-hal teknis kerja sama antara Angkasa Pura dan Kemenhan yang memiliki lahan tuntas, dan tadi dilaporkan adanya usul baru dari Kemenhan dan dengan dirjen kekayaan negara menetapkan pola kerjasama bagi hasil, sehingga masih dalam kategori revival," kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa seusai rapat di Istana Negara pekan lalu.
Hadiyanto menolak bila pihaknya kini diburu-buru menyelesaikan kajian proposal penyewaan lahan yang diajukan AP I. Menurutnya, dengan melesetnya beberapa asumsi dari BUMN itu, pihaknya harus lebih hati-hati meneliti harga sewa yang pas. Belum lagi hasil rapat di Istana mengatakan PP 6 yang jadi dasar hukum harus disesuaikan.
"Targetnya ya setelah ada perubahan PP 6, dan perbaikan proposal, serta angka-angkanya juga harus lebih masuk akal," kata Hadiyanto.
Di luar itu, AP I juga merasa bahwa Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah yang mereka gunakan untuk pengembangan bandara dihargai terlalu mahal oleh Kemenkeu. Alasannya, kondisinya adalah bekas rawa. "90 persen yang dipakai itu rawa. Itu nggak logis disamakan dengan tanah keras," kata Farid.
DJKN menolak diajak berdebat soal teknis. Menurut Hadiyanto, kajian mereka murni didasarkan pada proposal yang disusun AP I. Jika sekarang ada masalah, seharusnya hal itu ditanyakan pada metode perusahaan pelat merah itu menghitung nilai sewa lahan. "Saya tidak masuk ke situ (teknis). Basis kita proposal dia. Beberapa asumsi dalam proposal itu tidak kredibel," tandasnya.
Baca juga:
Kemenkeu dan BI pede pertumbuhan ekonomi capai target
Ini cara pemerintah paksa mobil murah pakai Pertamax
Menkeu ogah ponsel impor kena pajak barang mewah
Menkeu: Peluang BBM subsidi naik jangan dihilangkan
Genjot elektrifikasi, Kemenkeu kaji pemecahan PLN