Kementerian Ini Jadi Penentu Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Masa Depan
Kunci sukses terletak pada sukses atau tidaknya membenahi kementerian dan kebijakan industrinya.
Kunci sukses terletak pada sukses atau tidaknya membenahi kementerian dan kebijakan industrinya.
- Demi Pertumbuhan Ekonomi Nasional 8 Persen, Kemenperin Bakal Ambil Strategi Begini
- Ekonomi Indonesia Diklaim Kuat tapi Ternyata Rapuh, Ini Buktinya
- Keputusan MK Tolak Gugatan Sengketa Pilpres Bakal Beri Dampak ke Ekonomi Indonesia, Begini Gambarannya
- Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diyakini Bakal Naik Usai Pemilu 2024
Kementerian Ini Jadi Penentu Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Masa Depan
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) jadi penentu pertumbuhan ekonomi nasional di masa pemerintahan Prabowo-Gibran. Ekonom Prof. Dr. Didik J. Rachbini menilai Kemenperin juga jadi penentu apakah pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 6 persen atau lebih.
Didik menuturkan, kegagalan mendorong ekonomi tumbuh di atas 6 persen karena sektor industri tumbuh rendah dan bergerak sangat lambat.
"Ini terjadi karena absen dan kekosongan kebijakan industri dan Kementerian Perindustrian yang dorman," kata Didik dilansir dari Antara, Selasa (18/6).
Selama ini, kata Prof. Didik, Kemenperin berperan sangat terbatas dengan kebijakan yang lemah dan tidak bernilai signifikan untuk memajukan sektor industri.
Secara terus-menerus, kata dia, sektor ini tumbuh di bawah 5 persen sehingga tidak punya daya dorong dan tidak mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi tinggi.
Bahkan, sektor ini justru mandek dengan pertumbuhan hanya 3—4 persen saja. Hal ini, menurut Prof. Didik, menandakan ketiadaan dan absen kebijakan industri.
Industri dimatikan karena kebijakan yang surut dan tidak beri kesempatan, ruang, dan dorongan bagi industri nasional.
Jika kebijakan industri terus terjadi seperti selama 1-2 dekade terakhir ini, maka lupakan janji Calon Presiden RI Prabowo Subianto untuk memajukan ekonomi yang tumbuh tinggi akan bisa tercapai.
"Yang terjadi kemungkinan malah sebaliknya, pertumbuhan ekonomi akan selalu di bawah 5 persen karena terseret pertumbuhan industri yang sangat rendah," kata Prof. Didik yang juga
Rektor Universitas Paramadina.
Prof. Didik lantas membandingkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama ini di Vietnam dan India. Mengapa India dan Vietnam berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi tinggi? Jawabnya hanya satu, yakni berhasil mendorong industri sebagai lokomotif pertumbuhannya.
Sektor industri di India tumbuh dua digit sehingga menarik ekonomi bertumbuh sampai 7 persen. Sebaliknya, dua dekade terakhir ini, sektor industri Indonesia hanya tumbuh di bawah 5 persen sehingga mustahil bisa menarik pertumbuhan ekonomi sampai di atas 6 persen.
"Mengapa Indonesia selama dua dekade ini gagal mendorong pertumbuhan ekonomi tinggi?" Didik menjawab, "Jawabnya sama, yakni karena gagal menempatkan sektor industri sebagai lokomotif pertumbuhan dan sekaligus karena Kementerian Perindustrian mandek dan mandul dalam menjalankan kebijakan industrinya."
Prof. Didik lantas menekankan, "Faktor kritis dalam pertumbuhan ekonomi pada masa pemerintahan Prabowo kelak terletak pada kementerian ini."
Di sisi lain, dia mengungkapkan bahwa ekonomi Indonesia mengalami stagnasi pertumbuhan 5 persen atau di bawahnya karena bertumpu pada konsumsi dan sektor jasa, yang bercampur dengan sektor informal.
Dengan sektor jasa yang tidak modern dan hanya mengandalkan konsumsi rumah tangga, menurut Prof. Didik, ekonomi kehilangan lokomotifnya, yang pada gilirannya ekonomi bertumbuh rendah atau moderat saja.
Menyinggung janji kampanye Calon Presiden RI Prabowo bahwa pertumbuhan ekonomi sampai 8 persen, Prof. Didik menilai suatu target yang hampir mustahil dengan kebijakan pada saat ini dan kementerian yang tidak berbuat banyak untuk menggubah keadaan.
"Jika ingin berbeda dari pemerintahan sebelumnya, kunci sukses terletak pada sukses atau tidaknya membenahi Kementerian Industri dan kebijakan industrinya. Tanpa itu Indonesia akan menjadi underdog (tidak diunggulkan) di ASEAN," kata Prof. Didik.