Laporan Kerugian Penipuan Calo Tiket Bus Ditolak Polisi, PO SAN Ungkap Penyebab Sebenarnya
Kuasa Hukum PO SAN Fadjar Marpaung menambahkan, perusahaan otobus juga terbentur aturan yang ada dalam menindaklanjuti penipuan tiket bus ini ke ranah hukum.
Perusahaan telah memproses beberapa pelaporan itu ke Kepolisian. Sayangnya, laporan itu ditolak lantaran jumlah kerugian yang diderita dari kasus penipuan tiket bus tersebut dianggap terlalu kecil.
Laporan Kerugian Penipuan Calo Tiket Bus Ditolak Polisi, PO SAN Ungkap Penyebab Sebenarnya
Laporan Kerugian Penipuan Calo Tiket Bus Ditolak Polisi, PO SAN Ungkap Penyebab Sebenarnya
- Berawal dari Usaha Angkutan Barang, Intip Sejarah PO Bus Siliwangi Antar Nusa dari Bengkulu
- Fakta Baru Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana di Subang, PO Bus Trans Putera Fajar Tak Terdaftar di Kemenhub
- Kecelakaan Maut Bus di Ciater, DPR: Kemenhub Tahu Banyak Bus Tak Laik Jalan Tapi Tak Ada Sanksi Tegas
- Kecelakaan Maut Bus SMK Lingga Kencana di Subang, Pengamat Minta Pengusaha Bus Diperkarakan
PT SAN Putra Sejahtera (PO SAN) melaporkan adanya 15 calon penumpang yang terkena penipuan tiket bus sejak 1 Februari 2023. Dari data pelaporan itu, terdapat 20 bukti transfer dengan total kerugian sebesar Rp15.704.927 (Rp 15,7 juta).
Wakil Direktur PO SAN, Kurnia Lesari Adnan mengatakan, pihaknya telah memproses beberapa pelaporan itu ke Kepolisian. Sayangnya, laporan itu ditolak lantaran jumlah kerugian yang diderita dari kasus penipuan tiket bus tersebut dianggap terlalu kecil.
"Kami pernah coba melaporkan pada 6 Juni 2023 ke Polres Jakarta Timur, tapi laporan kami ditolak karena harus (dari) korban langsung. Pada Juni kemarin pun ada pelaporan dari Bengkulu juga tidak bisa, karena nominalnya (kerugian) dianggap terlalu sedikit," ungkapnya dalam sesi bincang bersama media di Jakarta, Selasa (9/7).
Wanita yang akrab disapa Sari ini menambahkan, PO SAN juga secara resmi telah bersurat pada berbagai instansi untuk meminta perlindungan, namun belum ada tindak lanjutnya.
Di sisi lain, Kuasa Hukum PO SAN Fadjar Marpaung menambahkan, perusahaan otobus juga terbentur aturan yang ada dalam menindaklanjuti penipuan tiket bus ini ke ranah hukum.
Regulasi dimaksud yakni Keputusan Bersama Menteri Kominfo, Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Nomor 229, 154, KB/2/VI/2021 Tahun 2021.
Dalam aturan itu disebutkan, korban sebagai pelapor harus orang perseorangan dengan identitas spesifik, dan bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan.
"Padahal, yang kami rasakan, yang dirugikan itu korporasi. Salah satu kejadian waktu di Polres Jakarta Timur, itu pihak Kepolisian menolak laporan itu karena harusnya korban, bukan PO SAN. Padahal PO SAN juga mengalami kerugian, nama baik di masyarakat. Mereka jadi khawatir, jangan-jangan (tiket yang dijual online) semuanya palsu," urainya.
Sementara, nilai kerugian dari setiap calon penumpang rata-rata hanya senilai Rp600.000 ke bawah, dengan angka paling tinggi Rp2,1 juta. Sedangkan Kepolisian mematok nominal Rp2,5 juta untuk batas nilai kerugian.
Fadjar meneruskan, pihaknya juga telah berkirim surat kepada Google hingga Kemenkominfo terkait penggunaan Google Review, yang kerap dipakai oknum yang mengatasnamakan PO SAN untuk melakukan penipuan.
"Tapi apa jawaban dari Google, bahwa mereka hanya memfasilitasi. Mereka tidak punya hak untuk menindak. Itu kami laporkan juga ke Kemenkominfo, tapi tidak ada tanggapan," kata Fadjar.
Keadaan diperparah akibat enggannya para korban untuk terlibat hukum secara lebih lanjut. Padahal, Direktur Utama PO SAN Kurnia Lesani Adnan (Sani) menyampaikan, pihaknya telah menyiapkan advokasi bagi para korban agar bisa menuntut haknya.
"Tapi balik lagi, keengganan masyarakat berurusan hukum di Kepolisian juga sangat lemah. Ini kan yang sebenarnya menjadi peluang (bagi para calo tiket bus)," tegas Sani.
merdeka.com