Kisah Bos Bus Exindo 57, dari Kuli Bangunan Hingga Jadi Orang Kaya di Nganjuk
Jawa Timur seperti tidak ada habisnya memiliki warga dengan kekayaan dan aset melimpah. Setelah Gatot Koco, warga Kertosono yang viral karena pesawat terparkir di halaman rumahnya, orang kaya Nganjuk berikutnya adalah Panito.
Jawa Timur seperti tidak ada habisnya memiliki warga dengan kekayaan dan aset melimpah. Setelah Gatot Koco, warga Kertosono yang viral karena pesawat terparkir di halaman rumahnya, orang kaya Nganjuk berikutnya adalah Panito.
Panito merupakan pendiri Exindo 57, sebuah Perusahaa Otobus (PO) terbesar di Jawa Timur. Berawal dari pengalaman merantau ke Kalimantan sebagai kuli bangunan, Panito berevolusi menjadi seorang bos besar PO Bus hingga pemilik hotel bintang 4.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kenapa orang berpura-pura kaya? Perilaku ini umumnya dilakukan untuk menyembunyikan keterbatasan keuangan mereka.
-
Bagaimana cara orang kaya ini dimakamkan? Makam ini menyimpan kerangka empat anggota keluarga kaya 'tuan tanah' yang dikremasi dan dikubur bersama dengan lima kereta kencana dan lima kuda.
-
Apa makna dari pepatah Jawa "Kacang ora ninggal lanjaran"? Kebiasaan anak selalu meniru dari orang tuanya.
-
Bagaimana Jaka Sembung melawan Ki Hitam? Akhirnya Jaka Sembung teringat pesan gurunya, Ki Sapu Angin yang menyebut jika ilmu rawa rontek bisa rontok saat pemiliknya tewas dan tidak menyentuh tanah. Di film itu, Jaka Sembung kemudian menebaskan parang ke tubuh Ki Hitam hingga terpisah, dan menusuknya agar tidak terjatuh ke tanah.
-
Apa hubungan antara burung gagak hitam dan kematian di Jawa Timur? Dalam Primbon Jawa, burung gagak hitam erat kaitannya dengan kematian. Konon katanya, apabila terdengar bunyi kicauan burung tersebut menjelang waktu ibadah magrib, maka akan menjadi pertanda kematian.
Dalam sebuah podcast yang diunggah akun YouTube Gekrafs Nganjuk, pada Februari 2022, Panito menceritakan alasannya merantau ke Kalimantan karena bertekad ingin mengubah kondisi ekonomi keluarga. Sebab, sejak lulus kuliah jurusan ekonomi pada tahun 1996, Panito tak kunjung mendapatkan pekerjaan.
"Ke sana ke mari belum ada pekerjaan yang pasti, sampai tahun 99 saya merantau ke Kalimantan. Di sana saya mengawali kerja sebagai kuli bangunan," ujar Panito, dikutip pada Rabu (24/5).
Dia masih ingat, proyek pertamanya sebagai kuli bangunan yaitu membangun kantor Veteran di Kalimantan Tengah. Dari mengaduk semen, hingga mengecat tembok, dilakoni Panito demi bertahan hidup dan mendapat peluang untuk menjadi lebih baik.
Di masa awal kerja sebagai kuli, sekitar tahun 1999-2000, Panito mendapatkan upah per hari sebesar Rp7.000. Kemudian meningkat secara perlahan menjadi Rp11.000 per hari. "Jenjang karir" Panito mengalami peningkatan. Dari sebatas kuli, menjadi mandor, dan merintis menjadi pemborong.
"Alhamdulillah bisa jadi mandor, kemudian bisa menjadi pemborong kecil-kecilan," ucapnya.
Di awal 2000, Panito pindah ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Di sana ia mulai merintis sebagai pemborong. Kesempatan kemudian datang saat ia bertemu teman kuliah, dan bergabung menjadi pengurus koperasi.
"Saya diajak gabung bangun koperasi beliau tahun 2011," imbuh dia.
Kemudian, di tahun 2015 Panito memutuskan berhenti dari koperasi karena ingin memiliki usaha sendiri. Menggaet beberapa rekan, Panito kemudian membangun PO Bus Exindo. Modal untuk membangun PO tersebut merupakan tabungan selama ia berkarir di luar Nganjuk.
Bisnis Panito terus berkembang, dari awalnya 1 kantor, berkembang menjadi 43 cabang. Selama mengembangkan bisnis, Panito menekankan sama sekali tidak memiliki utang.
"Prinsip saya ini, kerja tanpa modal, artinya saya waktu itu ada beberapa tabungan enggak banyak saya mengawali buka cabang di Magetan begitu cabang itu panen saya buka baru, begitu seterusnya. Jadi Alhamdulillah sampai punya 42 cabang ini saya tidak punya utang ataupun pinjaman ke manapun," jelasnya.
"Terus saya juga lagi bangun hotel izinnya bintang 4 tapi dalamnya ini bisa saya bikin bintang 5, jumlah 10 lantai 103 kamar paling atas fasilitasnya ada helipad kolam renang tempat fitness tempat karaoke dan lain-lain," bebernya.
Bisnis Panito tidak selalu mulus. Saat pandemi Covid-19 menerpa, bisnis hotel dan operasional bus terseok-seok. Namun, pria asal Desa Ngluyuk itu berkomitmen untuk tidak merumahkan atau mengurangi jumlah karyawan.
"Memang berat tapi saya bersyukur tidak sampai merumahkan karyawan, gaji dan THR karyawan masih saya beri," pungkasnya.
(mdk/azz)